Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Beberapa hari terakhir, PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) menjadi perbincangan warganet perihal keputusan induk usaha, Unilever Global, mendukung komunitas Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer, and Intersex (LGBTQI+).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan, Unilever Global mengubah logo perusahaan besar tersebut mengikuti identitas warna kebanggaan komunitas tersebut.
Dianggap tak sesuai dengan norma yang berlaku di Indonesia, berbondong-bondong warganet meninggalkan komentar kekecewaan di laman media sosial milik Unilever Indonesia.
Melalui keterangan resminya, Governance and Corporate Affairs Director Unilever Indonesia Sancoyo Antarikso menekankan perseroan beroperasi di lebih dari 180 negara dengan budaya yang berbeda. Secara global dan di Indonesia, Unilever percaya pada keberagaman dan lingkungan yang inklusif.
“Kami telah berada di Indonesia selama 86 tahun, dan kami selalu menghormati dan memahami budaya, norma dan nilai-nilai setempat. Oleh karena itu, kami akan selalu bertindak dan menyampaikan pesan-pesan yang sesuai dengan budaya, norma dan nilai-nilai yang berlaku di Indonesia,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis, 27 Juni 2020.
Media Relations Manager Unilever Indonesia Adisty Nilasari mengungkap bahwa pernyataan mendukung komunitas LGBTQI+ memang datang dari induk usaha global. Sepanjang berdirinya Unilever Indonesia, tidak pernah sekalipun perseroan mempromosikan polemik norma tersebut ke permukaan.
"Di tempat kami beroperasi itu beda-beda value yang diangkat. Kalau di Indonesia inklusifitasnya yang banyak kita gaungkan yakni tentang women empowerment, bagaimana akses untuk difabel, bagaimana kita di tempat kerja memberikan inklusivitas tidak membedakan gender, agama, ras, golongan,” ujar Adisty kepada Bisnis, Minggu, 28 Juni 2020.
Melalui pernyataan tersebut, Adisty menerangkan bahwa Unilever Indonesia menghormati keberagaman yang ada terutama melalui pesan positif dari program berkelanjutan yang dijalankan perseroan.
Terkait wacana pemboikotan produk, dia mengakui pihaknya memonitor media sosial secara berkala dan mengetahui adanya pembicaraan tersebut. Untuk selanjutnya, perseroan akan merilis keterangan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Di lantai bursa, hal ini jelas menjadi momok tersendiri bagi perseroan mengingat emiten tersebut adalah salah satu anggota konstituen Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga Jumat lalu, saham UNVR bergerak stagnan di level Rp7.900, sama seperti harga penutupan sehari sebelumnya.
Analis Ciptadana Sekuritas Muhammad Fariz mengatakan bahwa sentimen negatif tersebut hanya bersifat sementara. Baginya, hampir semua perusahaan multinasional saat ini mendukung komunitas LGBTQI+ dengan alasan keberagaman dan kesetaraan kesempatan dalam hal bekerja.
“Kalo menurut saya, pressure dari stock price-nya lebih karena outflow asing juga. Dan ujung-ujungnya ke depan share price-nya akan dihargai sesuai dengan pertumbuhan labanya, dana kestabilan perusahaan, untuk melewati segala tantangan khususnya di saat pandemi seperti ini,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu.
Senada, analis BNI Sekuritas William Siregar mengatakan momentum penurunan harga saham UNVR dalam jangka pendek dapat dimanfaatkan investor untuk akumulasi beli.
“Kami tetap percaya UNVR masih akan diuntungkan dari kondisi pandemi saat ini, dimana produk higenitas masih akan diperlukan dan trennya masih menarik di tahun 2020 ini,” katanya Jumat (26/6/2020).
Terakhir, dalam jangka pendek, dia berpendapat bahwa pergerakan saham UNVR kemungkinan akan sangat dipengaruhi oleh kampanye boikot yang cukup besar.