Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Utang TV Swasta Bikin Bangkrut TVRI

Televisi swasta urung menepati jadwal pembayaran utang ke TVRI. Dari lima penunggak, cuma dua yang menyetorkan dana segar. Akankah TVRI jadi bangkrut?

18 Januari 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI-hari ini seharusnya TVRI boleh bernapas lega. Soalnya, bulan lalu merupakan batas waktu televisi swasta membayar utang kepada TVRI. Utang ini merupakan kewajiban setor 12 persen dari pendapatan iklan televisi swasta. Tapi, boro-boro bernapas lega, sampai Januari ini stasiun milik pemerintah itu justru masih harus memeras otak dan bersabar menunggu para pemilik stasiun televisi swasta menyetorkan sisa kewajiban pembayaran utang. Sumber TEMPO di TVRI menuturkan, dari lima penunggak, hanya RCTI dan SCTV yang sudah membayar penuh kewajibannya di luar denda. RCTI sebesar Rp 35 miliar, sedangkan SCTV sejumlah Rp 11,5 miliar. Tiga lainnya, AN-Teve, TPI, dan Indosiar, belum menampakkan kemajuan dalam pembayaran cicilan, apalagi membayar seluruh utang. Alasan yang mereka ajukan seragam: pendapatan turun, pengeluaran melambung. TPI, kata Direktur Pemasaran Dewi Fadjar, sampai 30 September silam mesti menyetor rata-rata Rp 450 juta per bulan kepada TVRI. Itu pun hanya untuk biaya operasional penggunaan pemancar. Pada saat yang sama, penerimaan iklannya justru drop 60 persen dibandingkan dengan kondisi normal. Sedangkan pengeluaran lain, seperti bunga dan sewa transponder, malah meningkat. Sumber TEMPO di SCTV menuturkan kisah yang senada. Sebelum krisis ekonomi memorak-porandakan negeri ini, SCTV masih sanggup memanen iklan sekitar Rp 15 miliar per bulan. Situasi berubah drastis ketika ekonomi memburuk. Bahkan, sekitar April hingga Mei 1998, SCTV hanya mampu menangguk perolehan iklan sekitar Rp 4-5 miliar atau tinggal 30 persen dari sebelum krisis. Padahal, dalam kondisi normal saja, SCTV membutuhkan dana setidaknya Rp 15 miliar per bulan untuk membuat acara-acara yang bagus. Indosiar tak jauh berbeda. Semasa krisis ekonomi mengamuk, perolehan iklan mereka tinggal 20 persen. "Kami harus nombok karena pengeluaran lebih tinggi daripada pemasukan," kisah Direktur Utama Indosiar Handoko. AN-Teve konon lebih parah. Total utang (berikut denda) kelima televisi swasta itu kepada TVRI, menurut Direktur Jenderal Radio, Televisi, dan Film, A. Aziz Husain, mencapai sekitar Rp 137,5 miliar. Rincian utang (berikut denda) tiap-tiap televisi itu sampai akhir 1998: RCTI Rp 37,7 miliar, SCTV 37,2 miliar, TPI Rp 13,4 miliar, AN-Teve Rp 19,9 miliar, dan Indosiar Rp 29,1 miliar. Nah, akibat utang yang tak dibayar itu, TVRI menjadi kerepotan. Kegiatan operasional mereka terganggu. "Kami terpaksa memperketat pengeluaran," tutur Aziz. Dulu, ujarnya, kalau ada siaran nasional, peliputannya bisa menggunakan ratusan unit peralatan, tapi sekarang dikurangi, termasuk liputan ke daerah. Pokoknya, TVRI mesti melakukan efisiensi semaksimal mungkin terhadap proyek-proyeknya. Maklum, selama ini, pendapatan utama TVRI memang cuma bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), penarikan iuran televisi, serta kontribusi televisi swasta itu tadi. Sedangkan pendapatan dari iuran televisi malah turun, dari target sekitar Rp 7 miliar per bulan menjadi tinggal Rp 1,6 miliar per bulan. Penyebabnya: kemampuan masyarakat membayar iuran sudah ngos-ngosan. Soalnya, yang selama ini rajin membayar iuran adalah masyarakat di kampung-kampung. Sedangkan masyarakat di perkotaan dan kelas menengah atas jarang membayar iuran, dengan berbagai dalih—antara lain belum ada undang-undang yang mengaturnya. Sekarang, rakyat desa yang polos itu lagi kesusahan. Uangnya lebih ditujukan pada kebutuhan hidup. Jadi, akan bangkrutkah TVRI? "Bangkrut sih tidak," kata Aziz, "Kami semua akan berusaha mencari jalan keluar sebaik-baiknya." Untuk itulah TVRI membentuk suatu tim penyelesaian utang. Ketuanya Sekretaris Jenderal Departemen Penerangan I.G.K. Manila. Tim inilah yang sekarang sibuk menegosiasi pemilik televisi swasta agar soal utang itu terselesaikan. Jika cara ini gagal juga, "Kami baru mempertimbangkan upaya hukum sebagai pilihan terakhir," ujar Aziz. Walhasil, TVRI agaknya mesti tetap mengetatkan ikat pinggang. Wicaksono, Ahmad Fuadi, Hani Pudjiarti, Iwan Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus