Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada 15 November 2024 di Kantor Pusat Garuda Indonesia, Tangerang, Wamildan Tsani Panjaitan secara resmi ditunjuk menggantikan Irfan Setiaputra sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Sebagai langkah awal, Wamildan Tsani berkomitmen untuk mengevaluasi aspek finansial dan operasional perusahaan. Rencananya, ia akan fokus pada percepatan ekspansi jaringan, peningkatan kualitas layanan, serta penguatan posisi Garuda sebagai maskapai nasional yang kompetitif dan sehat secara bisnis.
Sejarah penerbangan sipil Indonesia tidak terlepas dari peran penting Garuda Indonesia sebagai maskapai nasional. Garuda Indonesia memulai perjalanannya pada 26 Januari 1949. Pada saat itu, Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) meluncurkan layanan penerbangan komersial pertama dengan pesawat yang diberi nama Indonesian Airways.
Pesawat tersebut disewakan kepada pemerintah Burma untuk mendukung perjuangan diplomatik Indonesia. Namun, setelah berlangsungnya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949, operasional Indonesian Airways dihentikan. Seluruh pesawat beserta awaknya kemudian kembali ke Tanah Air pada tahun 1950.
Tak lama kemudian, Indonesia menerima aset dari pemerintah Hindia Belanda, termasuk maskapai penerbangan KLM-IIB (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij-Inter-Insulair Bedrijf).
Melalui perundingan yang berlangsung pada 21 Desember 1949, pemerintah Indonesia dan KLM sepakat untuk mendirikan maskapai nasional. Maskapai ini diberi nama Garuda Indonesian Airways (GIA) oleh Presiden Soekarno, yang terinspirasi dari puisi karya Sutan Takdir Alisjahbana. Puisi tersebut menggambarkan burung Garuda sebagai simbol kebanggaan dan kekuatan.
Garuda Indonesia memulai penerbangan perdananya pada 28 Desember 1949, sehari setelah Belanda mengakui kedaulatan RI. Dua pesawat Dakota DC-3 menerbangkan Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Jakarta, menandai awal perjalanan maskapai ini.
Pada tahun 1950, Garuda Indonesia menjadi perusahaan negara dengan armada 38 pesawat. Maskapai ini mencatat sejarah penting pada 1956 dengan penerbangan haji pertama ke Mekah dan pada 1965 membuka rute internasional ke Amsterdam.
Kini, Garuda Indonesia melayani lebih dari 60 destinasi global dan domestik. Bersama Citilink, bagian dari grupnya, Garuda mengoperasikan lebih dari 200 pesawat.
Garuda Indonesia telah dipimpin oleh sejumlah direktur utama sejak Emile van Konijnenburg hingga terakhir Wamildan Tsani yang membawa maskapai ini melalui berbagai tantangan dan perubahan. Setiap periode kepemimpinan menekankan aspek tertentu, mulai dari modernisasi armada hingga restrukturisasi finansial. Beberapa nama yang pernah menjabat adalah Emirsyah Satar, Arif Wibowo, hingga Irfan Setiaputra.
- Dr. Emile van Konijnenburg (1950–1954)
- Ir. Soetoto (1954–1959)
- Laksda (U) R. Iskandar (1959–1961)
- Kapt. Partono Parwitokusumo (1961–1965)
- Kapt. Soedarmo (1965–1968)
- Wiweko Soepono (1968–1984)
- Reyn Altin Johannes Lumenta (1984–1988)
- Moehamad Soeparno (1988–1992)
- Wage Mulyono (1992–1995)
- Soepandi (1995–1998)
- Robby Djohan (1998–1999)
- Abdulgani (1999–2002)
- Indra Setiawan (2002–2005)
- Emirsyah Satar (2005–2014)
- Muhammad Arif Wibowo (2014–2017)
- Pahala Nugraha Mansury (2017–2018)
- I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra (2018–2019)
- Fuad Rizal (2019–2020)
- Irfan Setiaputra (2020–2024)
- Wamildan Tsani Panjaitan (2024-Sekarang)
MICHELLE GABRIELA | MYESHA FATINA RACHMAN
Pilihan Editor: Rekam Jejak Wamildan Tsani, Bos Lion Air Jadi Direktur Utama Garuda Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini