Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DOKUMEN yang diserahkan PT Perusahaan Gas Negara Tbk kepada Komisi Badan Usaha Milik Negara Dewan Perwakilan Rakyat membuat Rieke Diah Pitaloka geram. Anggota Komisi BUMN DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini kesal terhadap sejumlah alasan perihal kinerja perusahaan gas itu, yang lima tahun terakhir sempoyongan.
Jawaban tertulis yang ia terima pada awal Februari itu tanggapan atas rapat dengar pendapat komisi dengan Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara dan sejumlah direktur utama BUMN beberapa hari sebelumnya. Alih-alih puas, Rieke menyemprit Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Ia meminta proses pembentukan induk usaha minyak dan gas dihentikan. Setidaknya ditunda sampai audit terhadap kinerja PGN tuntas.
Hal itu ia sampaikan di depan rapat dengar pendapat komisi bersama tim Direksi PT Pertamina (Persero) serta Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara Fajar Harry Sampurno, dua pekan lalu. Rieke menyoroti kinerja Perusahaan Gas Negara yang akan dialihkan menjadi anak usaha Pertamina. Terutama perihal laba dan pendapatan yang terus menurun, padahal asetnya bertambah.
"Ini bukan hanya soal kerugian, tapi siapa yang harus menanggung? Bagaimana penyelesaiannya?" kata Rieke kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Rieke menengarai direksi perusahaan gas menutup-nutupi masalah yang terjadi di dalam perseroan. Salah satunya mengenai inefisiensi investasi di sektor hulu yang justru memberatkan kinerja perseroan.
Yang ia maksudkan adalah kerugian pembangunan terminal terapung pengubah gas alam cair menjadi gas alam atau regasifikasi (float storage regasification unit/FSRU) Lampung yang dibangun pada 2014. "Dengan kondisi PGN yang sedang berdarah, tentu nanti memberatkan Pertamina," ujar Rieke.
Sebaliknya, Fajar Harry Sampurno mengatakan jebloknya kinerja terjadi karena harga beli gas yang mahal dan pembatasan harga jual. "Inilah waktu yang tepat untuk restrukturisasi," ucap Fajar.
Laporan keuangan Perusahaan Gas Negara per September 2017 menunjukkan total pendapatan US$ 2,97 miliar dan laba bersih US$ 102 juta. Nilainya merosot dibanding pada 2014, dengan pendapatan US$ 3,253 miliar dan laba bersih US$ 713 juta. Penyaluran gas PGN makin lunglai. Dari 1.716 juta standar kaki kubik per hari pada 2014 menjadi 1.599 juta standar kaki kubik per hari.
Anomali terlihat pada 2015-2016 saat kemampuan penyaluran gas meningkat menjadi 8 juta standar kaki kubik per hari. Namun, pada saat yang sama, pendapatan dan laba bersih perusahaan menurun. "Ada permasalahan yang tidak disampaikan oleh direksi," tutur Rieke saat rapat itu.
Berdasarkan jawaban tertulis PGN yang dikutip Rieke, merosotnya laba bersih PGN disebabkan oleh penurunan volume penjualan dan pengangkutan gas bumi. Menurut PGN, kenaikan harga beli gas bumi tidak diikuti penyesuaian harga jual gas bumi di pelanggan. Perseroan juga beralasan terjadi duplikasi infrastruktur dan pasar gas bumi pada wilayah eksisting oleh badan usaha lain sehingga mempengaruhi pendapatan.
Rieke menilai rapor merah perseroan disebabkan oleh pembengkakan ongkos operasi lantaran pembayaran sewa FSRU Lampung serta kesalahan strategi manajemen dalam penempatan investasi sektor hulu hingga US$ 1,4 miliar pada 2014 oleh Saka Energi Indonesia-anak usaha Perusahaan Gas Negara.
Sejak selesai dibangun, operasi FSRU Lampung tidak optimal. Namun perusahaan harus membayar sewa lebih dari US$ 90 juta. "Penyebabnya adalah tidak ada kontrak komersial dengan pelanggan," ujar Rieke. "Khususnya Perusahaan Listrik Negara lantaran mahalnya biaya penyimpanan dan regasifikasi." Perusahaan Gas Negara berpotensi mengalami kerugian lebih dari US$ 1,6 miliar selama 16 tahun sisa kontrak bila FSRU Lampung tak juga dioperasikan.
Ia juga meminta kegiatan investasi hulu oleh Saka Energi diaudit. Perusahaan itu kini merugi US$ 10 juta. "Pembelian blok migas sangat terburu-buru dan tanpa mitigasi risiko."
Seorang pejabat Pertamina yang hadir dalam rapat dengar pendapat itu baru tahu bahwa kinerja Saka Energi negatif. PGN, menurut dia, selalu mengelak memberikan transparansi data kinerja Saka selama proses pembahasan pembentukan holding migas. "PGN selalu bilang itu perusahaan baru, jadi tidak bisa kasih data."
Tak lama setelah rapat tersebut, Pertamina akhirnya melayangkan surat kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara agar uji tuntas dilakukan secara transparan. "Kami meminta dukungan penuh dari pemegang saham agar ini terbuka seluruhnya." Permintaan itu juga untuk memperjelas potensi beban utang yang harus ditanggung PGN pada masa mendatang.
Presiden FederasiSerikat Pekerja PertaminaBersatu Noviandri sepakat agar Pertamina menggelar uji tuntas sebelum inbreng saham dilakukan. "Kalau perlu, investasi-investasi PGN dihentikan dulu," kata Novi.
Bila dibandingkan dengan perusahaan sejenis, rapor keuangan PGN hampir setara dengan anak perusahaan Pertamina, PT Pertamina Gas atau Pertagas. Dengan aset per akhir Desember 2017 mencapai US$ 1,92 miliar, laba bersih perusahaan mencapai US$ 141 juta. Adapun aset PGN US$ 1,81 miliar dan laba bersihnya US$ 143,1 juta.
Direktur Utama PT Pertamina Gas Suko Hartono mengatakan integrasi bisnis yang kelak dijalankan dalam satu induk usaha diharapkan mampu mendongkrak laba perusahaan gas. Sebelum integrasi berjalan, Suko menyebutkan, Pertamina harus mampu memangkas aset-aset infrastruktur Saka Energi yang dianggap memboroskan. "Paling tidak busuknya tidak menggerombol," ucap Suko.
Fajar Harry Sampurno yakin buruknya kinerja PGN kelak dapat dibenahi direksi Pertamina. "Tentu tidak memberatkan induknya," tuturnya. "Temuan ini bisa jadi masukan untuk dibenahi." Uji tuntas Pertamina terhadap PGN, menurut Fajar, tak wajib dilakukan. Sekretaris PGN Rahmat Hutama tak merespons pesan dan panggilan telepon Tempo ihwal rencana uji tuntas ini.
Saat ini, Pertamina dan PGN masih menunggu terbitnya Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan nilai 57 persen penyertaan modal negara ke Pertamina. Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Dedi Syarif Usmanmengatakan Kementerian Keuangan menetapkan nilai tersebut berdasarkan usul dari Menteri BUMN yang berasal dari penilaian kantor jasa penilai publik. "Hasilnya berdasarkan pendekatan pendapatan, nilai saham dengan perusahaan sejenis, dan harga saham PGN di pasar," ujar Dedi.
Kementerian BUMN meminta kepada Kementerian Keuangan agar keputusan tersebut terbit pekan ini. "Nilai untuk porsi 57 persen saham itu mungkin Rp 38 triliun," kata Suko menaksir. Fajar tak menjawab terkait dengan nilai itu. "Saya belum tahu keputusannya." Setelah Keputusan Menteri Keuangan terbit, penandatanganan akta inbreng saham dapat dilakukan.
Rieke Diah Pitaloka berkukuh meminta proses pembentukan holding dievaluasi kembali. Ia berencana melaporkan indikasi kerugian dan markup Saka Energi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. "Jangan sampai penyakit di PGN menular ke Pertamina."
Putri Adityowati, Khairul Anam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo