TOPIK sigap mengakui kesalahannya dan segera minta maaf sambil menyatakan penyesalan. Minggu silam, majalah berita mingguan berumur 13 tahun itu diizinkan terbit kembali setelah hampir dua bulan terkena "pembekuan SIT" dari Departemen Penerangan. "Sava merunduk dan saya tidak patah," begitu ditulis B.M. Diah, 67, pemimpin redaksi majalah itu dalam editorial edisi pertamanya sesudah larangan terbit sementara dicabut. Pencairan SIT Topik setidak-tidaknya adalah satu di antara tiga tindakan serupa yang kini ditunggu orang. Jurnal Ekuin (JE), surat kabar yang menekankan isinya pada masalah ekonomi dan bisnis, setia menanti pencabutan larangan terbitnya yang hingga ini sudah berjalan 13 bulan. Majalah dwi-mingguan Expo, yang kena pembekuan SIT pertengahan Januari lampau, pun termasuk yang berharap. Tapi, untuk JE dan Expo, baik Dirjen PPG (Pembinaan Pers dan Grafika) Sukarno, S.H., maupun Menteri Penerangan Harmoko, menolak memberikan keterangan minggu lalu. Terakhir dilarang terbit, Topik justru lebih dulu mendapatkan izin bernapas kembali. Ini adalah pengalaman "pembekuan SIT" yang pertama bagi majalah itu. Tenaga redaksi yang sekarang, tampaknya, baru sama sekali. Diah tetap sebagai pemimpin redaksi. Wakilnya Drs. Soepeno Sumardjo. Kunto Wibisono menjadi redaktur pelaksana. "Hal yang meringankan Topik," kata Sukarno, "ada ah kesigapannya menyadari kesalahan sebelum pemerintah- mengambil tindakan." Soepeno Sumardjo, yang Februari lalu menjadi pemimpin umum majalah itu, memang buru-buru datang menemui Dirjen PPG Sukarno, membawa surat penyesalan B.M. Diah, sebelum Topik edisi 14 Februari 1984 yang dianggap bernada ingin mengobarkan pertentangan kelas itu mengundang teguran pemerintah. Pencabutan larangan terbit sementara ini terlaksana setelah Topik berjanji patuh aas beberapa syarat: tidak akan memuat tulisan yang dapat meresahkan masyarakat dan yang berisi fitnah terhadap pimpinan negara, akan mematuhi kode etik jurnalistik, ketentuan pemerintah, dan TAP MPRS 1966, yang melarang penyebarluasan ajaran komunis. Majalah Topik terbit sejak 24Januari 1971. Hingga Februari lalu oplahnya 15.000 eksemplar. "Pembaca kami adalah massa merdeka, atau mereka yang nasionalis, yang sebagian besar berada di Jakarta," kata Kunto Wibisono. Dan menurut B.M. Diah, edisi setelah penutupan sementara ini, yang dikerjakan minggu lalu, dicetak lebih banyak dari oplah yang dulu. Barangkali penerbitnya yakin, pasaran Topik akan lebih hangat setelah dua bulan tak muncul. Setelah dua bulan istirahat, majalah itu pun kian "gemuk". Dulu jumlah halamannya cuma 58. Edisi yang baru, muncul dengan 72 halaman. Juga ada rubrik baru: "Sisipan" - yang untuk pertama kali muncul diisi dengan cerita tentang Hannibal, pahlawan Karthago-Sebelum Masehi yang kesohor itu. Dengan mengambil soal listrik sebagai tema laporan utama, Topik dalam edisi setelah "pembekuan SIT" ini tampaknya lebih berhati-hati. Tetapi, hingga minggu lalu, belum tampak perkembangan baik bagi JE dan Expo. "Hanya Menteri Penerangan yang bisa menjawab," kata Sukarno tentang kedua media itu. Dan ketika dijumpai di ruang sidang Menko Polkam minggu lampau, Menpen Harmoko juga menghindar, sambil berkata, "Lebih baik tanyakan pada Pak Karno." JE, yang diterbitkan PT Sistim Multi Media (SMM) sejak 29 April 1981, dilanng terbit oleh Kopkamtib Maret 1983. Itu gara-gara surat kabar 12 halaman beroplah 15.000 eksemplar ini, pada tanggal 9 Maret 1983, menyiarkan berita tentang penurunan patokan harga ekspor minyak Indonesia, yang sebetulnya tak boleh dipublikasikan (off he record). Lantas, kemelut yang kemudian timbul di dalam perusahaan penerbit itu mempersulit upaya JE untuk terbit lagi. Ada dua Dihak dalam PT SMM yang mengajukan klaim pencairan SITJE. Deppen menolak kedua-duanya, sembari mengajukan syarat, mereka harus bersatu terlebih dulu. Tindakan Nurman Diah menjual seluruh sahamnya di PT SMM rupa-rupanya tak sejalan dengan kebijaksanaan Deppen. Tindakan itu, menurut Sukarno, dapat menimbulkan kesan bahwa orang lainlah yang menjadi penerbit JE. Tapi setelah Topik diizinkan terbit lagi, harapan Tri Widodo, pemimpin perusahaan penerbit JE sekarang, marak kembali. "Sejak satu setengah bulan lalu, masalah yang paling mengganjal buat pencairan SIT sudah tak ada," katanya. Bagaimana dengan Expo yang berhenti terbit sejak pertengahan Januari lalu, setelah menyiarkan serial laporan "100 milyarder Indonesia" ? Sondang P. Napitupulu, penanggung jawab sehari-hari Expo, mengatakan belum ada jawaban dari Deppen. Juga tak ada persyaratan yang diajukan. Sondang, yang masih terus menggaji 20 karyawannya hingga sekarang, mengaku tak berani lagi melihat pembukuan keuangannya kini. Sedangkan menurut Tri Widodo ia memang sudah tak membayar gaji karyawannya lagi. Sebagian dari mereka bahkan telah mendapat pekerjaan baru. Walaupun JE dan Expo terkena larangan terbit bukan karena menyiarkan ajaran komunis Topik tampaknya lebih beruntung. Kesigapan B.M. Diah - Ketua Dewan Pers - cepat mengakui kesalahan dan minta maaf agaknya telah menolong majalah itu, sehingga ia kembali menjumpai pembacanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini