Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Yang Memberi Warna Hitam

Penerbitan asing yang masuk ke indonesia disensor dulu oleh kejaksaan agung. banyaknya penyensoran ternyata membuka lapangan kerja baru. tak ada protes dari penerbitnya. (md)

4 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENINGKATAN penyensoran terhadap penerbitan asing yang masuk Indonesia belakangan ini ternyata membawa kesibukan baru pada agen penerbitan yang bersangkuan. Maklum penerbitan asing yang beredar di Indonesia cukup banyak juga. Majalah Time misalnya, yang untuk edisi di Indonesia dicetak di Hongkong, punya peredaran 17 ribu di sini separuhnya untuk langganan. Reader's Digest 15 ribu. Sedang Newsweek 10 ribu. Belum lagi puluhan suratkabar dan majalah lain yang berkisar antara ratusan sampai ribuan eksemplar tiap terbit. Di segi lain perkembangan politik Indonesia telah meningkatkan jumlah pemberitaan tentang negeri ini di pers internasional dan tidak semua berita itu dinilai positif oleh Pemerintah. Masih berita semacam itu benar-benar hitam. Disensor dengan cat hitam. Untuk itu si agen penerbitan asing harus memperkerjakan para karyawan khusus. Sebab hanya contoh bagian yang kena sensor yang datang dari Kejaksaan Agung. Sensor ternyata membuka juga lapangan kerja baru. Kerugian Apa saja yang dihitamkan? "Gambar yang bisa mengganggu ketertiban umum, misalnya gambar telanjang. Juga tulisan yang bernada menghasut, berita bohong tentang negara kita atau ulasan-ulasan yang merugikan kepentingan negara," kata Kepala Humas Kejaksaan Agung M.A. Tomasouw kepada Syarif Hidayat dari TEMPO. Penyensoran terhadap pers asing memang wewenang Kejaksaan Agung yang diatur melalui Penpres no.4 tahun 1963. Penyensoran sekarang ini dilakukan oleh suatu unit Kejaksaan Agung yang diketuai oleh Halim Nain. Caranya, setiap agen yang mengimpor barang cetakan itu harus mengirimkan beberapa eksemplar pada Kejaksaan Agung untuk disensor. Jika ada gambar atau tulisan yang dianggap perlu untuk dilarang, gambar atau tulisan itu diperintahkan untuk dihitamkan, ditutup atau disobek. Untuk menghindarkan kerugian, para agen majalah mingguan atau bulanan biasanya menerima lebih dulu beberapa eksemplar majalah untuk diserahkan pada Kejagung, karena khusus untuk majalah diperlukan surat izin edar dari instansi ini. PT Gunung Agung yang mengageni Time sejak 1958 misalnya, menyerahkan contoh majalah itu pada Kejagung hari Jum'at atau selambat-lambatnya Sabtu. Kalau isi majalah itu "bersih" dari tulisan atau gambar yang dianggap negatif, izin edar bisa keluar hari Sabtu atau paling lambat Senin. Setelah ada lampu hijau dan Kejagung bahwa Time edisi minggu itu boleh masuk, PT Gunung Agung segera mengirim teleks ke Hongkong, tempat pencetakan Time, untuk segera mengirim majalah tersebut walaupun resminya surat izin edar belum keluar. Cara ini ditempuh mengingat bea masuk majalah ini cukup tinggi. Untuk Time yang 17 ribu misalnya, bea masuknya setiap edisi 2 juta rupiah. Buta Inggeris Begitu Time sampai ke lapangan terbang Halim Perdana Kusuma kemasannya segera dipindah ke gudang PT Gunung Agung di Kwitang. Untuk ini di perlukan juga izin pindah dari Kejagung. Kalau izin edar disertai catatan bahwa ada tulisan atau gambar yang perlu dihitamkan, terjadi kesibukan baru di gudang ini. Sekitar 40 pekerja yang butabahasa Inggeris dan yang sebelumnya sudah diperiksa dan diteliti oleh petugas Kejagung harus mengecat hitam dan menempelkan kertas pada bagian yan harus ditutup. Selama bekerja dari pagi sampai jam 9 malam, mereka selalu dikawal dan diawasi sang petugas. Sesudah selesai, dilakukan penelitian sekali lagi. Baru sesudah itu majalah dapat diedarkan. Langganan boleh menggerutu terhadap kelambatan ini. Tapi buat Gunung Agung sendiri, itu tidak jadi soal, sebab biaya penghitaman semua ditanggung Time. Otak Lain majalah, lain pula koran. Ada belasan suratkabar asing yang tiap hari masuk Indonesia. Yang terbesar The Straits Times terbitan Singapura. Suratkabar ini pula yang paling cepat sampai di Halim, biasanya sebelum jam 10 pagi. Untuk koran tidak perlu izin edar dari Kejagung, kata Sajuti Bahtiar, asisten direktur Home Service A.H., distributor pers asing terbesar saat ini. A.H. mempunyai tim peneliti sendiri yang terdiri dari 5 orang, dan secara periodik timnya mengadakan konsultasi dengan Kejagung. Menurut Sajuti, tim ini bekerja dengan "tidak membabi buta." Tapi toh apa saja yang dinilai menjelekkan Pemerintah dihitamkan karena A.H. tidak mau ambil risiko. "Karena dipercayakan pada kami, kami malah lebih hati-hati. Hampir semua yang tertulis, termasuk iklan kami baca," kata Sajuti pada wartawan TEMPO Widi Yarmanto. Tulisan yang dianggap "berbau Komunis," langsung saja disikat dengan cat hitam, walau sekarang gambar Mao Tse-tung tidak lagi ditutup seperti beberapa tahun yang lalu. Karena datangnya koran-koran ini tidak berbarengan, para pekerja yang berjumlah sekitar duapuluhan harus bekerja siang malam. Koran yang sudah diteliti dikirim contohnya pada Kejagung. Kalau semua beres, baru koran diedarkam Dan walau sensor dilakukan oleh distributor sendiri, menurut Sajuti belum pemah terjadi ketidak-cocokan dengan Kejagung. Protes? Protes dari penerbit asing sendiri tidak pemah ada, tetapi protes dari pembaca cukup banyak, kata Sajuti. "Kalau yang diprotes penghitaman pada majalah, dijawab itu weweng kejagung. Kalau koran, dicarikan alasan seperti isinya tidak benar, menghasut dan sebagainya." Hampir semua penerbitan asing yang disensor berbahasa Inggeris. Tapi bukankah pembaca kita yang bisa berbahasa Inggeris prosentasenya sangat kecil? "Memang. Tapi otaknya yang bisa menghasut orang untuk menimbulkan kerusuhan justru orang yang bisa bahasa Inggeris," kata M.A. Tomasouw.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus