AMERIKA Serikat bisa sulit juga. Mulai 1 April nanti, India aka
menghentikan seluruh ekspor monyet rhesus ke AS. Itu langsung
keputusan P.M. Morarji Desai.
Sebelumnya, pers India memberitakan tentang penggunaan sejumlah
kecil monyet India itu dalam percobaan senjata di Amerika. Ini
dianggap melanggar peranjian yang sudah berumur 22 tahun antara
India dan AS, yang tak membenarkan penggunaan monyet dalam
penelitian militer.
Menurut Boyce Rensberger, wartawan The New York Times, tahun
lalu sekitar 12 ribu monyet rhesus digunakan untuk penelitian di
Amerika. Hampir seluruhnya diimpor dari India. Tapi sebagian
besar monyet itu bukan digunakan dalam riset militer, melainkan
dalam penelitian kedokteran. Khususnya pengujian vaksin, yang
menyita hampir separo dari jumlah monyet India itu. Sebab
menurut undang-undang di AS. vaksin harus diuji duIu pada kera
atau monyet sebeIum boIeh diterapkan pada manusia. Kebanyakan
monyet itu menemui ajalnya dalam pengujian vaksin itu. Seorang
ahli primata (keluarga monyet dan kera) lulusan University of
California kepada TEMPO pernah mengutarakan taksirannya bahwa
setiap tahu "sekitar 300 ribu monyet rhesus yang dibunuh untuk
pengujian vaksin di Amerika."
Mungkin karena itu, secara bertahap kwota ekspor monyet rhesus
dari India sudah diturunkan oleh pemerintah-pemerintah di New
Delhi sekarang. Sampai 1973, para pemburu di India dengan
hebasnya menangkap monyet liar dari sekitar desa, ladang dan
hutan India, dan mengekspor sekitar 30 ribu monyet rhesus
setahun ke Amerika. Kemudian kwota ekspor diturunkan sampai 20
ribu ekor, dan antara tahun 1975 dan 1976 diturunkan lagi sampai
tinggal 12 ribu ekor.
Namun di samping alasan kelestarian alam itu, diduga juga ada
lain Morarji Desai, tulis Boyce Rensberger, seorang penganut
Hindu yang salih. "menentang pembunuhan hewan. berdasarkan
alasan-alasan keagamaan." Itu sebabnya ia marah sekali ketika
membaca laporan koran tentang penggunaan monyet-monyet itu untuk
menguji daya binasa senjata-senjata baru AS.
Memang betul, ada jenis-jenis binatang tertentu yang dianggap
suci di In dia. Terutama karena binatang itu memegang peranan
penting dalam agama dan mitologi Hindu. Misalnya lembu yang
dianggap binatang tunggangan Betara Guru, sang Maha Dewa. Juga
karena cerita Ramayana, ada kebiasaan untuk tak mengganggu
monyet-monyet yang di bawah pimpinan Hanoman telah membantu Sang
Rama, titisan Wishnu, dari daratan India ke pulau Srilanka. Di
sana malah ada juga "candi Hanoman."
Kebetulan memang ada sejenis monyet yang bernama "hanuman."
Jenis 'monyet daun' alias langur atau Presbytis itu berbulu
putih keperak-perakan dengan telapak tangan, kaki dan muka
berwarna hitam. Sementara ekornya yang panjang selalu melengkung
seperti busur di balik punggungnya. Jenis hanuman kecil inilah
yang paling dihormati oleh orang Hindu.
Malaysia Manolak
Mungkin dengan membonceng tradisi Hindu itu, pemerintah India
berusaha menyadarkan rakyatnya agar membantu perlindungan
kelestarian berbagai jenis monyet di sana.
Berbeda dengan India, pemerintah Malaysia tak terlalu berminat
melindungi monyetnya dari pembeli asing. Negara itu baru saja
menjadi alamat himbauan Liga Perlindungan Primata Internasional
(International Primte Protection League) serta Dana
Perlindungan Satwa Sedunia World Wildlife Fund), agar membatasi
atau melarang sama sekali jenis monyet macaque berekor panjang
yang di Sumatera lazimnya dikenal sebagai 'beruk'.
Himbauan IPPL dan WWF itu tak ditanggapi dengan positif oleh
pemerintah Malaysia. Malah sebaliknya. Kata seorang jurubicara
Departemen Suaka, Cagar Alam dan Taman Nasional "Malaysia
kepada wartawan AFP: "Monyet itu merupakan hama pengganggu bagi
para peladang. Karena itu, tak ada alasan untuk membatasi atau
menghapuskan ekspornya." Pejabat itu berpendapat, bahwa masih
cukup banyak beruk hidup liar di hutan-hutan. Sehingga tak perlu
dikhawatirkan punah.
Kata beberapa sumber kepada wartawan kantor berita Perancis itu,
jumlah beruk yang diekspor melalui bandar udara antarbangsa
Kualalumpur sebulannya 'hanya' 150 sampai 200 ekor. Jadi setahun
antara 1800 sampai 2400 ekor. "Apalah artinya itu dengan
Indonesia, yang setiap tahun mengekspor hampir sejuta ekor
beruk?" ujarnya lagi.
Mungkin. Tapi keengganan pemerintah Malaysia untuk membatasi
ekspor beruk masih dapat digugat. Adanya serbuan beruk ke
ladang-ladang penduduk dapat dianggap pertanda menipisnya
persediaan makanan di hutan. Dan itu mungkin disebabkan oleh
penebangan hutan yang berlebihan. Sehingga keseimbangan alamiah
antara sang monyet dengan lingkungannya jadi pincang. Jadi belum
tentu karena perkembangan populasi beruk begitu meningkat dengan
pesat.
Apalagi monyet dan kera tidak berkembang-biak secepat serangga.
Berbagai jenis monyet itu baru dewasa dan mampu berkembang-biak
pada usia 4 sampai 6 tahun. Tapi meskipun lebih cepat dewasa
ketimbang makhluk yang lebih cerdas--manusia--umurnya juga lebih
pendek. Monyet rhesus batas usianya hanya 29 tahun. Orang utan
27 tahun, sementara gibbon hylobates) yang di Indonesia dikenal
dengan sebutan owa lebih pendek lagi usianya: hanya tahun.
Di samping itu, mereka hanya dapat berkembang subur dalam
wilayah yang cukup luas, yang kaya dengan pohon buah yang
tinggi. Seperti owa di cagar alam Tanjung Puting, Kal-Teng, yang
punya wilayah operasi seluas 45 hektar tempat pohon-pohon tumbuh
sampai setinggi 30 meter. Jadi siapa sebenarnya yang jadi hama?
Monyet bagi manusia atau manusia bagi monyet?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini