Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Yang Untung di jalan Tol Dalam Kota

Sejumlah warga, aktivis lingkungan, dan pemerhati transportasi menolak proyek enam ruas tol dalam kota. Lebih murah ketimbang membangun jalan biasa.

18 November 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota mulai mendapat perlawanan dari warga. Beberapa petisi berisi penolakan atas rencana itu pun beredar di dunia maya. Salah satunya petisi yang dibuat oleh Firdaus Cahyadi, aktivis lingkungan. Hingga Kamis siang pekan lalu, petisi itu telah diteken 2.984 penduduk Jakarta.

Petisi itu dikirim via surat elektronik kepada Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Wakil Menteri Hermanto Dardak, dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. "Proyek ini tidak berpihak pada angkutan massal," kata Firdaus, Kamis pekan lalu.

Proyek jalan tol senilai Rp 41,7 triliun itu, menurut Firdaus, hanya memanjakan warga kelas menengah atas Jakarta, terutama pengguna mobil pribadi. Industri otomotif dan properti termasuk yang bakal menangguk untung segunung jika proyek itu jadi digelar.

Bila berjalan menurut rencana, tahun depan tiang pancang proyek tersebut mulai ditanam. Proyek enam jalan tol tersebut masuk Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah DKI Jakarta 2011-2030 dan 17 langkah mengatasi kemacetan Jakarta yang diinstruksikan Wakil Presiden Boediono.

Berdasarkan kajian PT Pembangunan Jaya pada 2005, kemacetan lalu lintas terjadi akibat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tak sebanding dengan pertumbuhan ruas jalan. Untuk mengatasinya, penambahan jalan perlu digenjot. Dua tahun setelah kajian, Kementerian Pekerjaan Umum merestui pengerjaan proyek.

Toh, banyak pihak ragu proyek ini bisa menjadi obat mujarab mengurai kemacetan dalam jangka panjang. Selain Firdaus, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia DKI Jakarta Tri Tjahjono tegas menolak. "Solusinya, angkutan massal," ucap Tri.

Adapun pemerhati tata ruang Marco Kusumawijaya—sponsor petisi lain untuk menolak jalan tol dalam kota—menyoroti aspek dampak kesehatan. Mengutip data Komite Penghapusan Bensin Bertimbel, Marco menegaskan bahwa biaya kesehatan akibat pencemaran udara di Jakarta mencapai Rp 38 triliun per tahun.

Namun Hermanto Dardak menjamin polusi bisa diperkecil dengan menambah pohon di sekitar jalan dan memasang teknologi barier. Untuk menampung aspirasi membenahi transportasi umum, satu lajur tol kelak akan digunakan untuk bus yang dilengkapi halte. "Siapa bilang kami tidak pro-angkutan umum?" katanya.

Hermanto meyakini enam jalan tol itu bisa menambah kecepatan rata-rata kendaraan yang tahun lalu cuma 7 kilometer per jam. "Bisa jadi solusi sambil menunggu MRT dibangun."

Seirama dengan Hermanto, Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Transportasi Soetanto Soehodo menyatakan proyek jalan tol akan menambah rasio jalan-mobil yang saat ini hanya 6,3 persen. Padahal idealnya 11 persen.

Pembangunan jalan biasa selama ini menghabiskan biaya besar untuk pembebasan lahan. Di sisi lain, ruang terbuka hijau perlu ditambah. Nah, enam jalan tol kelak akan dibangun di atas jalan raya sehingga bebas biaya lahan.

Sebagai pemilik 78 persen saham melalui BUMD, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun bakal menuai untung. Soalnya, konsorsium pemegang konsesi, PT Jakarta Toll Development, hanya perlu menyediakan dana 30 persen dari nilai proyek. Sisanya bisa meminjam dari bank. Soetanto juga memastikan proyek angkutan massal jalan terus. "Tender MRT berjalan dan segera datang 100 bus Transjakarta," katanya.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menampik tudingan bakal menuai untung dari proyek jalan tol itu. Asosiasi ini pernah merilis data bahwa penjualan mobil hingga Oktober lalu mencapai 923 ribu unit. Sebanyak 40-50 persen di antaranya terjual di wilayah Jabodetabek.

Tapi Gaikindo menolak jika penjualan kendaraan dianggap biang kemacetan Jakarta. "Itu karena angkutan umum tak manusiawi," ujar Wakil Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto.

Adapun kalangan pengusaha properti bersilang pendapat tentang gurihnya laba yang bakal mereka nikmati dari proyek jalan tol dalam kota. Wakil Ketua Bidang Properti Komersial Kadin Ikang Fawzi membenarkan nilai perumahan akan melonjak jika dekat jalan tol. Namun Ketua Realestat Indonesia Setyo Maharso menyatakan perumahan lama akan merugi. "Polusinya tinggi," ujarnya.

Amandra Mustika Megarani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus