Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menimbang Tol Gaya Jokowi

Gubernur Joko Widodo tidak sreg dengan proyek enam ruas tol dalam kota Jakarta. Pemegang konsesi siap menyesuaikan diri.

18 November 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPANJANG pekan lalu, nada suara Gubernur Jakarta Joko Widodo berubah ketus tiap kali menyinggung rencana pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota. Terlihat jelas, Jokowi tidak sreg dengan proyek senilai Rp 41 triliun itu.

Dia menilai pembangunan jalan tol tidak sesuai dengan kebijakan transportasi massal. "Tol hanya mengakomodasi pemilik mobil," katanya seusai rapat tentang perumahan rakyat, di kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Rabu pekan lalu. Jokowi berkukuh bahwa, "Mengatasi kemacetan itu dengan kebijakan, bukan dengan infrastruktur."

Sikap keras Jokowi membuat banyak pihak tertegun. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Achmad Gani Gazali tak bisa memastikan apakah perlu persetujuan resmi lagi dari Gubernur Jakarta untuk melanjutkan pembangunan jalan tol itu. Soalnya proyek tersebut awalnya usul pemerintah DKI Jakarta. "Belum pernah ada kejadian seperti ini," katanya.

Jalan tol lingkar dalam Jakarta telah digagas sejak 2004. Wakil Menteri PU Hermanto Dardak menuturkan pemerintah DKI Jakarta mengajukan diri sebagai pemrakarsa proyek ke kementeriannya. Kondisi lalu lintas Jakarta yang kian memprihatinkan menjadi dasar usul itu.

Berdasarkan Study on Integrated Transportation Master Plan (Sitram) Japan International Cooperation Agency (JICA), rata-rata kecepatan perjalanan di Ibu Kota tak sampai 20 kilometer per jam, dan diperkirakan terus melambat dari tahun ke tahun. Kecepatan pemerintah membangun jalan, menurut Hermanto, tidak seimbang dengan pertumbuhan ekonomi.

JICA dan Bappenas, pada 2010, mengestimasi kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jakarta Rp 65 triliun per tahun. Kerugian itu terdiri atas biaya operasional kendaraan Rp 28,1 triliun dan kerugian nilai waktu perjalanan Rp 36,9 triliun. Pada beberapa ruas jalan, hanya 40 persen merupakan waktu bergerak dan sisanya kendaraan terhenti akibat macet.

Pada 2007, Menteri PU Joko Kirmanto menyetujui usul pemerintah Jakarta dengan beberapa syarat, antara lain ada subsidi silang terhadap angkutan umum. Setelah pemerintah Jakarta sepakat, akhirnya pada 2010 Kementerian PU menyatakan persetujuan atas proyek tersebut.

Desain proyek jalan tol akan terdiri atas enam ruas, yakni Kemayoran-Kampung Melayu (9,6 kilometer), Kampung Duri-Kampung Melayu (11,4 kilometer), Sunter-Rawabuaya-Batu Ceper (22,9 kilometer), Sunter-Pulo Gebang-Tambelang (25,73 kilometer), Pasar Minggu-Casablanca (9,5 kilometer), dan Ulujami-Tanah Abang (8,27 kilometer). Total panjang tol itu sekitar 70 kilometer.

Semua ruas tol itu rencananya akan berupa jalan layang. Jalan bebas hambatan ini akan menghubungkan lima wilayah di Jakarta dan terkoneksi dengan jalan tol lingkar luar Jakarta, yang dioperasikan PT Jasa Marga Tbk.

n n n

PADA saat tender prakualifikasi pertama, September tahun lalu, Badan Pengatur Jalan Tol mencatat ada 30 perusahaan mendaftar. Tapi satu per satu mundur, dan yang memasukkan dokumen cuma dua perusahaan, yakni PT Nusantara Infrastructure Tbk dan PT Jakarta Tollroad Development—konsorsium badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta.

Pada November 2011, BPJT mengumumkan hanya satu peserta yang lulus tahap prakualifikasi, yakni Jakarta Tollroad Development. Nusantara Infrastructure dinyatakan tidak lulus karena ekuitasnya kurang memadai. Kepala BPJT Achmad Gani Gazali menuturkan nilai proyek tol dalam kota ini superjumbo. Perusahaan pemenang harus punya modal sendiri 30 persen, sekitar Rp 12 triliun. Sisanya bisa dipenuhi melalui pinjaman bank.

"Karena peserta tinggal satu, kami melelang ulang," kata Achmad Gani kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Lima perusahaan mendaftar pada lelang kedua, November tahun lalu. Mereka antara lain Welspun India Limited, China Toll Road Corporation, Shang Yong, dan Jakarta Express Link. Lagi-lagi peserta mundur satu per satu, hingga hanya tersisa Welspun. Itu pun tak lulus prakualifikasi karena syarat ekuitasnya tak terpenuhi. Maka Jakarta Tollroad melenggang sendirian.

"Kami minta izin Menteri untuk tidak melanjutkan lelang, dan menetapkan Jakarta Tollroad sebagai pemenang, tapi dengan negosiasi," Achmad Gani menambahkan. Perundingan pun digelar antara BPJT dan Jakarta Tollroad. Poin yang dinegosiasi antara lain nilai konstruksi, tahap pelaksanaan, suku bunga yang diterapkan, dan tingkat pengembalian.

Dari perundingan itu, nilai proyek bisa ditekan dari Rp 43 triliun menjadi Rp 41,17 triliun. Adapun total panjang jalan 69,77 kilometer. Pada 26 September 2012, terbit Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum yang menetapkan Jakarta Tollroad sebagai pemegang konsesi enam ruas tol lingkar Jakarta.

Perusahaan itu diberi waktu tiga bulan hingga 26 Desember 2012 untuk membentuk badan usaha, termasuk menyusun dokumen perencanaan, kerangka acuan untuk analisis dampak lingkungan. Dan akhirnya penandatanganan perjanjian pengusahaan jalan tol.

Direktur Utama Jakarta Tollroad Frans Sunito mengatakan perusahaannya se­dang­ menyiapkan semua persyaratan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan. "Kami akan mengikuti kebijakan pemerintah, apabila ada hal-hal yang perlu disesuai­kan," ujarnya.

Mantan Direktur Utama PT Jasa Marga itu tidak khawatir terhadap masalah pembiayaan. Perbankan dalam negeri, menurut dia, siap mendukung. Belakangan perbankan nasional memang kerap mendanai proyek infrastruktur. Jalan tol Cikampek-Palimanan, misalnya, melibatkan belasan bank yang dipimpin BCA dan BPD DKI Jakarta.

Achmad Gani menambahkan, proses pembangunan jalan tol dibagi menjadi tiga tahap, mempertimbangkan faktor pembiayaan perbankan. Proyek senilai Rp 41 triliun itu tidak bisa dibiayai sekaligus. Karena itu, dibuat bertahap, hingga 2020. Targetnya, awal tahun depan perjanjian jalan tol bisa diteken, sehingga konstruksi bisa dimulai pertengahan 2013.

Jalan tol tersebut, menurut Achmad, dirancang tiga lajur, satu di antaranya untuk busway. Plus satu lajur tambahan khusus di tempat pemberhentian yang tidak mengganggu arus lalu lintas. Dari pemberhentian itu, penumpang bisa turun ke jalan arteri yang ada di bawah. "Jadi terintegrasi."

Jarak antarpemberhentian, menurut Achmad, dibuat jauh, sekitar 5 kilometer. Angkutan umum di jalan tol itu memang ditujukan untuk melayani penumpang jarak jauh.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyambut baik penyediaan lajur khusus angkutan umum di jalan tol. "Kalau memang jadi jalur tol plus-plus, akan sangat menguntungkan," katanya kepada Tri Artining Putri dari Tempo.

Hingga Rabu pekan lalu, Jokowi mengatakan masih mengkaji proyek jalan tol dalam kota. Ia telah mendengar rencana Kementerian PU yang akan menyiapkan lajur khusus bagi angkutan publik, meski belum menangkap sepenuhnya konsep tersebut. "Karena itu, saya tanyakan, ini untuk tol atau elevated bus," ujarnya.

Jokowi justru pamer kebijakan baru untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Ada beberapa hal yang akan ditempuh, yang saat ini sedang dibahas Dinas Perhubungan. Antara lain evaluasi pelaksanaan 3 in 1 di sejumlah ruas jalan Ibu Kota, rencana membatasi tahun pembuatan kendaraan bermotor, dan pembatasan kendaraan berdasarkan pelat nomor. "Semua dikaji dari segi sosial dan ekonomi," katanya.

Retno Sulistyowati, Dimas Siregar


Megaproyek Tol Lingkar Dalam Kota Jakarta

Tahap I

  • Mulai Juni 2013 | Investasi Rp 17,13 triliun Panjang 29,67 km | Target Desember 2016

    Tahap II

  • Mulai Juni 2016 | Investasi Rp 13 triliun Panjang 22,25 km | Target Desember 2018

    Tahap III 1 2

  • Mulai Juni 2018 | Investasi Rp 11,37 triliun Panjang 17,86 km | Target 2020

    Rp 41,17 triliun

  • Investasi Megaproyek Tol Lingkar Dalam Kota Jakarta

    69,77 kilometer Panjang

    Pemegang konsesi

  • PT Jakarta Toll Development
  • Konsorsium PT Jakarta Propertindo
  • PT Pembangunan Jaya l PT Jaya Konstruksi
  • PT Pembangunan Jaya Tol
  • PT Jaya Ancol l PT Jaya Real Properti
  • PT Wijaya Karya Tbk l PT PP
  • PT Adhi Karya Tbk l PT CMNP Tbk
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus