Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DOKTER Binsar Sitanggang benar-benar mendapat hadiah Lebaran yang mantap. Ahli kandungan dari Rumah Sakit Abdul Manan Simatupang, Kisaran, Sumatera Utara, itu tak menyangka harus mengeluarkan bayi seberat 8,7 kilogram dan panjang 62 sentimeter, sehari setelah Idul Fitri lalu.
Sungguh menegangkan. Binsar harus tiga kali memperlebar potongan bedah caesar pada perut Bainim, sang ibu asal Desa Bulan-bulan, Kabupaten Batubara. Awalnya, Bainim disayat 16 sentimeter, setelah ibu berusia 31 tahun itu tak kuat menahan sakit. Namun sayatan tersebut masih belum cukup. ”Semula saya mengira yang lahir bayi kembar,” ujar Binsar.
Proses persalinan juga tak mudah: hampir satu jam lamanya—biasanya untuk bedah caesar hanya beberapa menit. ”Saya kaget bukan kepalang, bayi itu setara dengan bayi delapan bulan,” ujar Binsar yang masih terheran-heran walau operasi sudah lewat dua pekan. Sang ibu pun mengaku hampir pingsan melihat anak ketiganya itu.
Setelah lahir, si jabang bayi yang diberi nama Muhammad Akbar Risuddin segera ditaruh di ruang pengawasan khusus bayi, yang biasa digunakan untuk bayi yang terlalu besar, terlalu kecil, atau yang ada kelainan. Mereka mendapat pengawasan ketat 24 jam. Beruntung, bayi Akbar tak menunjukkan kelainan dan sehat saja, hingga pekan lalu.
Ternyata Akbar tidak sendiri. Dua kakaknya juga tergolong bayi besar, tapi lahir tanpa operasi. Nikmah, yang saat ini berusia sembilan tahun, lahir dengan bobot 5,3 kilogram. Adiknya, Firman, delapan tahun, lahir dengan berat 4,5 kilogram. Bainim pun bertubuh tambun meski, menurut Binsar, faktor genetik bukan merupakan penyebab bayi lahir raksasa. ”Penyebabnya, si ibu mengalami peningkatan kadar gula darah selama kehamilan atau diabetes gestasional,” ujar dokter.
Dokter Binsar menduga sumber dari peningkatan gula dalam darah Bainim akibat penggunaan alat kontrasepsi hormonal tertentu dengan kadar progestin androgenic tinggi—yang memicu diabetes—beberapa tahun sebelum hamil. ”Diabetes jenis ini hanya pada ibu hamil. Setelah melahirkan, kadar gula darah kembali normal karena sifat diabetes ini temporer,” katanya.
Bainim membenarkan dugaan dokter. Menurut dia, setelah melahirkan anak kedua, dia menggunakan alat kontrasepsi suntik. Hingga muncullah diabetes gestasional, yang berakibat berkurangnya kadar insulin. Kadar gula darah menanjak cepat, yang bisa menyebabkan pertumbuhan jantung bayi terganggu selama pembentukan organ-organ tubuh lain si janin.
Dampak lain diabetes gestasional adalah bayi jadi macrosomia atau bayi lahir lebih berat dan panjang. Untuk itulah, penting bagi si ibu untuk memeriksa rutin kadar gula darah selama hamil.
Bayi berukuran raksasa juga lahir di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, sebulan sebelumnya. Ibunya bernama Aminah, penduduk Desa Rongkarong, Kelurahan Gladak Anyar. Bayinya yang lahir normal semula dikabarkan memiliki berat delapan kilogram dengan panjang 75 sentimeter. Namun saat ditimbang mahasiswa Akademi Kebidanan Universitas Islam Madura, beratnya 5,8 kilogram. Bayi itu juga dikabarkan berada dalam kandungan selama 12 bulan dan tidak memiliki tali pusar. Namun hal itu dibantah Ketua Ikatan Bidan Indonesia di Pamekasan, Siti Kamarijah.
Bayi besar dengan berat 6,7 kilogram dan panjang 56 sentimeter juga lahir normal di Desa Jabiren Raya, Kabupaten Pulangpisau, Kalimantan Tengah, beberapa bulan sebelumnya. Proses kelahiran anak keempat pasangan Aisyah, 35 tahun, dan Muhtadin, 45 tahun, itu hanya didampingi seorang bidan pusat kesehatan masyarakat setempat.
Fenomena bayi besar atau macrosomia, menurut dokter ahli kandungan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Profesor Sofie R. Krisnadi, merupakan hal lumrah walau jarang terjadi. Di RS Hasan Sadikin, misalnya, dari 3.197 kelahiran tahun lalu, hanya 50 atau 1,6 persen ibu yang melahirkan bayi besar.
Di dunia, menurut pengamatan dokter obstetri ginekologi senior dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, walau belum ada riset khusus soal itu, faktor ras atau genetis ikut mempengaruhi munculnya bayi besar. Ras Hispanik paling sering memiliki bayi jumbo. Bobotnya lebih dari 4,5 kilogram atau 500 gram lebih berat daripada ukuran minimal bayi besar di sini. ”Di Indonesia, bayi dikatakan besar kalau beratnya empat kilogram lebih,” kata Prof. Sofie.
Bayi terberat lahir di Amerika Serikat pada 1939, dengan berat 13,26 kilogram, tapi hanya mampu hidup dua jam akibat kesulitan pernapasan. Di Ohio, Amerika, pada 1879, bayi lahir dengan berat 10,8 kilogram, cuma berumur 11 jam. Di Aversa, Italia, pada 1955, bayi lahir dengan persalinan normal dan selamat, beratnya 10,2 kilogram. Bayi dengan berat yang sama dilahirkan Christina Samane dari Afrika Selatan.
Rumah sakit rujukan se-Jawa Barat itu rata-rata menangani kelahiran satu-dua bayi besar tiap bulan. Bayi terberatnya pernah mencapai 5,6 kilogram dua tahun lalu. Tahun lalu semua bayi besar lahir selamat, begitu pula ibunya.
Berat bayi normal 2,5-4 kilogram dengan panjang 46-50 sentimeter. Lebih dari itu, kalangan medis menyebutnya sebagai bayi besar. Selain faktor genetis, penyebab lain bayi jumbo adalah riwayat diabetes dalam keluarga, bobot dan usia ibu hamil, serta paritas atau tingkat keseringan kehamilan.
Menurut Ketua Program Studi Fetomaternal di Bagian Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-RS Hasan Sadikin itu, pasca-melahirkan, si ibu juga berpotensi besar mengidap diabetes, begitu pula anaknya kelak. ”Si ibu sangat mungkin terkena diabetes kalau umurnya sudah lebih dari 40 tahun dan mengalami obesitas,” ujar Profesor Sofie.
Ahmad Taufik, Sahat Simatupang (Kisaran), Anwar Siswadi (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo