Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HAPPY Salma sama sekali tak happy sepulang berlibur di pantai. Kulit wajah dara 28 tahun ini mendadak bertaburkan komedo. Tergiur promosi, artis kelahiran Sukabumi ini segera membubuhkan krim muka merek terkenal seharga Rp 1,5 juta per botol.
Alih-alih mulus, kulit mukanya merah-merah, perih, dan mengelupas. ”Saya sampai kipas-kipas muka terus saking panasnya,” kata presenter beberapa acara televisi ini mengenang kejadian dua tahun lalu itu. Atas rekomendasi rekannya, Paramitha Rusady, ia pun berobat ke dokter kulit di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Kulit Happy pun kembali mulus dan licin. Tak mau musibah yang sama terulang, ia menyambangi dokter sebulan sekali. Sang bintang iklan juga kapok. Dia tak mau tergiur janji manis promosi kosmetik.
Sebaliknya, Ratih Ayuningtyas malah jera memakai produk kecantikan dari dokter. Perempuan 24 tahun ini punya pengalaman buruk dengan krim pemutih racikan dokter. Bukannya kinclong, wajah perempuan asal Bandung ini justru kering dan mengelupas. Padahal ibu rumah tangga ini sudah merogoh Rp 700 ribu pada kunjungan pertama. Mengira efek menyakitkan ini hanya sementara, ia tetap memakai krim yang sama. Dua pekan berlalu, kulitnya justru makin babak-belur.
Saat Badan Pengawas Obat dan Makanan menarik 27 merek kosmetik dua pekan lalu, Ratih sempat cemas. Dia khawatir terdapat zat-zat berbahaya dalam kosmetik yang pernah ia pakai. Dia pikir, produk yang bermerek saja bisa ditarik, apalagi yang tanpa label. Kini Ratih insaf. Dia beralih ke kosmetik lokal yang sudah lama terkenal di Indonesia dan mudah didapat di supermarket. Meskipun lebih murah, produk itu sudah jelas lolos uji Badan Pengawas.
Seperti diberitakan, Badan Pengawas menarik beberapa produk kosmetik dari pasar karena mengandung merkuri, asam retinoat, dan zat warna rhodamine. Alasannya, tentu saja, zat-zat tersebut berbahaya. Menurut Kepala Badan Pengawas, Husniah Rubiana Thamrin, pemakaian merkuri bisa menimbulkan efek ringan, seperti bintik hitam, alergi, dan iritasi, atau efek berat, seperti kerusakan permanen susunan saraf, otak, dan ginjal, serta gangguan perkembangan janin. Asam retinoat dapat mengakibatkan kulit kering dan terbakar atau kerusakan pada janin. Sedangkan rhodamine dapat menyebabkan kerusakan hati.
Begitulah, produk perawatan wajah bisa menjadi sahabat sekaligus ”penjahat” bagi kulit. Namun krim-krim yang dipercaya mampu mempercantik ini—termasuk memutihkan wajah—tetap dicari dan diburu perempuan. Sering kali keinginan menjadi cantik—juga putih—menutup kewaspadaan kaum Hawa terhadap kemungkinan terselipnya zat-zat berbahaya. Apalagi kosmetik itu didukung iklan dengan bintang-bintang berwajah ayu tanpa cacat. Bisa dipastikan, peringatan yang dikeluarkan Badan Pengawas kali ini jelas bukan yang pertama kali, bukan juga yang terakhir.
Jadi yang terpenting adalah mendapat pemahaman yang benar tentang wajah. Susunan kulit muka sebetulnya sama dengan bagian tubuh lain, yaitu terbagi menjadi tiga lapisan. Bagian terluar adalah kulit ari (epidermis), yang mengandung sel penghasil pigmen (melanosit) dan sel pelindung sistem kekebalan kulit. Lapis kedua adalah jangat (dermis), berisi pembuluh darah dan getah bening, ujung saraf perasa, kelenjar keringat, dan akar rambut. Di dasar adalah jaringan ikat di bawah kulit (subcutis), yang mengandung jaringan lemak, sebagai cadangan makanan dan penahan suhu badan.
Namun, karena kulit muka selalu dilihat sebagai ”etalase”, kecantikan wajah mendapat perhatian ekstra. Apalagi kualitas kulit wajah tak cuma memenuhi fungsi estetika, tapi juga menjadi ukuran kesehatan seseorang. Tridia Sudirga, spesialis dermatologi (ilmu tentang penyakit dan kelainan kulit), menyatakan wajah berperan sebagai ”cermin” yang merefleksikan kelainan atau penyakit di bagian tubuh lain.
Tridia melanjutkan, kebanyakan zat dalam produk pemutih wajah bekerja di bagian epidermis. Misalnya merkuri, yang bisa memutihkan kulit dalam waktu singkat, bahkan sampai putih berlebihan atau chalky white. Namun logam air raksa itu memutihkan kulit dengan cara menghilangkan ”pabrik” pembuat pigmen di dalam kulit.
Padahal melanosit atau sel penghasil pigmen berfungsi melindungi kulit dari sinar matahari. Bila seseorang tak memiliki pigmen melanin, kerusakan kulit akibat sinar matahari pun makin cepat terjadi. ”Kerusakan membran kulit ini akan diikuti kematian sel yang dapat berujung kanker kulit,” kata dokter di Klinik VIP Pusat Kedokteran dan Kesehatan Markas Besar Kepolisian Indonesia ini.
Itu bukan berarti sinar matahari merupakan musuh kulit. Sejatinya, ungkap dokter lulusan Universitas Indonesia ini, cahaya surya memiliki efek kalorifik—menghangatkan kulit dan memperlebar pembuluh darah—serta membantu pembentukan vitamin D pada kulit. Tentu saja semua ini harus dalam batas tertentu. Jika kulit terlalu lama, sering, dan terus-menerus terhajar sinar matahari, sinar ultraviolet di dalamnya bisa berbalik jadi jahat. Efeknya antara lain kulit terbakar, pigmentasi tak normal, penurunan sistem kekebalan kulit, kerusakan membran sel kulit, dan kanker.
Istilah pemutih (whitening) sebetulnya tak dikenal dalam dunia kedokteran. Menurut Tridia, yang juga editor tamu di sebuah majalah kesehatan, yang ada adalah pencerah (lightening). Zat itu biasanya digunakan untuk terapi orang dengan kelainan pigmen. Itu pun dengan syarat mempertimbangkan riwayat kesehatan pasien dan keluarganya sebelum menjalani terapi ini. Jadi pemutih atau pencerah sama sekali bukan krim ajaib yang bisa simsalabim memutihkan wajah siapa pun.
Salah satu zat yang dipakai sebagai bahan pencerah adalah asam retinoat—salah satu zat berbahaya yang ada dalam produk yang ditarik Badan Pengawas Obat dan Makanan. Menurut Tridia, asam retinoat memang kerap diresepkan dokter untuk pengobatan jerawat, pembaruan sel, dan pengelupasan kulit. Namun, karena zat ini tergolong berisiko tinggi, pemakaiannya mesti di bawah kontrol dokter.
Masalahnya, banyak produk kosmetik mengandung asam retinoat yang dijual bebas. Padahal kebutuhan dan daya tahan setiap orang terhadap zat ini berbeda. Selain itu, karena retinoat mengandung fototoksik (iritasi bila kena sinar matahari), sebaiknya dipakai di malam hari. Kalaupun digunakan pada siang hari, harus dibarengi penggunaan tabir surya yang cukup agar tak memicu penyakit kulit.
Sayangnya, kesadaran akan keamanan produk kosmetik masih relatif rendah. Tridia, yang juga dokter di pusat perawatan kulit di Kemanggisan, Jakarta Barat, mencontohkan kasus yang kerap ia jumpai di kliniknya. Misalnya mereka yang terlalu agresif mencuci muka dengan sabun. Bukannya bersih, kulit mukanya malah kering, perih, dan terkelupas. Ada juga yang berlebihan memakai krim malam. Alih-alih halus, muka bisa kaku, perih, dan merah seperti udang rebus.
Andari Karina Anom, Cornila Desyana
Mengenal Muka Sendiri
Kulit Ari (Epidermis)
Lapisan kulit terluar yang mengandung sel penghasil pigmen (melanosit) dan sel pelindung sistem kekebalan kulit. Pigmen berfungsi memberikan warna pada kulit, melindungi kulit dari sinar matahari dan panas buatan, serta memperkuat daya tahan tubuh.
Kulit Jangat (Dermis)
Lapisan yang bertugas menjaga kekenyalan kulit. Terdiri atas serabut kolagen dan sejumlah sel untuk memperkuat otot. Di lapisan ini ada pembuluh darah dan getah bening, ujung saraf perasa, kelenjar keringat, kantong akar rambut, dan otot penegak rambut.
Jaringan Ikat di Bawah Kulit (Subcutis)
Mengandung jaringan lemak sebagai cadangan makanan, penahan suhu badan, dan sebagai bantalan yang berhubungan langsung dengan organ-organ di dalam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo