Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lima organisasi profesi menerbitkan Buku Pedoman Tata Laksana Covid-19 Edisi 4 pada Rabu, 9 Februari 2022. Buku itu berisi tata cara penanganan pasien Covid-19, mulai dari mengidentifikasi gejala, perawatan, sampai terapi obat maupun non-obat yang diperlukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lima organisasi profesi yang membuat buku pedoman tersebut adalah Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). "Isi buku pedoman ini sudah sesuai dengan rekomendasi profesi dan dapat dipakai pada kasus yang ringan sampai sedang, terutama untuk yang berisiko meningkatkan terjadinya perburukan," kata Ketua Umum PDPI Agus Dwi Susanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Buku Pedoman Tata Laksana Covid-19 Edisi 4 tak lagi tercantum empat obat dan satu terapi yang sebelumnya diterapkan untuk pasien Covid-19. Empat obat itu adalah Ivermectin, Klorokuin, Oseltamivir, dan Azithromycin. Ada pun terapinya adalah plasma konvalasen. Khusus Ivermectin, menurut Agus, dalam buku pedoman sebelumnya masih berstatus uji klinis.
Dokter Spesialis Paru Erlina Burhan menjelaskan, status uji klinis berarti bukan untuk pelayanan biasa kepada pasien. Kalaupun hendak digunakan untuk pengobatan, maka penggunaannya, menurut dia, harus mengikuti panduan khusus. Empat obat dan satu terapi tersebut, dia melanjutkan, dicoret dari buku pedoman tata laksana Covid-19 karena terbukti tidak bermanfaat. Bahkan, beberapa di antaranya justru memicu efek samping serius.
Ada obat dan terapi yang dicoret, ada pula obat yang tetap, dan obat baru dalam Buku Pedoman Tata Laksana Covid-19 Edisi 4 ini. Obat yang tetap adalah Remdesivir dan Favipiravir. Sedangkan obat antivirus untuk pasien Covid-19 adalah Molnupiravir dan Nirmatrelvir atau Ritonavir atau Paxlovid.
Berikut profil Molnupiravir dan Nirmatrelvir atau Ritonair atau Paxlovid yang tercantum dalam Buku Pedoman Tata Laksana Covid-19 Edisi 4.
- Molnupiravir
Obat antivirus oral Molnupiravir adalah obat antivirus oral kelompok prodrug analog ribonukleusida yang secara cepat dikonversi menjadi senyawa hydroxycytidine di dalam plasma. Gugus trifosfat pada senyawa ini akan berkompetisi dengan RNA polimerase virus. Kompetisi menyebabkan mutasi pada virus terakumulasi dengan setiap siklus replikasi, sehingga virus menjadi tidak aktif.
Studi preklinis menunjukkan Molnupiravir merupakan antiviral terhadap coronavirus. Studi pada mencit menunjukkan Molnupiravir dapat menghambat replikasi virus dan menghambat patogenesis penyakit yang disebabkan oleh virus corona. Selain itu, Molnupiravir juga dapat menghalangi secara total transmisi dari hewan yang terinfeksi SARS-CoV-2 ke hewan yang sehat.
Studi Fischer dkk menunjukkan Molnupiravir memiliki keamanan dan tolerabilitas yang baik. Efek samping yang dilaporkan di antaranya nyeri kepala, insomnia, dan peningkatan enzim transaminase. Namun efek samping lebih banyak dilaporkan pada kelompok plasebo dibandingkan kelompok Molnupiravir.
Manfaat Molnupiravir berdasarkan tinjauan pustaka sistematis yang dilakukan oleh Singh dkk, menunjukkan obat ini efektif untuk infeksi Covid-19 derajat ringan. Namun demikian kurang kurang untuk infeksi Covid-19 derajat sedang dan berat.
Dosis yang diberikan sebanyak 800 miligram per 12 jam selama lima hari. Indikasinya, pada pasien Covid-19 dewasa dengan gejala ringan sampai sedang memiliki faktor risiko untuk menjadi gejala berat apabila memiliki komorbid hipertensi, diabetes melitus, penyakit paru kronik, obesitas, dan lainnya. Adapun kontraindikasi pemberian Molnupiravir ada pada ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah 18 tahun. - Nirmatrelvir atau Ritonair atau Paxlovid
Nirmatrelvir atau Ritonair atau Paxlovid merupakan obat antivirus oral. Obat tersebut mengurangi angka rawat inap dan kematian berdasarkan analisis interim uji klinis fase 2/3 riset Evaluation of Protease Inhibition for COVID-19 in High-Risk EPIC-HR Patients.
Dosis Nirmatrelvir sebanyak dua tablet per 12 jam, sedangkan Ritonavir sebanyak satu tablet per 12 jam. Keduanya diberikan selama lima hari. Obat ini dapat diresepkan untuk pasien anak dengan usia lebih dari 12 tahun dan berat badan lebih dari 40 kilogram atau pasien Covid-19 dewasa dengan gejala ringan sampai sedang.
Kontraindikasi untuk orang yang merencanakan kehamilan, ibu hamil, dan ibu menyusui. Tidak disarankan mengkonsumsi obat ini dengan obat-obatan CPY3A clearance atau obat yang harus digunakan secara terus-menerus.
Baca juga:
Ivermectin, Oseltamivir, Azitromisin Dicoret dari Daftar Obat Covid-19
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.