Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Agar Aman Setelah Imun

Puluhan bayi meninggal setelah mendapat imunisasi dengan suntik. Pemberian vitamin K begitu bayi lahir bisa mencegahnya.

6 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seharusnya, ditusuk jarum suntik kecil untuk imunisasi hanya seperti "digigit semut", tak akan membuat perdarahan yang bisa merenggut nyawa. Tapi dokter Hindra Irawan Satari menemukan fakta berbeda. Jarum suntik yang kecil itu, dalam beberapa kasus yang ditemukannya, bisa sama berbahayanya dengan sebilah pisau.

Bulan lalu, Hindra menjadi doktor setelah berhasil mempertahankan desertasinya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penelitiannya mengenai apa yang terjadi setelah imunisasi diberikan kepada anak-anak dan bayi. Bahasa teknisnya "kejadian ikutan pasca-imunisasi", disingkat KIPI. Salah satu temuannya, puluhan bayi meninggal setelah imunisasi karena perdarahan yang tak kunjung berhenti.

Hindra melakukan penelitian di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur selama 2008-2010. Ketiga provinsi itu dipilih karena mempunyai target imunisasi tertinggi se-Indonesia. Di Jawa Barat, setiap tahun hampir satu juta dosis vaksin diberikan kepada bayi dan anak selama 2008-2010. Pada periode yang sama, Jawa Tengah dan Jawa Timur saban tahun menyiapkan lebih dari setengah juta dosis vaksin. Pemberian vaksin bisa dengan suntik ataupun tetes mulut.

Dalam penelitiannya, ia menemukan 345 kasus-sakit atau meninggal dalam satu bulan setelah imunisasi dan diduga karena imunisasi. Dari 345 kasus itu, 86 subyek masuk kategori serius. Indikasinya, antara lain, mereka harus menjalani perawatan di rumah sakit atau dalam kondisi kritis. Yang menyesakkan, 79 subyek (91,9 persen) meninggal. Usia penderita KIPI serius ini sebagian besar di bawah setahun, dan suntikan DPT/HB merupakan vaksin yang terbanyak diberikan kepada pasien yang meninggal.

Dari kasus yang serius, sepertiganya (29 kasus) didiagnosis mengalami kekurangan protrombin, yang merupakan faktor pembekuan darah. Tanda-tanda dari kekurangan zat pembeku darah itu adalah, anak mengalami perdarahan setelah imunisasi, diikuti dengan kekurangan darah yang parah, serta gejala perdarahan di lokasi suntikan. Gejala lain bisa berupa perdarahan kulit, muntah, kejang, pucat, kesadaran menurun, ubun-ubun besar menonjol, demam, dan sesak napas. Beberapa gejala itu mencuat lantaran terjadi perdarahan di otak.

Kekurangan protrombin terjadi karena bayi kekurangan vitamin K (tepatnya vitamin K1). Kenapa kurang? Bisa terjadi karena cadangan vitamin K di hati bayi masih rendah. Bisa juga lantaran ketika masih dalam rahim, transfer vitamin K dari ibu sangat terbatas. Ketika tubuh kekurangan protrombin, perdarahan sekecil apa pun, termasuk akibat ujung jarum suntik imunisasi, akan memberikan sinyal ke otak agar sistem pembekuan darah diaktifkan.

Tapi, karena pembekuan darah membutuhkan suplai vitamin K, dan vitamin ini ternyata tak mencukupi, proses pembekuan tak dapat dilanjutkan. Perdarahan tak bisa dihentikan. Pada kasus-kasus tertentu, perdarahan bertambah luas, bahkan sampai ke otak. Bila terlambat didiagnosis dan diterapi, akibatnya fatal: kematian.

"Kejadian KIPI karena kekurangan protrombin belum pernah dipublikasikan untuk ditanggapi secara serius," kata Hindra, yang juga menjadi anggota Satuan Tugas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Lantaran kekurangan vitamin K merupakan penyebab kekurangan protrombin, penanganan bayi baru lahir harus segera, disertai dengan pemberian vitamin K. Ketika dimintai konfirmasi, dokter Kirana Pritasari, Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan, menegaskan pemberian injeksi vitamin K pada bayi baru lahir sudah menjadi standar pelayanan untuk semua bayi dan menjadi program nasional. Bila bayi lahir ditolong oleh bidan atau dokter, vitamin K diberikan kira-kira satu jam setelah lahir, dan satu jam kemudian diberi imunisasi hepatitis B. "Sudah kami sosialisasi ke semua provinsi, kabupaten, dan kota madya," katanya.

Hindra mengakui adanya kebijakan itu. Menurut dia, sejak 2003, pemerintah sudah merekomendasikan penyuntikan vitamin K ke bayi baru lahir. Itu sebabnya, temuan adanya bayi yang mati pasca-imunisasi karena belum mendapat suntikan vitamin K sangat mengejutkan. Meski sudah sembilan tahun rekomendasi berjalan, kata Hindra, "Program ini belum menjangkau setiap pelosok daerah."

Pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir memang tidak sepopuler imunisasi dasar-hepatitis B, campak, polio, BCG, dan DPT. Itu sebabnya, banyak orang tua yang tidak tahu dan terkesan kurang peduli tentang pemberian vitamin K tersebut. Nah, mereka baru terkejut begitu tahu bahwa vitamin K sangat berperan dalam pembekuan darah pada bayi. "Orang tua harus mulai peduli. Tak ada salahnya mereka bertanya tentang vitamin K kepada dokter atau bidan yang membantu kelahiran bayinya," kata Hindra.

Dwi Wiyana


Cara Gampang Menghindari Maut

Untuk mencegah kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI), dokter Hindra Irawan Satari mengajukan kartu penapisan KIPI serius dalam disertasinya. Skor pengisian kartu ini akan menentukan apakah bayi yang akan diimunisasi masuk kategori KIPI serius risiko ringan, sedang, atau tinggi. "Itu usul yang bagus sekali dan layak diterapkan," kata dokter Julitasari Sundoro, salah satu penguji, yang juga konsultan di Global Alliance Vaccine Initiative.

  • Untuk KIPI serius risiko rendah dan sedang, imunisasi dapat langsung diberikan, misalnya di posyandu dan puskesmas pembantu.
  • Untuk KIPI serius risiko tinggi, imunisasi harus diberikan di tempat pelayanan kesehatan yang fasilitasnya lebih lengkap, misalnya rumah sakit.

    Fungsi vitamin K

  • Bayi baru lahir diberi suntikan vitamin K1 pada bagian paha kiri luar.
  • Bayi yang menerima imunisasi mengalami perdarahan.
  • Vitamin K1 mengandung protrombin yang dapat membekukan perdarahan.

    NoYaTidak
    Apakah penerima termasuk kategori usia bayi?1000
    Apakah tempat imunisasi di luar pelayanan kesehatan?1100
    Apakah pernah mendapatkan suntikan vitamin K-1?0112
    Apakah pelaksanaan imunisasi pernah dilatih0122

    Skor

  • < 100 Risiko rendah
  • 101-111 Risiko sedang
  • > 112 Risiko tinggi
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus