Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Blitar – Ampog atau nasi jagung ternyata bisa menyedot perhatian penikmat kuliner. Paling tidak, itulah yang terlihat di Warung Ampog Eka Rasa di Desa Kunir, Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemiliknya, Pak Supper, pun harus membatasi jam buka warung ampognya karena tenaganya tak mampu memenuhi permintaan pembeli. Di Blitar, ampog Eka Rasa memang sangat tersohor. Buka sebelum magrib hingga tengah malam, warung ini menjadi langganan masyarakat biasa hingga pesohor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain rasa ampognya yang istimewa, daya tarik lain bagi pengunjung adalah lauknya, di antaranya bader, kutuk, ayam, nila, gurami, lele, dan jendil. Jenis ikan terakhir paling laris dan lebih cepat habis dibanding ikan lain. Jendil adalah sebutan masyarakat Blitar untuk ikan patin. “Ampog jendil selalu habis duluan,” kata Pak Supper, yang dijumpai pada Rabu, 25 Juli 2018.
Warung Ampok Eka Rasa, Blitar. warung-ampok-eka-rasa.business.site
Semua jenis ikan itu diolah dengan kuah santan pedas, yang menggunakan cabai utuh di dalamnya. Cabai sebanyak 1 kilogram itu terlebih dulu direbus. Uniknya, tak ada satu biji pun yang tertinggal di cabai itu. Pak Supper juga tak pernah menambahkan merica untuk menambah rasa pedas. “Kalau dicampur merica, pasti ada yang sakit perut,” ujarnya.
Baca juga:
3 Kuliner Tradisional yang Tidak Boleh dilewatkan di Blitar
Wisata Blitar Ikut Dipromosikan Kirab Obor Asian Games 2018
Cara penyajian ampog dan ikan tawar ini juga mengundang selera. Satu piring penuh nasi ampog dibubuhkan daun singkong rebus, kemangi, dan irisan mentimun di atasnya. Ikan diletakkan sebelum diguyur dengan kuah pedas. Namun bisa dipisah jika tidak mau terlalu pedas.
“Semua orang mungkin bisa membuat ampog, tapi tak banyak yang memasak ampog dengan benar,” ucap Pak Supper. Rasa ampog Pak Supper cukup manis, tidak ada rasa pahit atau hambar seperti ampog pada umumnya. Ini berkat prosedur yang dipelajari dari ibunya, yang sudah memulai usaha pada 1985.
Prosesnya memang panjang. Diawali dengan memilih biji jagung pipil yang matang dan berkualitas bagus, jagung yang sudah dipecahkan itu direndam dalam air hingga delapan jam. Selain melunakkan jagung, perendaman ini untuk memisahkan bagian luar biji jagung.
Selanjutnya jagung ditiriskan dan diguyur dengan air. Setelah bersih, biji jagung tersebut dikukus menggunakan perapian tungku kayu. “Saya pernah mencoba memakai peralatan elektronik, bentuk dan rasanya berbeda,” tutur Pak Supper.
Dibantu istrinya, Pak Supper harus mengawal tungku perapian agar tak padam selama dua jam. Harga yang dibanderol tak mahal. Untuk satu porsi nasi ampog dengan tambahan ikan tak lebih dari Rp 10-15 ribu, bergantung pada jenis ikan yang dipilih.
Meski bertarif murah dan berada di jalan kampung dengan penampilan warung sederhana, pelanggan Warung Eka Rasa berasal dari mana saja, termasuk dari luar Blitar. Makin malam, pengunjung warung makin ramai.
HARI TRI WASONO