SEJANTUNG dan sehati terasa indah dalam kiasan, tapi memilukan dalam kenyataan. Setidaknya, hal itu dirasakan oleh pasangan muda Lakeberg, warga Amerika yang tinggal di Chicago. Putri mereka, Amy dan Angela, adalah kembar siam yang hanya memiliki satu jantung dan satu hati. Jantungnya pun tak nor-mal karena memiliki enam bilik. Dengan kondisi genting semacam itu, kembar siam tersebut lalu dioperasi akhir bulan lalu oleh tim dokter yang dipimpin Dr. James O'Neill, Jr. Angela diselamatkan, sementara Amy harus direlakan. Alasannya, jantung dan hati itu lebih melekat pada Angela. Namun, setelah dioperasi, jantung Angela tetap belum normal. Selain lebih besar, pembuluh aorta dan klep jantungnya lebih banyak. Maka, timbul perdebatan, apakah operasi ini pantas dilakukan. Persoalannya memang musykil karena menyangkut sejauh mana upaya mempertahankan kehidupan harus dilakukan. Jawabannya tak dapat dicari pada pertimbangan logika medis belaka, melainkan pertimbangan hati dan bagi sebagian orang iman. Itulah sebabnya jawaban yang ditawarkan para dokter merupakan segudang pilihan. Pilihan pertama sudah diajukan ketika usia kehamilan Nyonya Reitha Lakeberg memasuki pekan ke-13, Desember lalu. Saat itu dokter menyimpulkan bahwa bayi mereka kembar siam. Dengan alasan harapan hidup salah satu bayi kembar siam hanya 20 persen saja, dokter menganjurkan kandungan digugurkan. Pasangan Lakeberg yang sudah mempunyai anak perempuan berusia lima tahun ini menerima anjuran tersebut. Tapi belakangan, tekad Nyonya Reitha goyah. ''Hati saya tak mampu,'' kata penganut Katolik yang suaminya sedang menganggur ini. Maka, Amy dan Angela akhirnya dilahirkan melalui operasi caesar, 29 Juni lalu. Mengetahui jantung dan hati kembar siam itu menyatu, para dokter di rumah sakit Loyola University mengajukan pilihan kedua. ''Kami memohon, kedua bayi itu dilepas saja dari mesin pernapasan,'' ujar Dokter Jonathan Muraskas. Ia yakin, perawatan selanjutnya akan sia-sia saja. Ken Lakeberg setuju, tetapi istrinya keberatan. Maka, dikontaklah rumah sakit anak-anak di Philadelphia yang pernah mengoperasi 10 kembar siam. Akhirnya, pasien mungil itu diterbangkan dengan pesawat khusus ke Philadelphia. Perkara biaya, tampaknya, tak jadi soal. Rumah sakit Loyola dan Philadelphia menyumbang, begitu pula pemerintah AS. Jumlahnya miliaran rupiah, hingga sempat mengundang kritik masyarakat. ''Rakyat Amerika harus menerima kenyataan bahwa tak semua upaya menyelamatkan jiwa layak dilakukan,'' kata Arthur Caplan, pakar etika kedokteran di Universitas Minnessota. Protes Caplan berpangkal pada kenyataan bahwa teknologi kedokteran semakin maju dalam hal memperpanjang usia pasien, tapi biayanya pun semakin tinggi. Selanjutnya diperdebatkan berapa biaya yang layak untuk memperpanjang usia seseorang. Memang belum ada kesepakatan, tapi diperkirakan Rp 100 juta untuk menambah usia satu tahun. Inilah angka tertinggi yang diperkenankan asuransi, yaitu biaya cuci darah penderita penyakit ginjal. Namun, tak semua orang sependapat. ''Kalau ada yang ingin memilah-milah perawatan kesehatan berdasarkan ongkosnya, silakan saja,'' kata Dr. O'Neill. ''Tapi kami tak akan melakukannya,'' katanya lagi. Beruntunglah pasangan Lakeberg karena masih ada orang seperti Dr. O'Neill. Tapi nasib Angela sesungguhnya tak bisa dijamin dengan uang semata. Bambang Harymurti (Washington, D.C.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini