Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Acapkali orang tua shok mengetahui anaknya didiagnosis menderita epilepsi. Tetangga kiri kanan menghindar karena takut ketularan penyakit yang biasa disebut ayan itu. Teman-temannya di sekolah langsung lari ketakutan saat mengetahui dia kejang-kejang. Guru pun panik tak tahu harus berbuat apa.
“Padahal epilepsi bisa disembuhkan dan tidak menular,” kata Ketua Divisi Saraf Anak Profesor Elisabeth Siti Herini saat ditemui dalam sarasehan pembentukan Paguyuban Orang Tua dengan Epilepsi di Ruang Tito Alba Poliklinik Anak, Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito Yogyakarta, Sabtu, 10 Maret 2018.
Apabila mendapat penanganan yang tepat dan pengobatan rutin hingga 2-3 tahun, epilepsi bisa sembuh hingga 50-60 persen. Sedangkan prosentase pasien epilepsi yang harus mendapat pengobatan seumur hidup hanya 10-20 persen. “Kesembuhan tergantung penyebab dan tipe epilepsinya,” kata Herini. Baca: Diet Vegan Ampuh Atasi Diabetes, Ini Kata Pakar
Epilepsi ditandai dengan kejang secara berulang kali, bukan hanya sekali. Pemicunya adalah adanya kelainan pada otak. Bukan disebabkan faktor lain, seperti gangguan elektrolit, demam, diare hingga dehidrasi berat yang mengakibatkan gangguan elektrolit.
Epilepsi bisa dideteksi sejak bayi lahir maupun baru muncul ketika dewasa. Salah satu cara mendeteksinya melalui pemeriksaan EEG (elektroensefalografi) dengan merekam gelombang sel saraf elektrik pada otak. “Tiap 100 ribu anak ada 100 lebih anak yang epilepsi,” kata Herini.
Epilepsi pada bayi yang baru lahir bisa disebabkan faktor genetik, yaitu keturunan dari saudara dekat maupun jauh. Biasanya saat dilakukan EEG, kondisi otak normal. Bisa pula karena ibunya mengalami infeksi torch, yaitu infeksi yang disebabkan virus toksoplasma, rubella, cytomegalovirus (CMV) saat hamil. Dampak dari infeksi torch antara lain bayi yang lahir akan mengalami kecacatan, seperti kepala anak mengecil yang kadang disertai pengerutan otak akibat CMV. Juga bisa diakibatkan tumor otak yang diderita pada bayi. “Kalau kejangnya tidak ditangani, bisa merusak otak. Akibatnya bisa mengalami retradasi mental,” kata Herini. Baca: Usai Suntik Vitamin Kendall Jenner Ambruk, Ini Penjelasan Dokter
Tidak heran, kebanyakan kasus epilepsy ditemukan pada anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) karena ada kelainan struktural otaknya. Seperti anak yang menderita autis, mental retradasi atau idiot, kelainan fisik semisal mengalami infeksi otak, hiperaktif, juga down syndrome. Sedangkan epilepsi pada anak non-ABK biasanya disebabkan karena faktor genetik maupun idiopatik alias belum diketahui penyebabnya.
Sedangkan epilepsi yang diderita orang dewasa bisa disebabkan karena faktor genetik, kecelakaan yang mengakibatkan trauma kepala, atau pun infeksi otak dan tumor di kepala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini