Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Anak itu laki-laki

Untuk mendapatkan anak laki-laki, sperma y suami harus dipisahkan lebih dulu. lantas diinsiminasikan ke rahim untuk bertemu dengan sel telur istri. (ksh)

20 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK sudah berderet-deret. Tapi si ibu masih ingin hamil. Meskipun si ibu setuju KB, anak laki-laki yang ditunggu-tunggu belum kunjung datang. Kepercayaan atau adat-istiadat yang menyangkut perlu hadirnya anak laki-laki di tengah keluarga, terutama kuat sekali di daerah Batak. Juga pada keluarga keturunan Cina. Tapi sekarang jalan pintas untuk memperoleh anak laki-laki sudah terbuka. "Kalau memang ada yang berminat, kami bisa melayaninya," kata Rosila Herman, ahli biologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Teknik untuk mendapatkan anak laki-laki kelihatannya tidak terlalu rumit dan dapat dilaksanakan di setiap laboratorium biologi-reproduksi. Jenis seks seseorang ditentukan oleh adanya kromosom X dan Y. Di dalam air mani seorang laki-laki yang subur, terdapat dua jenis sperma: sperma X yang mengandung kromosom X dan yang satu lagi sperma Y yang mengandung kromosom Y. Sebaliknya pada ovum (telur) wanita yang subur hanya ada satu jenis kromosom yaitu X. Apabila terjadi pembuahan antara sperma X dengan ovum, maka embrio yang lahir akan berjenis kelamin perempuan dengan kromosom seks XX. Sedangkan pembuahan antara sperma Y dengan ovum akan menghasilkan embrio laki-laki dengan kromosom seks XY. Jadi untuk mendapatkan anak laki-laki, sperma Y sang suami harus dipisahkan lebih dulu. Lantas diinseminasikan ke rahim istri untuk merangkul telur yang memang sudah menanti di sana. Disaring Teknik pemisahan kedua jenis sperma itu dijelaskan Rosila Herman dan dr. Arjatmo Tjokronegoro dalam majalah kedokteran dan farmasi Medika (Februari 1982). Air mani laki-laki diperoleh dengan masturbasi dan ditampung dalam botol bersih bermulut lebar. Kemudian jutaan spermatozoa itu disaring melalui teknik yang disebut Human Serum Albumin Gradient. Ini termasuk memutar sperma itu dalam sebuah bejana dengan laju putaran 3600 kali per menit selama 15 menit. Sperma yang mengendap lantas disedot keluar. Disaring lagi dengan menggunakan putaran 2000 kali permenit selama 15 menit pula. Dengan menggunakan metode ini, dari penyelidikan terhadap 11 contoh air mani laki-laki yang subur, Rosila Herman dan Arjatmo Tjokronegoro menemukan persentase 72,18% sperma Y. Cara pemisahan sperma seperti itu sebenarnya sudah ditemukan sejak 1973. Tapi Rosila llerman, 34 tahun, asal Sumatera Barat itu menguasamya seJak tahun 1980. Dia pernah dilatih di Jepang selama setengah tahun. Selain sistem penyanngan seperti itu dunia kedokteran juga mengenal teknik Column Chromatography. Tetapi,ini nampaknya bukan yang diidam-idamkan para ahli kita, karena yang tersaring justru sperma X. Menurut Rosila teknik Human Serum Albumin Gradient (HSA-G) lebih menguntungkan. Karena selain menghasilkan sperma Y dalam jumlah banyak, daya pembuahannya juga lebih tinggi. Dmowski, seorang sarjana yang tertarik dalam masalah reproduksi manusia pernah menginseminasikan sperma yang sudah disaring dengan teknik HSA. Dari percobaan itu dia memperoleh 7 kehamilan normal. Dan setelah melahirkan, ternyata 5 adalah anak laki-laki. Sedangkan yang dua bayi perempuan. "Sampai sekarang belum ada teknik untuk mendapatkan sperma Y seluruhnya. Tapi menurut literatur kalau penyaringan air mani dilakukan lebih dari sekali, maka persentase sperma Y akan bertambah banyak. Bisa mencapai 85%," kata Rosila Herman kepada TEMPO. Itu berarti lahirnya anak perempuan menjadi jauh lebih tipis kemungkinannya. Namun dia berharap mereka yang berhasrat datang ke Bagian Biologi Ul jangan membayangkan dapat anak lakilaki dengan sistem ini seperti berbelanja barang di supermarket. "Diperlukan disiplin, karena inseminasi itu dilakukan sampai berkali-kali baru berhasil." Bagian Biologi UI yang terletak di alan Salemba itu sudah sejak 1970 terlibat dalam usaha membuat kehamilan dengan inseminasi. Tapi menurut seorang dokter di situ, hasilnya tidak tercatat dengan baik. Karena banyak peserta yang tidak muncul lagi. Dan tak jelas apakah mereka hamil atau tidak. "Kaburnya" para ibu-ibu yang mendambakan anak itu bisa dimaklumi, karena, seperti anggapan banyak dokter, "inseminasi ini adalah masalah yang masih terlalu peka buat masyarakat terutama bagi kalangan agama."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus