PENYAKIT bangkit dari rumah sakit. Itulah yang digambarkan Dr. Mujtahid Ahmad Djojosugito dalam disertasinya, Infeksi Luka Operasi Nosokomial. Ia lulus gemilang dan mendapat predikat cum laude. Gelar doktor diraih setelah disertasinya itu dipertahankannya Sabtu dua pekan lalu, di depan sidang terbuka Senat Guru Besar Universitas Indonesia yang dipimpin Rektor Prof. Sujudi. Disertasi tersebut merupakan penelitian selama empat tahun di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, sejak 1984. Mujtahid saat itu menjabat direktur keuangan di rumah sakit ini. Ia melakukan penelitian klinis, mikrobiologis, epidemiologis, dan manajemen pelayanan medis. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1966 ini, ketika ditemui di ruang prakteknya oleh wartawan TEMPO Achmad Novian di Bandung, baru kembali dari resepsi. Dokter Mujtahid terkenal biasa praktek sampai jam satu malam. Apa yang dimaksud infeksi nosokomial? "Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit," katanya. Kebanyakan karena rumah sakit tidak bebas bakteri. "Ada empat macam infeksi nosokomial yang menonjol, yaitu infeksi luka operasi (ILO), infeksi saluran kencing (ISK), infeksi saluran napas (ISN), dan bakteremia," kata Mujtahid. Penelitian di Amerika tahun 70-an menghasilkan angka kejadian infeksi nosokomial sebesar 5,7% pada penderita yang dirawat di rumah sakit. Dari referensi yang dibaca Mujtahid, setiap tahun terdapat 2,1 juta penderita infeksi ini. Berarti ini merupakan tambahan biaya perawatan sampai satu milyar dolar. Ayah lima anak ini kemudian menyebutkan bahwa infeksi luka operasi merupakan infeksi nosokomial terbanyak dan tersering setelah infeksi saluran kemih. "Umumnya karena rawannya kondisi penderita setelah menjalani operasi," ujarnya. Infeksi yang terjadi pada luka operasi, misalnya infeksi pada operasi kardiovaskuler, membuat katup dan pembuluh darah buatan. Dampaknya pada angka kematian sangat besar. ILO terjadi pada tiga minggu pertama pasca-bedah. Indikasinya bisa macam-macam, mulai dari panas badan, nyeri, sampai keluarnya nanah. Disertasinya itu merupakan hasil penelitian yang komprehensif. Belum pernah ada di Indonesia penelitian terhadap infeksi luka operasi yang selengkap ini. Dalam arti bahwa itu mencakup berbagai faktor yang menjadi dampaknya. Baik dari segi biaya, epidemi, klinis, pelayanan medis, maupun faktor usia. Ada 21 faktor yang diteliti Mujtahid Ahmad. Dari risiko yang paling rumit hingga dampak yang paling sederhana. Validitas penelitiannya tidak perlu diragukan karena ia melibatkan 800 sampel. Di Amerika, untuk penelitian semacam ini, dilibatkan 1.500 sampel. Angka 800 sampel adalah standar yang ditetapkan WHO. Setelah diteliti dan diuji statistik, ditemukan lima faktor utama: derajat luka, antibiotik yang digunakan, anemia, jumlah operasi, dan perawatan. "Hanya derajat luka dan jumlah operasi yang sama dengan hasil penelitian di Amerika. Sedangkan yang berbeda adalah perawatan. Ini mungkin karena di Amerika pelayanan sudah demikian baik," katanya. Dari lima faktor yang signifikan tersebut, ternyata perawatan bukan faktor yang terbesar. Ini tentu saja berbeda dengan anggapan sementara orang bahwa makin rendah kelas perawatan maka rendah pula derajat pelayanannya. "Saya terharu, ternyata dedikasi perawat dan petugas paramedis masih sedemikian tinggi, walau dengan upah yang kecil," tambah Mujtahid, yang juga dokter ahli bedah tulang itu. Dan yang ternyata paling dominan adalah faktor antibiotik. Ini berkaitan dengan kelas perawatan di rumah sakit. "Kuman yang setelah berkembang secara evolutif sekarang ini punya tingkat kekebalan sangat tinggi. Penemuan antibiotik tidak bisa mengejarnya," katanya. Sebab lain termasuk manajemen rumah sakit. Menurut Mujtahid, selama ini tidak ada kesamaan policy mengenai pemberian antibiotik di rumah sakit. Tiap-tiap dokter punya kebijaksanaan sendiri. Akibatnya, ya, bisa macam-macam. Misalnya antibiotik diberikan, tetapi kuman bertambah kebal terhadap antibiotik. Mengenai pemakaian antibiotik ini, ia harapkan ada ketegasan dari pemerintah. "Di Malaysia dan Singapura saja sudah ada ketentuan mengenai jenis antibiotik yang boleh dipakai pada kurun waktu tertentu," ujarnya. Pengawasan terhadap pelaksanaan operasi sekarang ini juga longgar ketimbang zaman antibiotik belum banyak. Dulu dokter-dokter demikian strict-nya bila hendak operasi, mulai mandi sampai pakai baju operasi yang benar-benar bersih. Sekarang, dengan adanya macam-macam antibiotik, orang merasa aman karena punya senjata penangkal. Kerugian yang diderita pasien maupun rumah sakit akibat ILO ternyata besar. "Tapi saya tak dapat memperkirakan angka yang pasti dari kerugian itu. Soalnya, banyak biaya yang terkait. Di samping itu, akuntansi rumah sakit kita belum menghitung ke sana," katanya. Sepuluh dalil yang dikemukakan Mujtahid dalam disertasinya itu kebanyakan bermuara pada manajemen rumah sakit. Ini menunjukkan peranan administratur rumah sakit yang sangat besar. Tanggung jawab manajer rumah sakit jauh lebih berat dari manajer pabrik. Ia harus memiliki kemampuan sebagai ilmuwan medis, sekaligus manajer. Karena itu, menurut Mujtahid, manajer rumah sakit haruslah seorang dokter. "Masalah rumah sakit bukan hanya masalah pembiayaan, dalam arti bagaimana mencari pengelolaan efisien," katanya. "Manajemen rumah sakit khas, karena pengelolaannya mencakup unsur medis dan pembiayaan." Dokter yang menghasilkan tidak kurang dari 103 karya tulis ini mengatakan, keberhasilannya didapat dengan kerja keras. "Dan saya selalu belajar dari hari ke hari," kata Dokter Mujtahid Ahmad Djojosugito.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini