Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ancaman di Balik Perut Buncit

Perut buncit banyak mendatangkan penyakit. Bahkan pada orang dengan berat badan ideal.

5 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRIA itu membetulkan celana jinsnya yang terasa sempit akibat perutnya yang membuncit. Adhi—bukan nama sebenarnya—juga sibuk memperbaiki posisi duduknya agar makin nyaman. ”Ini tanda kemakmuran,” kata pria 36 tahun itu berkilah, Rabu pekan lalu.

Sejak mulai bekerja 12 tahun silam, berat badan Adhi naik sekitar 10 kilogram menjadi 83 kilogram. Seperti kebanyakan laki-laki, kelebihan berat badan itu menumpuk di perut. Meski merasa tak nyaman, ia tak memusingkan perubahan ini. Rencananya untuk berdiet demi menurunkan berat badan juga masih sekadar niat. ”Selalu tergoda makanan enak,” ucap karyawan perusahaan swasta di Jakarta Pusat itu.

Sebagian orang menganggap gendut, termasuk jika hanya gendut di perut, adalah simbol kemakmuran. Tapi sebenarnya perkara perut buncit ini tak bisa disepelekan. Selain mengganggu penampilan, perut buncit menimbulkan banyak masalah kesehatan, meski berat badan tergolong ideal.

Menurut dokter spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah, Kasim Rasjidi, timbunan lemak di perut bisa menyebabkan penyakit diabetes melitus tipe 2, ­stroke, dan penyakit jantung. ”Penyakitnya bisa berbagai macam,” ujarnya.

Kasim mengatakan lemak adalah kelebihan energi yang disimpan dalam badan karena asupan berlebih yang tak diimbangi dengan aktivitas yang cukup. Lemak bisa tersebar di mana pun, terutama perut. Ada dua jenis lemak dalam perut, yakni lemak visceral dan lemak subkutan. Lemak sub­kutan disimpan di bawah kulit, bisa dirasakan dengan dicubit. Lemak ini juga ada di sekujur badan, misalnya di lengan dan paha.

Sedangkan lemak visceral ada di perut, letaknya di bagian dalam. Lemak ini ada di bawah rongga perut. Lemak visceral inilah yang lebih berbahaya bagi kesehatan dibanding lemak subkutan.

Karena letaknya di bagian dalam, lemak visceral membungkus organ tubuh penting, seperti hati, jantung, pankreas, dan usus. Lemak tersebut lambat-laun bisa masuk ke aliran darah.

Akibatnya, kata Kasim, bisa berbahaya. Lemak yang membungkus jantung bisa masuk ke aliran darah di jantung. Efeknya, pembuluh darah menyempit sehingga darah tak bisa mengalir lancar. Ujungnya terjadilah penyakit jantung yang bisa menyebabkan kematian. Penyempitan pembuluh darah ini juga bisa terjadi di otak sehingga menyebabkan stroke.

Dokter spesialis gizi klinik, Samuel Oetoro, mengatakan lemak tersebut juga mengganggu fungsi hormon, termasuk insulin, yang bertugas mendistribusikan gula dalam darah ke seluruh sel tubuh agar bisa diproses menjadi energi. Lemak visceral membuat tubuh resistan terhadap insulin. Efeknya adalah tubuh menjadi tak toleran terhadap glukosa dan menimbulkan penyakit diabetes tipe 2.

Hati yang terbungkus lemak visceral, menurut dia, lama-kelamaan menyebabkan perlemakan hati (fatty liver). Ini adalah penyakit akibat penimbunan lemak yang berlebihan di sel-sel hati. Selain menyebabkan penyakit hepatitis B, timbunan lemak yang ada di hati dan masuk ke aliran darah, jika disertai dengan peradangan, bisa berujung pada sirosis, bahkan kanker. 

Sirosis merupakan penyakit yang menyebabkan sel-sel hati yang normal menjadi rusak dan kemudian digantikan oleh jaringan parut. Inilah yang berpotensi menyebabkan kanker ataupun gagal hati. Proses dari perlemakan hati hingga menjadi kanker 40-60 persen terjadi setelah 5-7 tahun mengalami peradangan.

Bahaya lemak visceral sudah banyak diteliti. Salah satunya riset yang dipublikasikan di jurnal Annals of Internal Medi­cine pada akhir tahun lalu. Hasil penelitian menunjukkan, meski berat badan terbilang ideal, orang yang memiliki perut buncit berpotensi dua kali mengalami kematian dini dibanding mereka yang mengalami obesitas.

Penelitian yang diketuai profesor spesialis penyakit jantung di Mayo Clinic, Amerika Serikat, Francisco Lopez-Jimenez, menemukan mereka yang berat badannya ideal tapi bagian perutnya subur, umurnya lebih pendek dibanding mereka yang gemuk. Kesimpulan ini didapat setelah Lopez dan timnya menganalisis data survei nasional sebanyak 15.184 orang dewasa berusia 18-90 tahun di Amerika. Setelah perkembangan orang-orang itu diikuti selama 14 tahun, 3.222 kematian ditemukan pada mereka yang berat badannya ideal tapi lemaknya berlebih di perut.

Di Indonesia, perut buncit disebut dengan obesitas sentral. Karena tak bisa langsung diraba dari luar, tumpukan lemak visceral bisa diketahui dengan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) atau computed tomography (CT) scan. Dari situ akan diketahui letak gumpalan lemak di perut, termasuk lemak visceral. Tapi ada juga cara yang lebih murah, yakni dengan mengukur lingkar perut. ”Pasti terasa kalau perutnya buncit,” ujar Kasim.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), disebut obesitas sentral jika lingkar perut laki-laki lebih dari 90 sentimeter (35,43 inci) dan untuk perempuan lebih dari 80 sentimeter (31,49 inci). Data Riset Kesehatan Dasar 2013 yang dilakukan Kementerian Kesehatan menyebutkan jumlah penduduk yang menderita obesitas sentral cukup banyak, yakni 26,6 persen, naik bila dibandingkan dengan hasil riset 2007 yang berjumlah 18,8 persen.

Penderita obesitas sentral paling banyak terdapat di DKI Jakarta, yakni hampir 40 persen. Sedangkan angka obesitas nasional, menurut hasil riset kesehatan 2013, untuk laki-laki dewasa adalah 19,7 persen dan perempuan 32,9 persen.

Tapi kadar spesifik lemak visceral tidak dapat diketahui dengan mengukur lingkar perut. Sedangkan untuk CT scan dan MRI biayanya relatif mahal. Menurut Samuel, ada cara lain yang bisa digunakan, yakni dengan alat body composition ana­lysis test, yang bisa mengukur persentase lemak subkutan, visceral, dan otot. Alat ini biasanya ada di klinik dan rumah sakit, dengan biaya periksa sekitar Rp 150 ribu.

Jika hasil pengukuran tersebut menunjukkan ada kelebihan lemak, maka lemak tersebut harus dienyahkan. Caranya dengan mengubah pola hidup, mengurangi asupan makanan, dan memperbanyak aktivitas. Menurut Samuel, asupan makanan dikurangi seperempat porsi dari biasanya. ”Sementara biasanya porsi satu, jadi tiga perempat,” katanya.

Makanan yang mengandung minyak seperti gorengan dan karbohidrat berlebih, makanan yang manis-manis, serta makanan berlemak juga mesti dihindari. Sedangkan sayur dan buah mesti diperbanyak. Olahraga pun harus dilakukan agar lemak yang berlebih itu terbakar.

Namun, kalau sudah telanjur mengalami obesitas, tak sembarang olahraga bisa dilakukan. Samuel mengatakan olahraga seperti lari atau jalan cepat akan membuat tulang terbebani. Yang dianjurkan adalah olahraga yang tak membebani tungkai, seperti bersepeda dan berenang.

Kasim juga menganjurkan pengurangan asupan karbohidrat, terutama gula dan tepung terigu. Dua jenis karbohidrat ini paling gampang diolah menjadi lemak. Menurut dia, sumber karbohidrat yang paling baik adalah buah-buahan dan umbi-umbian, termasuk singkong dan talas. 

Porsi makan juga tak boleh berlebihan. Salah satu trik sederhana untuk tak makan berlebihan adalah dengan banyak minum air dicampur perasan jeruk nipis, tanpa pemanis. Menurut Kasim, baik untuk orang yang mengalami obesitas maupun tidak, minum sebaiknya diutamakan ketimbang makan. Sebab, komposisi tubuh manusia 70 persennya adalah cairan. NUR ALFIYAH

Masalah Akibat Lemak Visceral

Tekanan darah tinggi

Kolesterol jahat tinggi

Kolesterol baik rendah

Diabetes tipe 2

Penyakit jantung

Demensia

Stroke

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus