PEPATAH Brasil, Beleza e fundamental, rupa cantik adalah hal mendasar, merupakan pertanda bahwa kecantikan di negeri itu sangat dicintai dan dimuliakan. Konon, budaya ini lahir diabad ke-19, pada sebuah perkebunan di Rio de Janeiro. Di sana, kecantikan tumbuh dari hasil perkawinan tuan-tuan tanah Portugis dengan budak-budak mereka dari Afrika Barat. Di abad ke-20 ini, kecantikan masih tumbuh semarak di Rio de Janeiro, tepatnya di sebuah klinik bedah plastik tempat maestro Dr. Ivo Pitanguy berpraktek. Di klinik inilah bedah kosmetik lahir. Pada usia 50-an, sekitar sepuluh tahun silam, Pitanguy terilhami gagasan menggabungkan ilmu bedah plastik dan "ilmu kecantikan". Hasilnya: bedah plastik, yang dulu bermanfaat untuk mengatasi cacat tubuh, lalu berubah menjadi operasi kecantikan. Sejak itu, di Brasil, Pitanguy dipuja bagai dewa pencipta keindahan. Ini pas dengan "cinta kecantikan" yang lekat pada wanita mana pun. Karena itu, klinik Pitanguy tak cuma didatangi wanita-wanita Brasil, tapi juga kaum Hawa dari seluruh penjuru dunia. Terutama yang berani membayar berapa pun harga sebuah kecantikan. "Memang, banyak bintang film terkenal, putri raja, first lady, bahkan ratu datang pada saya," ujar Pitanguy, dalam sebuah wawancara dengan he Nere York Times, "tapi tentu saya tak bisa menyebut nama." Namun, sudah diketahui umum, Pitanguy pernah mendapat hadiah cincin Persia yang berumur 1.700 tahun dari bekas Ratu Iran, Farah Diba. Ia juga memiliki foto besar bintang film terkenal Gina Lollobrigida dalam pose sangat eksklusif. Seorang anak petinggi Indonesia beruntung pernah ditanganinya, mulai dari wajah sampai ke pembentukan tubuh. Hasilnya memang "Venus", dengan wajah dan tubuh sangat Asiatik. Kendati hingga kini Pitanguy masih melakukan bedah plastik untuk penyandang cacat tubuh dari kalangan rakyat jelata, maestro itu ternyata selektif dan komersial memilih pasien untuk bedah kosmetik. Tak aneh bila Pitanuy selain sangat sibuk, juga menjadi kaya-raya. Sehari ia hanya sempat tidur enam jam. Waktu Pitanguy tak cuma habis di ruang operasi. Ia dan istrinya, Marilu, sibuk pula melayani berbagai undangan pesta "ultrahigh class" di berbagai penjuru dunia. Pitanguy mencampurkan kerja dan rekreasi secara khas. Ia biasanya memberikan kuliah di pulau pribadinya, Ilha dos Porcos, di selatan Rio, di tengah suasana bersenang-senang. Toh ia dikenal sebagai mahaguru yang berhasil. Selain mengajar di Pontifical Catolic University di Rio -- tempat ia mendapat gelar profesornya -- ia secara tetap menurunkan keahliannya kepada dokter-dokter Amerika Serikat. Perkembangan bedah kosmetik di AS memang berasal dari tangannya. Padahal, ia lebih dulu memperdalam ilmu bedah plastik di negara itu, selain di Prancis dan Inggris -- sebelumnya, ia ahli penyakit dalam. Bedah kosmetik dikembangkan Pitanguy di Brasil sepulangnya dari belajar di luar negeri. Mula-mula, ia menegakkan teknik bedah rosmetik untuk mengatasi ketuaan, seperti face lift, pembuangan lemak, dan perataan kulit perut. Belakangan, ia menemukan pula berbagai teknik operasi untuk kecantikan permanen pengganti make up. Yang terakhir -- yang mahasulit -- pembentukan tubuh. "Pitanguy memang mahaguru yang baik," ujar Dr. Victor I. Rosenberg, Direktur RS Bedah Plastik Beekman, New York, "Sampai kini, makalahnya banyak dipelajari di sini." Mengapa AS tak bisa mengembangkan sendiri ilmu bedah kosmetik? Menurut Rosenberg, eksperimen mengembangkan tehnik bedah itu sulit dilakukan di AS karena ketatnya hukum kedokteran. Eksperimen ini harus diterapkan pada penderita yang sebenarnya tak punya keluhan medis. Pitanguy beruntung. Di Brasil, hukum cukup longgar. "Percobaan yang dilakukan Pitau di Brasil, di AS merupakan malaprakek," kata Rosenberg. Jis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini