Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Raden Ayu yang malang

Nyonya sulini, janda eks menteri kehakiman moeljatno, dirampok dan dibunuh di rumahnya di jalan imam bonjol 41 jakarta. tersangka, mukhin, bekas sopirnya yang dipecat.

21 Maret 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RABU dinihari pekan lalu, kawasan elite Menteng agak riuh. "Maling, maling," terdengar teriakan dari rumah di Jalan Imam Bonjol 41. Pistol polisi ikut juga "dor". Dari pos Taman Surapati, Jakarta Pusat, mereka menyusup ke rumah bercat putih itu. Belasan orang di rumah itu panik, pucat, dan meratapi jenazah Nyonya Sulini. Kemudian, jam berdentang empat kali. Berarti, hampir setengah jam Sulini tewas dalam kamar tidur utama di rumah induk itu, mayatnya, di lantai -- di antara dua tempat tidur -- dalam posisi terduduk. Mukanya tunduk. Rambutnya, yang memutih, terurai. Daster kembang warna merah tua bertambah merah, dan ubin tergenang darah yang masih mengucur dari kepalanya. Sebelumnya, Sutarni, 23, terbangun. Pembantu di rumah itu mendengar suara mencurigakan dari arah dapur -- beberapa meter dari kamar tidurnya. Seperti biasa, pada dinihari, Sutarni terjaga untuk membangunkan wanita tua itu, salat subuh. Kali ini? "Pintu kamar Ibu terbuka, dan barang-barang berserakan," ujar Sutarni kepada polisi. Pintu dapur menganga, dan kawatnya digunting. Pintu itu sebagai penghubung rumah induk dengan bangunan belakang, juga dengan kamar Sutarni dan beberapa pembantu, serta bilik dua wanita yang mondok di sana. Melihat keadaan ibu 4 anak dan nenek 14 cucu itu, Sutarni menjerit, hingga 11 penghuni di rumah tersebut terjaga. Sri Rejeki, 40, putri ketiga Almarhumah, yang tinggal bersama kedua anaknya di pavilyun, menyaksikan mayat ibunya penuh luka. Kepala dan wajah Raden Ayu Sulini, yang berkulit kuning dan masih kerabat Kasunanan Solo, itu rusak oleh bacokan golok. Si bajingan menjarah gelang emas 40 gram giwang. Bahkan cincin emas bermata berlian korban diambil dengan cara memotong putus jari manisnya. Si penjahat juga mengaduk-aduk almari, di samping merogoh tas dan mencoba membuka lemari lain yang dikunci. Gagal. Dalam suasana kalut, keluarga korban menelepon polisi. Tetapi kabel telepon sudah dipotong lebih dahulu oleh si penjahat. Lalu, Meity, wanita muda yang mondok di rumah itu, bersama Teguh, cucu Almarhumah, di pagi buta itu melapor ke pos polisi di Taman Surapati. Kejahatan itu hampir sempurna. Tak ada jejak yang bisa digunakan untuk menyidik. Hanya ada video yang kedapatan di pekarangan depan. Tapi mata polisi yang jeli masih mengerling ke titik lain. Melihat modus operandinya, "Pelakunya pasti orang yang tahu benar setting rumah ini," ujar seorang polisi. Penjahat itu mafhum bahwa kunci pintu samping disimpan di balik dinding. Ia juga tahu: gunting tanaman disimpan di jendela dapur. Gunting itulah, kata polisi, yang digunakan untuk memotong kawat pintu. Siapa dia? Seminggu sebelumnya, Almarhumah memang baru saja memberhentikan Wawan, sopirnya. Kini, kedudukannya digantikan Sukardi. Keterangan lain menyebutkan: dalam tempo kurang dari dua bulan, mobil Corolla 1978 putih milik Almarhumah telah empat kali berganti pengemudi. Sopir-sopir sebelum Wawan adalah Dedy dan Mukhin. Berdasar alibi ini, kemudian polisi melacak ke bengkel mobil di kawasan Jalan Surabaya, Jakarta Pusat. Di sini, biasanya mobil Mendiang direparasi. Bahkan Almarhumah lazim memperoleh pengemudi baru dari situ. Kendati demikian bukan berarti polisi sudah gampang melacak. Memang, dari Adhi, montir, dan Dedy, bekas sopir, serta kakak ipar Adhi, polisi sudah mengorek keterangan. Namun, petunjuk yang lebih tajam belum didapat. Hanya Mukhin -- begitu sementara namanya kita sebut bekas sopir Nyonya Sulini, yang belum dapat dicari polisi. Sehari-hari, selama ini, pengemudi merupakan bagian penting dalam kehidupan Almarhumah. Nenek berusia 73 tahun ini dikenal bergaul luas. Ia sering menghadiri pengajian, arisan, aktif dalam organisasi istri-istri Persahi dan perkumpulan warga Solo. Siang hari sebelum ia dibunuh, Sulini menyelenggarakan arisan di rumahnya. Sehari kemudian, tabir gelap mulai terkuak. Ketika itu, Dedy, dengan inisiatif sendiri, segera melapor ke Polsek Menteng. "Ia menceritakan, Mukhin pernah datang dan menginap di rumah iparnya," tutur Letkol K. Ratta, Kapolres Jakarta Pusat. Kamis siang itu, katanya, Mukhin menemui Adhi. Ia pesan agar Adhi mengambil barangnya -- berupa gelang, cincin, berlian -- ke rumah Suhadi, karyawan bengkel. Barang-barang itu, kata Mukhin, hasil merampok di Condet, Jakarta Timur. Mereka juga diancam Mukhin agar tutup mulut. Setelah itu, pemuda yang tak punya tempat tinggal tetap tadi nebeng tidur. "Gua bunuh lu, siapa yang berani dekati gua," begitu igauan keras Mukhin, dan didengar istri Adhi -- lalu diceritakan kepada Dedy. Tetapi ketika polisi tiba, Mukhin telah kabur ke Salatiga. Dia ikut bersama rombongan yang akan menghadiri pesta perkawinan seorang temannya di kota itu. Jumat subuh, dengan bantuan polisi Salatiga, Mukhin, yang sedang mabuk, diringkus di sebuah rumah di Karang Duwet, Kelurahan Kutowinangun, Salatiga. Mukhin membantah membunuh Nyonya Sulini. Bahkan pecandu minuman keras itu sempat menyembunyikan jarahannya di jok mobil polisi, ketika dia digiring ke kantor polisi Salatiga. Waktu barang bukti ditemukan, nah, sulitlah Mukhin mengelak lagi. Menurut polisi, dialah yang membunuh Nyonya Sulini. Hasil jarahan itu rencananya akan dipakai untuk membeli Bajaj dan untuk modal buka usaha. Mengapa Mukhin membunuh? Perkiraan polisi, tindakan itu dilakukan untuk menghilangkan jejak. Nyonya Sulini pasti mengenal Mukhin. Pemuda kurus berusia 32 tahun itu mengaku ditemani seorang kawannya ketika beraksi. Pada malam kejadian, ia mengenakan sepatu kets. Justru itu, langkahnya tak terdengar penghuni rumah yang sedang nyenyak tidur. Raden Ayu itu adalah janda Moeljatno. Suami Sulini, bekas tokoh Partai Masyumi, menteri kehakiman di zaman Kabinet Ali Sastroamidjojo (II) di tahun 50-an -- dan bukunya, seperti KUHP dan Asas-asas Hukum Pidana, jadi referensi mahasiswa hukum, hingga kini. Tersangka, begitu ungkap sumber TEMPO, pernah kesal terhadap perlakuan Sulini. Konon, sopir itu sempat mengeluarkan ucapan kotor dan mengancam akan membunuh tuannya. Seorang bekas rekan kerjanya tak menyangka Mukhin yang membunuh Nyonya Sulim. "Ia bergaul baik dengan saya. Tapi dia memang sering mabuk," ujar rekannya itu. A. Luqman, Laporan Biro Jakarta & Yogya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus