DI malam Jumat Pon itu, drama TV "Terjebak Dalam Asmara" belum usai. Tapi Ridawati boru Tarihoran, 7, bermaksud keluar dari ruangan itu. "Tolong jaga tempat dudukku ini," pesannya kepada Tambunan, temannya. Cuma sebentar. Ia balik, lalu keluar lagi. Dan, tak kembali. Biasanya, Ridawati pukul sembilan malam sudah pulang dari nonton TV di rumah tetangga, Pasinton -- sekretaris Desa Lumban Simamora. Sekali ini, walau sudah lewat pukul sepuluh Ridawati belum pulang, hingga membingungkan neneknya, Nur Jamani boru Sitanggang. Sementara itu, orangtua Ridawati sedang pergi ke familinya. Ketika nenek 65 tahun itu menyusul ke rumah Pasinton, pemilik TV satu-satunya di desa itu ia ketemu Azman Tanjung. "Hoi, Azman, mau ke mana?," tegur si nenek. "Mau pulang ke Binasi," balas Azman. Binasi adalah kampung tetangga, 4,5 kilometer dari Lumban Simamora. Nurjamani pulang tanpa hasil. Paginya, 20 Februari, warga desa mencari Ridawati. Pencarian sampai ke tepi pantai Aek Raso. Di situ ditemukan kaus training biru dan celana dalam Ridawati. Tak jauh dari situ tubuh Ridawati menyembul di antara timbunan pasir. Kampung berpenduduk 253 orang itu jadi riuh. Putri sulung dari 3 bersaudara itu ditemukan. Azman, yang malam itu berjumpa dengan Nenek Nurjamani, memang dicurigai. Sore itu juga ia ditangkap. Karena tak mau mengaku, lalu ia diminta membersihkan rumput di halaman Polsek Sarkom, tanpa diawasi. Ternyata, dia lari. Esok sorenya, Azman Tanjung, 23, ditangkap lagi. Dan dari mulutnya pula terungkap pelaku lain: Jaimardi Purba, 20, dan Jesmin Manurung, 18. Malam itu, sebenarnya Jaimardi ingin memacari Derhawani boru Munthe, 13, murid kelas VI SD. Tapi Derhawani tak mau keluar ketika dipanggil. Maklum, orangtuanya sedang tak di rumah. Ketemulah Jaimardi dengan Ridawati, dan mulutnya disekap. Lalu ditarik paksa sejauh 1 km, ke arah pantai: Ridawati, yang pintar dan jadi ketua di kelas I SD itu, tak bisa apa-apa. Selanjutnya, ketiga pemuda itu melampiaskan amuk berahi mereka. Setelah itu Jaimardi mencekik leher korban, hingga lemas, disusul pisau miliknya yang 40 cm itu ditusukannya ke lengan Ridawati. Dan, darah yang muncrat itu langsung direguknya. "Selama saya jadi polisi, belum pernah menemui kejadian sesadistis ini," kata Letda H.M. Yusuf, Kapolsek Sorkam, Tapanuli Tengah. Ibu korban, Rahmida boru Simanungkalit, tak menyangka, seorang di antara pelaku itu adalah Azman. Anak muda ini dianggap sebagai keluarga sendiri dan suka makan minum di rumahnya. Menurut polisi, perbuatan itu ada latar belakang mistik. Tuduhan itu tentu tertuju kepada Jaimardi, otak pelaku. "Dia itu kebal," kata Manurut Aritonang, warga Lumban Simamora. Sedangkan orangtua Azman, tutur Manurut, seorang dukun santet yang pernah diusir dari Barus, kampungnya yang 20 km dari Lumban Simamora. Jaimardi menyangkal ada unsur ilmu hitam di balik peri lakunya. "Hanya karena nafsu saya yang sudah tak terkendalikan lagi," katanya kepada Mukhsin Lubis dari TEMPO. Darah itu dihisapnya, katanya, agar tak berbekas di pasir. Tapi Manguluhon Tarihoran, 38, ayah Ridawati, tak percaya. "Bah. Kalau tidak karena ilmu hitam, mengapa anak kecil yang dipilih dan darahnya dihisap," katanya. Kini berkas perkara tiga pembunuh sadistis itu sedang ditangani jaksa. "Tapi, saya minta orang itu jangan hidup lagi. Kalau masih hidup, bisa menimbulkan dendam. Kalau bisa, ya, dimatikan saja. Itulah obat hati saya," kata Manguluhon, geram. Widi Yarmanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini