Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pesan wine di Social House tak perlu tahu merek dan jenis anggurnya.
Komunitas Afternoon Wine Society membuka kesempatan menikmati anggur sambil belajar tentang informasi dan kisah pembuatannya.
Banyak anak muda mulai menjadikan restoran wine sebagai tempat berkumpul.
PENIKMAT dan pasar minuman anggur atau wine meluas dalam satu dekade terakhir. Tamu yang hadir ke sebuah restoran yang menyajikan anggur tak lagi hanya kalangan eksekutif senior dan kelompok berusia tua. Sejumlah anak muda dari generasi milenial dan generasi Z pun menjadikan restoran berkonsep house dan lounge tersebut sebagai tempat berkumpul. Sejumlah manajemen resto wine kini membenahi diri dan menyiapkan strategi menjaring minat pasar muda tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Market dari kelompok muda ini banyak sekali. Mereka kerap ragu mencoba wine karena minim pengetahuan dan pengalaman. Jadi kami bikin program yang fun untuk mereka,” ucap Sansan Pratama, Head Sommelier Ismaya Group, di Social House, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis, 25 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sansan kemudian menyodorkan sebuah boks kartu bertulisan unscrewed yang biasa ditawarkan kepada pengunjung yang hendak memesan wine di Social House. Di dalamnya ada lima kartu berbahan karton tebal dengan gambar dan warna yang berbeda-beda. Pada bagian muka kartu terdapat tulisan yang bisa mewakili kondisi perasaan atau mood konsumen, yaitu delight, bold, soothing, chillax, dan euphoric.
Setelah memilih satu kartu, konsumen akan diminta memilih tingkat perasaan tersebut. Misalnya, pada kartu soothing terdapat tiga pilihan yang akan menentukan banyaknya anggur dalam gelas, yaitu bad day, cranky, dan drama queen dari 125 hingga 350 mililiter. Sommelier pun akan mengambil sebuah botol anggur yang label produknya sudah ditutup dengan kertas yang sama dengan kartu.
Menurut Sansan, banyak pengunjung yang mau mencoba wine merasa terintimidasi terhadap budaya Eropa tersebut dengan harus mengetahui merek dan jenis anggur. Program #unscrewed, menurut dia, membuat peminum pemula cukup menyesuaikan perasaan dan makannya dengan pilihan wine yang ada. “Salah satu anggur dalam soothing itu Domaine Barons de Rothschild Les Légendes R Rouge, Bordeaux 19’, Prancis,” ujar Sansan.
Strategi ini ternyata cukup efektif. Berdasarkan pantauan Tempo, ada ratusan pengunjung Social House yang mengunggah gambar kartu dan gelas #unscrewed di akun media sosial pribadi mereka. Sebagian dari mereka memang berasal dari generasi milenial yang juga gemar menggunakan media sosial.
Selain kartu wine, restoran yang berdiri sejak 2008 ini melakukan renovasi untuk menciptakan ambience atau suasana yang sesuai dengan tren masa kini pada 2019. Selama masa pandemi Covid-19, mereka juga mengembangkan layanan pemesanan daring untuk memudahkan akses konsumennya pada koleksi wine di restoran yang memiliki pemandangan Bundaran Hotel Indonesia tersebut.
Hal yang sama, tutur Sansan, juga dilakukannya pada dua restoran wine lain di bawah penanganannya, yaitu Skye, Menara BCA, Thamrin; dan Osteria Gia, Sudirman. Dia menyediakan banyak jenis anggur merah dari Prancis dan Italia sebagai penyeimbang sajian favorit yang didominasi daging merah.
“Terjadi pergeseran market. Saat ini orang yang sudah berusia tua lebih banyak di rumah. Yang berani ke luar justru anak muda,” ujar pria berusia 31 tahun yang pernah bekerja di kapal pesiar tersebut.
Pemandangan serupa juga terlihat saat Tempo mengunjungi restoran wine di Kemang, Jakarta Selatan, Vin+. Mayoritas pengunjungnya masih berusia muda. Restoran ini juga memberikan pengalaman konsumen untuk melihat tempat penyimpanan khusus wine premium yang memiliki sisi kaca. Restoran ini juga menyuguhkan ratusan produk anggur dari berbagai negara yang ditampilkan secara terbuka. Pada salah satu sudut, mereka juga menampilkan produk minuman keras asal Korea Selatan, soju, yang sedang digandrungi anak muda.
Brand Manager Vin+ Group Jeanne Hadi mengatakan konsumen di outlet-nya ini memang mayoritas anak muda yang biasa menghabiskan waktu menjelang malam dan akhir pekan. Mereka biasanya datang untuk berkumpul kemudian pindah ke bar atau tempat lain di kawasan Kemang. Hal ini berbeda dengan pengunjung outlet lain, yaitu Vin+ Senayan dan The Tasting Room SCBD, keduanya di Jakarta Selatan. Mayoritas konsumennya adalah pekerja muda yang singgah saat istirahat atau selepas pulang bekerja.
Hal ini juga yang mendorong Vin+ kemudian membuat sebuah program bernama Afternoon Wine Society atau AWS di restoran Kemang dan SCBD. Mereka menawarkan sebuah pengalaman menikmati berbagai jenis wine sambil mendapatkan informasi dan kisah di balik setiap botolnya. Kegiatan yang digelar satu kali per bulan ini hanya terbatas bagi sekitar 15 orang. Biayanya sekitar Rp 200 ribu, sudah termasuk makanan ringan pendamping. “Lebih dari 60 persen peserta yang datang itu usianya di bawah 35 tahun. Bahkan cukup banyak yang di bawah 30 tahun,” kata Jeanne.
Perkembangan minat terhadap wine juga bertumbuh seiring dengan munculnya influencer dan pembuat konten tentang gaya hidup menikmati minuman fermentasi anggur tersebut. Mereka memberi edukasi tentang santainya menikmati anggur yang selama ini dicap sebagai gaya hidup eksklusif kelompok ekonomi atas.
Generasi muda pun memiliki kecenderungan untuk gemar mencoba pengalaman baru, termasuk menikmati anggur di resto wine. “Ada yang kemudian menjadi hobi. Ada juga yang mencoba lalu tak cocok. Tapi keinginan untuk mencoba anak muda itu besar,” ujar Jeanne.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo