Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Para Pemburu Konser

Sejumlah penggemar musik menempuh berbagai cara untuk menonton langsung penampilan idola mereka. Menabung uang saku hingga berjualan pakaian bekas.

11 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Yanti, penggemar penyanyi dan grup musik era 1970-1990-an, sudah menghadiri 132 konser musik di belasan negara.

  • Penggemar The Script berjualan baju bekas hingga menunda bulan madu untuk menonton konsernya di luar negeri.

  • Konser musik kembali digelar di sejumlah negara setelah pandemi Covid-19 melandai.

PESAWAT terbang Emirates dengan nomor penerbangan EK359 mendarat di Bandar Udara Heathrow, London, Inggris, pada Sabtu, 28 Mei lalu. Salah satu penumpang yang turun di Terminal 3 bandara tersibuk di Inggris tersebut adalah Yanti Setia, 45 tahun. Perempuan asal Bandung itu bertolak ke Inggris untuk menyaksikan sekitar 20 penyanyi atau band yang menggelar konser musik terpisah di Inggris, Jerman, Norwegia, dan Skotlandia hingga 12 Juli nanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Banyak konser musik di London di sekitar waktu British Summer Time Festival,” kata Yanti melalui sambungan telepon pada Senin, 30 Mei lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia pun mengirimkan tangkapan layar berkas dalam format Excel berisi agenda perjalanannya selama di Eropa. Belasan kolom berisi jadwal konser musik yang tiketnya sudah dia miliki ditandai dengan warna hijau. Empat jadwal konser musik masih berwarna kuning, yang artinya dia baru akan membeli tiket di lokasi atau on the spot. Dua kolom berisi jadwal konser penyanyi Adele di BST Hyde Park ditandai dengan warna merah karena tiketnya sudah ludes terjual.

“Saya dan teman akan tetap datang ke sekitar lokasi konser. Karena kalau konser Adele, suaranya masih terdengar di luar area. Minimal mendengar suaranya secara langsung,” ujar Yanti.

Ini perjalanan perdana Yanti untuk kembali menonton konser musik secara maraton setelah jeda dua tahun terakhir akibat pandemi Covid-19. Dia mulai mencari dan membeli tiket konser serta penerbangan pada Februari lalu ketika pemerintah Inggris mencabut kewajiban karantina mandiri 10 hari bagi orang yang masuk ke Negeri Ratu Elizabeth.

Yanti Setia saat berada di post concert Heritage Live di London, 10 Juni 2022. Dok. Pribadi

Sejumlah negara saat itu memang mulai melonggarkan aturan pembatasan kegiatan masyarakat selama masa pagebluk. Beberapa aktivitas publik dan keramaian mulai mendapatkan izin, termasuk konser musik. Sejumlah penyanyi pun sudah mematok jadwal konser di Indonesia dan menyebar tiket, seperti Justin Bieber, The Script, dan Westlife.

Sebelum berangkat ke London, Yanti sudah membeli beberapa tiket konser, antara lain konser Van Morrison di Kew Garden; Alanis Morissette di The O2 Arena; Tears for Fears di Shepherd Bush; Green Day di London Stadium; Jeff Beck dan Kula Shaker di Royal Albert Hall; Harry Styles dan Ed Sheeran di Stadion Wembley; Tom Jones dan Simply Red di Royal Hospital Chelsea; serta Eagles, The Rolling Stones, Pearl Jam, dan Duran Duran di BST Hyde Park. Dia juga membeli tiket konser Myles Kennedy di Hamburg, Jerman.

Adapun tiket konser yang masih akan diburu adalah James dan Madness di Edinburgh, Skotlandia; serta Culture Club di Hampstead dan Elvis Costello di Eventim Apollo, London. Di sela-sela perjalanannya, Yanti juga menghadiri konser Bergen Philharmonic Orchestra di Bergen, Norwegia; tur ke Stadion Anflied, Liverpool; dan mengunjungi sejumlah museum.

Yanti awalnya mengikuti sejumlah konser musik penyanyi luar negeri yang digelar di Jakarta dan Bandung. Dia menyukai penyanyi dan grup musik yang tenar pada era 1970-1990-an. Referensi musiknya berasal dari pengalaman masa kecil di rumah. Kala itu, setiap pagi kedua orang tuanya memutar lagu dan mendengarkan siaran radio asing.

Dia tak akan melewatkan jadwal konser penyanyi atau band lawas meski digelar di luar negeri. Aktivitas itu mulai dia lakukan saat terbang ke Singapura untuk menonton konser Eric Clapton di Singapore Indoor Stadium, Februari 2011. Setelah itu, dia beberapa kali menghadiri konser Duran Duran, Ben Folds, Bob Dylan, The Stone Roses, Suede, Matchbox Twenty, Pearl Jam, Incubus, Bon Jovi, Rush, The Cure, Judas Priest, dan John Mayer. 

Setidaknya Yanti telah menghadiri 132 konser yang digelar di Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang, Australia, Selandia Baru, Inggris, Jerman, Kanada, dan Amerika Serikat. “Tapi yang paling wajib Eric Clapton dan U2. Pasti akan saya datangi konsernya di mana pun,” tuturnya.

Yanti berkisah ihwal keseriusannya memburu konser dua musikus tersebut. U2 pernah menggelar konser selama dua hari di New York, Amerika Serikat, pada Juli 2015. Sepekan sebelumnya, grup musik progressive rock asal Kanada, Rush, menggelar konser di Las Vegas, yang dikabarkan menjadi penampilan terakhir mereka sebelum bubar. Dia pun langsung memutuskan memesan tiket konser dan pesawat.

Padahal saat itu dia baru bergabung dengan sebuah perusahaan konsultan. Dia pun mengajukan permohonan unpaid leave atau mundur untuk pergi ke Amerika. Tanpa diduga, atasannya mengizinkan dia pergi asalkan semua pekerjaan sudah dipastikan berjalan dengan baik.

Kegemarannya memburu konser musik terus berkembang setiap tahun. Yanti pernah menghabiskan waktu lima pekan di Amerika Serikat dengan status sebagai pekerja lepas pada akhir 2017. Saat itu, dia mendatangi konser Eric Clapton di Inglewood dan U2 di San Diego, California; hingga Ben Folds dan Coldplay di Vancouver, Kanada.

Ifnur Hikmah setelah menonton konser artis Korea Selatan, Lee Ji-eun atau IU bertajuk 'Love Poem' di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Desember 2019. Dok. Pribadi

Yanti bahkan memasukkan klausul izin pergi menonton konser saat menjalani wawancara kerja sebagai project manager di sebuah perusahaan konsultan lingkungan pada akhir 2018. Dia mengatakan perusahaannya saat ini berjanji memberikan kebebasan kepadanya untuk menonton konser asalkan semua pekerjaan berjalan baik. Hasilnya, pada 2019, dia bisa pergi menonton konser setiap dua pekan.

Seperti saat ini, Yanti sudah mengatur dan menyiapkan sistem agar pekerjaannya tetap berjalan meski dia sedang berada di luar negeri. Dia biasanya mendelegasikan tugas pemeriksaan ke lapangan kepada rekan kerjanya. Adapun pengawasan, penyusunan, dan pembahasan laporan tetap melalui supervisi jarak jauh. “Pandemi Covid-19 justru makin membuka peluang remote working atau bekerja dari mana saja,” tuturnya.

Selama di Eropa, dia rutin menghabiskan waktu dua-tiga jam saat pulang konser untuk menyusun rencana kerja bagi timnya di Indonesia. Perbedaan waktu justru mempertemukan jadwal pulang konser di Eropa dengan jam kerja pagi di Indonesia. Pada periode ini, dia kerap berkomunikasi telepon atau facetime via aplikasi digital untuk menggelar rapat.

“Usai saya istirahat dan bangun, di Indonesia sudah menjelang jam pulang kerja. Saya biasanya mengecek status pekerjaan tim atau menyelesaikan laporan,” kata Yanti.

Seusai British Summer Time Festival, Yanti tak langsung kembali ke Jakarta. Dia sudah memesan tiket pesawat menuju Amerika Serikat, 12 Juli nanti. Rencananya, dia akan menyaksikan konser Dead & Company di Citi Field, New York, 15-16 Juli mendatang. Dia baru pulang ke Indonesia pada 20 Juli.

Dengan jadwal sepadat itu, berapa duit yang dirogoh dari kocek Yanti? “Paling mahal hanya tiket pesawat. Tiket konser di Eropa itu hanya 50-200 pound sterling (Rp 900 ribu-3,6 juta). Di Amerika sekitar US$ 250-300 (Rp 3.654.262-4.385.115). Pilih hotel murah yang dekat venue sehingga bisa jalan kaki,” ujarnya.

Penulis Ifnur Hikmah, 30 tahun, pun keranjingan konser musik. Dia bahkan pernah mencatatkan rekor sebulan satu kali menonton penampilan langsung penyanyi atau band idolanya sepanjang 2019. Andai tak terjadi pandemi, perempuan yang sebelumnya bekerja sebagai wartawan ini bisa kembali melanjutkan hobinya itu pada tahun-tahun berikutnya. 

Pada awal 2020, misalnya, dia sudah berencana terbang ke Jepang dan Korea Selatan untuk menyaksikan konser boy group asal Negeri Ginseng, NCT (Neo Culture Technology). “Batal karena beberapa negara sudah tanda-tanda mau lockdown. Padahal sudah dapat visa. Benar saja, pemerintah Jepang langsung menutup negaranya H+2 konser NCT,” ucapnya.

Ifnur sudah memiliki keinginan terpendam menyaksikan konser musik sejak kecil, tapi sulit terwujud karena keterbatasan uang dan minimnya pertunjukan di daerah tempat tinggalnya, Bukittinggi, Sumatera Barat. Dia baru bisa menyalurkan hobinya ini saat pindah dan bekerja di majalah Kawanku pada 2014-2018. Selama periode itu, dia mendapat tugas meliput puluhan konser musik di dalam dan luar negeri.

Dia juga sering merogoh kantongnya sendiri untuk menonton aksi penyanyi idolanya. Beberapa yang berkesan baginya adalah konser boy group Korea Selatan, Shinee, di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, November 2016. Saat itu, dia membeli tiket paling mahal sekitar Rp 4 juta untuk mendapatkan posisi paling dekat panggung. Penampilan ini menjadi kesempatan terakhir para fan grup itu sebelum salah seorang personelnya, Kim Jong-hyun, bunuh diri pada 18 Desember 2017.

Selain menyukai Korean pop atau K-Pop, Ifnur adalah penggemar penyanyi asal Inggris, Ed Sheeran. Dia pernah terbang ke Filipina hanya untuk menonton langsung pelantun lagu “Thinking Out Loud” itu pada April 2018. Sebelumnya, dia mencari kenalan di Manila untuk bisa memesan tiket konser yang mensyaratkan pencantuman nomor induk kependudukan warga Filipina. Di lokasi konser, dia bahkan memperbarui (upgrade) tiket yang sudah dia beli dengan tiket yang lebih mahal—seharga Rp 2 juta—agar lebih dekat dengan posisi panggung.

Tahun ini, dia sudah mengantongi sejumlah tiket konser musik. Salah satunya konser Justice World Tour dari Justin Bieber di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta, 3 November mendatang. Penjualan 20 ribu lembar tiket konser itu secara daring sempat viral karena menjadi rebutan. Harga tiketnya Rp 1,5-8,5 juta, belum termasuk pajak dan admin fee.

Ifnur menyisihkan sejumlah penghasilannya untuk hobinya itu. Itu yang membuatnya berani pergi menonton konser hingga mancanegara. “Saya juga sudah beli tiket konser Coldplay di London untuk Agustus 2022, tapi batal berangkat karena personal reason,” ujarnya.

Sejumlah anggota komunitas lokal penggemar band ini, The Script Family Indonesia, juga menempuh berbagai cara untuk bisa mendatangi konser band asal Irlandia tersebut. Chelsea Canada, misalnya, sudah mulai mengejar konser idolanya itu sejak sekolah menengah atas. Dia mengupayakan sejumlah cara untuk menghadiri pertunjukan The Script di Malaysia pada April 2015 dan di Singapura pada April 2018.

Chelsea Canada saat menonton konser The Script di Singapura, April 2018. Dok. Pribadi

Chelsea, 20 tahun, mengatakan butuh uang hingga Rp 6 juta untuk membeli tiket konser kelas VIP, tiket pesawat pergi-pulang, penginapan, dan makan selama di Malaysia. Dia menyimpan uang sakunya sebesar Rp 10 ribu per hari selama beberapa bulan. Selain membawa bekal ke sekolah, dia memaksa orang tuanya mengantar dan menjemputnya agar tak mengeluarkan biaya transportasi.

Dia juga mengumpulkan uang hingga Rp 10 juta untuk biaya menonton konser grup musik rock itu di Singapura. Saat itu, dia mengumpulkan sejumlah pakaian bekas layak pakai dari anggota keluarganya. Dia pun membeli pakaian bekas murah di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Dia kemudian menjual pakaian bekas tersebut lewat Instagram dan beberapa platform marketplace. Chelsea juga menjual sedotan ramah lingkungan berbahan stainless steel kepada teman dan dosennya di kampus.

“Sebagai pelajar dan mahasiswa, uang saya pasti sangat terbatas. Jadi putar otak, cari cara dapat uang banyak dan cepat,” ucap alumnus Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta, itu.

Anggota komunitas lain, Yasmin Nadia Bachmid, memiliki cara sendiri untuk datang ke konser band yang digawangi Danny O’Donoghue itu di Malaysia. Saat itu dia baru saja menjalani upacara pernikahan dengan suaminya, November 2014. Keduanya kemudian bersepakat menunda bulan madu. Sebagian besar uang amplop hadiah pernikahan pun digunakan sebagai modal menonton konser musik. “Tapi kami beli tiket yang berdiri atau standing senilai Rp 1,1 juta per orang,” tuturnya

FRANSISCO ROSARIANS, ANWAR SISWADI (BANDUNG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus