Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gadis itu berumur 16 tahun, bertinggi badan 170 sentimeter, dan berat 60 kilogram. Meski tak terlalu gemuk, dia menganggap itu bukan berat ideal. Sedikit lemak perlu dibuang. Seseorang memberitahukan jalan terpendek untuk melakukannya: minum obat herbal.
Maka selama tiga tahun dia mengkonsumsi herbal pelangsing itu. Produsen dan distributornya mengklaim produk mereka 100 persen aman. Berat si gadis memang turun menjadi 47 kilogram, tapi kini dia punya masalah baru.
Siklus menstruasinya menjadi tidak teratur, terkadang datang dua bulan sekali. Itu pun waktunya sangat pendek, yakni 2-4 hari. Padahal sebelum ia kepincut herbal pelangsing, selain datang saban bulan, menstruasinya berlangsung 5-6 hari. Keluhan ini tetap ada meski dia sudah berhenti minum pelangsing itu sejak akhir tahun lalu. Meski ada keluhan, dia awalnya enggan ke dokter. "Sumpah, aku takut," katagadis yang kini berumur 20 tahun itu kepada Tempo, Rabu dua pekan lalu.
Ketakutan gadis itu bersumber dari pengalaman saudaranya yang memiliki anak cacat karena sewaktu muda mengkonsumsi obat pelangsing. Hingga usia 15 tahun, si anak masih seperti bayi yang tidak bisa melakukan aktivitas apa pun. Menurut dokter, kelainan itu terjadi karena pengaruh kimia obat yang dikonsumsi sang ibu. Diduga ada campuran obat kimia sibrutamin hidroklorida di dalamnya.
Masalah yang dialami gadis itu tampaknya sudah mulai sering terdengar. Hal itulah yang kemudian menjadi salah satu bahasan dalam talk show "BPOM Sahabat Ibu" di kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Rabu pekan lalu. "Sibrutamin sudah dilarang penggunaannya untuk pengobatan apa pun sejak 2010," kata Roland Hutapea, Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik BPOM, dalam hajatan tersebut.
Sibrutamin adalah golongan obat keras yang dulu kerap dipakai dalam pengobatan obesitas alias kegemukan. Obat ini bekerja dengan cara memblok sistem saraf di otak sehingga orang yang mengkonsumsinya merasa cepat kenyang. Namun belakangan BPOM melarang penggunaan sibrutamin karena dapat meningkatkan tekanan darah (hipertensi) dan denyut jantung serta menyebabkan sulit tidur, kejang, penglihatan kabur, dan gangguan ginjal. Masalahnya, kini banyak sibrutamin yang disamarkan dalam obat pelangsing herbal.
Tentang dugaan zat kimia ini sebagai biang kerok rusaknya ovarium (indung telur) juga diungkap Frizar Irmansjah. Dokter kebidanan dan kandungan dari Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta ini mengaku menemukan 4-5 kasus serupa itu. Buntutnya, si empunya ovarium mengalami menopause dini. "Ini akibat banyak orang yang ingin langsing dengan cara instan," katanya.
Kasus menopause dini paling muda menimpa seorang perempuan berusia 19 tahun. Ia minum pelangsing gara-gara dibilang gemuk oleh pacarnya. Enam bulan mengkonsumsi herbal pelangsing, berat badannya memang turun 6 kilogram. Tapi, berbarengan dengan itu, haidnya tak kunjung datang.
Setelah dicek pola hormonalnya, kata Frizar, ternyata pasien asal Surabaya ini mengalami menopause dini. Salah satu penandanya, level hormon perangsang folikel (follicle-stimulating hormone) di atas 30 nanogram per mililiter. Padahal, pada perempuan yang belum mengalami menopause, level normalnya adalah 30 nanogram per mililiter.
Kepada Frizar, pasien ini mengaku sering mengalami kehausan yang hebat, lalu diikuti banyak minum, berikutnya banyak pipis. Aktivitas sering pipis inilah yang mengganggu sirkulasi darah di indung telur. "Sirkulasi darah di ovarium sangat sensitif," katanya.
Kalau ovarium sudah telanjur rusak, apa boleh buat, kemandulan tak bisa dielakkan, karena di sanalah sel telur dibentuk. Tapi kemalangan gadis berumur 19 tahun itu tidak berhenti di sana. Kerusakan ovarium juga mempengaruhi produksi hormon esterogen, yang selama ini menjadi penjaga kesehatan wanita. Akibatnya, dia pun merasakan apa yang dialami perempuan tua yang mengalami menopause, seperti kulit keriput dan terancam osteoporosis. Agar penampilan gadis belasan tahun ini tak berubah menjadi ibu-ibu setengah baya, sulih hormon estrogen harus dilakukan saban hari seumur hidup.
Pada kasus lain, Frizar juga menemukan wanita 34 tahun yang ingin langsing karena hendak menikah. Tiga bulan minum herbal pelangsing, berat badannya turun, tapi efeknya bikin bergidik. Selain gangguan haid, pasien ini mengalami gagal ginjal dan harus menjalani hemodialisis (cuci darah). Tak lama kemudian, nyawanya tak bisa diselamatkan.
Banyak yang tidak menyadari kehadiran zat berhahaya ini karena kerap disamarkan sebagai herbal. Yang terakhir, banyak pelangsing tubuh yang diklaim merupakan ekstrak buah acai berry. Ini adalah jenis berry kecil berwarna ungu asal Amazon, Brasil, yang disebut-sebut khasiatnya yahud untuk merontokkan lemak di tubuh
Tindakan dokter Rizki Sari, pengelola Atha Beauty Skin Care, Karawaci, Tangerang, untuk membuktikan kandungan sibrutamin dalam herbal pelangsing terbilang tak biasa. Ia melakukan itu karena kian sering mendapati pasien yang berkonsultasi atau menjalani terapi pengurusan dengan akupunktur di kliniknya mengaku pernah mengkonsumsi herbal tersebut. Salah satu pasien yang sempat kepincut kemudian rajin berkonsultasi dengan Rizki adalah gadis 20 tahun yang ada di awal tulisan ini.
Rizki menelan sebutir sibrutamin murni dosis 10 miligram. Hasil yang dirasakan perut terasa kenyang, tak ingin makan, dan tenggorokan didera haus yang hebat. Gara-gara obat ini, ia sanggup tak makan seharian. Sebagai pembanding, beberapa hari kemudian, giliran ia menelan kapsul berbahan dasar acai berry. Asumsinya, ini adalah obat herbal. Tapi apa hasilnya? "Aje gile, dampak merasa kenyang dan tidak ingin makannya bisa bertahan 3-4 hari," katanya.
Karena dampaknya persis sama, termasuk mengalami haus berat, Rizki yakin kapsul pelangsing yang berbahan dasar acai berry itu mengandung sibrutamin. Secara logika, tidak mungkin orang mengkonsumsi sari buah bakal memicu haus yang amat berat plus tahan tidak makan berhari-hari. "Enggak tahu berapa tuh dosis sibrutamin di dalamnya," kata Rizki. Di Amerika Serikat, dia menambahkan, pada Oktober 2011, Food and Drug Administration melarang peredaran kapsul pelangsing Acai Berry Soft Gel ABC karena terbukti mengandung sibrutamin.
Setelah mengkonsumsi pelangsing acai berry, belasan pasien Rizki mengaku sempat turun berat badan. Namun, setelah tak mengkonsumsi karena efek samping yang muncul, bobot mereka justru melonjak drastis alias terjadi rebound effect. Sel-sel dalam tubuh seperti balas dendam setelah dikuasai sibrutamin. Ibaratnya, minum air saja bisa menjadi daging.
Tengok saja kisah Lilis, bukan nama sebenarnya. Pasien dokter Rizki ini mengaku, sebelum minum pelangsing herbal, beratnya 65 kilogram, lalu sempat turun 7 kilogram setelah mengkonsumsi pelangsing mengandung sibrutamin. Setelah pelangsing disetop karena ia mual, susah napas, pingsan, dan merasa hampir mati, kini berat badannya menjadi 74 kilogram. Selain lebih gendut, lambung Lilis terkena maag akibat pelangsing super itu.
Rizki dan kawan-kawan berharap BPOM cepat bertindak agar korban tak makin banyak. Lembaga ini diminta rajin melakukan pengujian di laboratorium dengan mengambil contoh pelangsing yang beredar di pasar, termasuk diiklankan lewat Internet. Hasilnya, kata Rizki, "Umumkan di televisi, media cetak, juga Internet."
Sejatinya, BPOM tidak berdiam diri. Pada Juni 2009, misalnya, mereka pernah merilis peringatan publik bahwa enam produk obat tradisional pelangsing yang mengklaim herbal tapi terbukti mengandung sibrutamin. Keenam produk berbentuk kapsul itu bermerek Sera, Lasmi, Sulami, Li Da Dai Dai Hua Jiao, New Pro Slim, dan Qianjiali. Meski sudah dilarang, hingga saat ini beberapa produk itu masih dijual bebas lewat Internet. "Kami akan lebih tegas lagi," kata Sukiman Said Umar, Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen BPOM. "Tindakan mereka telah memenuhi unsur tindak pidana," katanya.
Dwi Wiyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo