Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta orang tua membatasi anak bermain gawai di waktu tertentu. Contohnya setelah pukul 18.00 dengan contoh dari orang tua sendiri. Ketua Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), mengatakan anak harus melihat perlakuan yang sama agar bisa memahami maksud di balik pembatasan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika tidak boleh memegang handphone, orang tuanya juga harus begitu, harus sama perlakuannya. Jangan anaknya diharuskan begini tapi orang tuanya begitu (masih boleh pegang ponsel)," kata Rini saat diskusi dengan tenaga kesehatan, kader posyandu, dan awak media di Gedung IDAI di Salemba, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penetrasi internet remaja yang meningkat dari 25,84 persen pada 2023 menjadi 31,40 persen di 2024 berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Tahun 2024, menjadi alasan di balik pentingnya membatasi gawai pada anak dan orang tuanya.
"Perlu hati-hati juga karena kalau terlalu lama ada yang disebut adiksi internet. Sekarang internet juga menjadi adiksi, menjadi suatu penyakit," kata guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Departemen Ilmu Kesehatan Anak itu.
Perubahan fungsi otak
Salah satu penelitian mahasiswa Rini mengungkap kecanduan internet pada remaja menyebabkan fungsi otak jadi berbeda dari anak normal ketika dipantau menggunakan MRI karena memberikan gawai kepada anak bisa mengganggu tidur, mengurangi interaksi fisik, bahkan meningkatkan aktivitas perundungan online yang bisa memicu gangguan-gangguan pada saraf di otak.
Pertama, gangguan kecemasan. Korban perundungan siber atau cyberbullying mungkin mengalami kecemasan berlebihan, ketakutan, dan serangan panik. Kedua, depresi. Perundungan online dapat menyebabkan perasaan sedih, putus asa, dan kehilangan minat pada aktivitas yang disukai. Ketiga, gangguan stres pascatrauma (PTSD). Korban perundungan siber mungkin mengalami kilas balikk, mimpi buruk, dan kesulitan berkonsentrasi.
Keempat, gangguan tidur, perundungan siber dapat menyebabkan insomnia, kelelahan, dan kesulitan bangun di pagi hari. Kelima, nyeri fisik. korban perundungan online mungkin mengalami sakit kepala, sakit perut, dan kelelahan kronis.
Perundungan siber adalah masalah serius yang dapat memiliki konsekuensi jangka panjang. Dalam peringatan Hari Anak Nasional, IDAI menyorotinya sebagai masalah yang perlu menjadi perhatian lebih dari para orang tua di rumah.
"Ajarkan anak-anak tentang cara menggunakan internet dengan aman dan bertanggung jawab," pesan Rini.
Pilihan Editor: Tips buat Orang Tua untuk Atasi Anak Kecanduan Gawai