Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Corona Bikin Warteg Legendaris di Jakarta Ini Sepi Saat Ramadan

Pengusaha warteg di Masjid Sunda Kelapa mengeluhkan sepinya pembeli selama wabah corona. Padahal saat Ramadan, warteg ini biasanya buka 24 jam.

26 April 2020 | 10.34 WIB

Warteg Sunda Kelapa sepi pembeli saat Ramadan, karena pandemi Covid-19, Sabtu, 25 April 2020. TEMPO | Bram Setiawan
Perbesar
Warteg Sunda Kelapa sepi pembeli saat Ramadan, karena pandemi Covid-19, Sabtu, 25 April 2020. TEMPO | Bram Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Waktu menunjukkan pukul 16.40 WIB. Suasana sepi di pelataran Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 25 April 2020. Gerbang masjid pun tertutup rapat. Tiada sepeda motor yang berjejal parkir. Pedagang kuliner pun sangat sedikit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Suasana itu sangat berbeda dibandingkan ketika Tempo berkunjung pada Ramadan tahun lalu. Saat itu, masih di jam yang sama, pelataran Masjid Sunda Kelapa sangat ramai. Banyak orang berkerumun untuk membeli takjil. Orang-orang terus berdatangan saat waktu kian mepet azan magrib.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pandemi Covid-19 telah menjungkirbalikkan keadaan. Sekarang sepi. Warteg Sunda Kelapa yang selalu ramai kini pun sepi. Di bulan Ramadan, warteg ini buka 24 jam karena pembeli selalu ramai. Jemaah salat tarawih, termasuk orang-orang yang iktikaf di Masjid Sunda Kelapa membeli makanan buka puasa dan sahur di sini.

"Sekarang cuma buka dari jam 15.00 sampai 21.00 saja. Enggak berani jualan lebih lama lagi, sepi banget pembeli," kata Hajah Djunah, pemilik Warteg Sunda Kelapa, kepada Tempo. Warteg Sunda Kelapa termasuk warung makanan yang legendaris. Menurut Djunah, warteg itu sudah ada sejak tahun 1950-an.

Gerbang Masjid Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, ditutup karena tidak ada kegiatan ibadah berjamaah selama pandemi Covid-19. TEMPO | Bram Setiawan

Djunah adalah generasi kedua yang melanjutkan berjualan. Selama meneruskan usaha kuliner itu, baru kali ini sepi pembeli. "Kemarin saya coba buka dari malam sampai pagi. Pembeli waktu malam cuma satu orang," tuturnya. Djunah menyediakan lima meja untuk para pengunjung bersantap. Namun sekarang semua meja itu sudah dibalik. Tak boleh lagi makan di tempat.

Hal itu mengacu aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Dalam PSBB, ada regulasi tentang kegiatan penyediaan makanan dan minuman, termasuk setiap rumah makan atau usaha sejenis, wajib membatasi layanan hanya untuk langsung dibawa pulang. "Biar sepi pembeli, tapi saya enggak mau libur jualan, yang penting buka saja. Biar masih ada yang beli dibungkus," katanya.

Djunah lantas membandingkan kondisi usahanya ketika wabah corona yang terjadi saat ini, krisis moneter tahun 1997-1998, dan SARS pada 2003. "Waktu yang itu enggak sampai begini keadaannya. Pembeli masih tetap ada, dan lumayan ramai," ucap dia. "Beda banget dengan yang sekarang."

Warteg Sunda Kelapa pernah menjadi tempat makan Presiden Joko Widodo dan sejumlah tokoh nasional lainnya. Mantan Perdana Menteri Inggris, David Cameron juga pernah berkunjung ke warteg itu. Pada Juli 2015, David Dameron yang menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris datang ke Masjid Sunda Kelapa untuk berdiskusi bersama sejumlah pemuka agama Islam. Dia menyempatkan diri mampir ke warteg Sunda Kelapa dan mencicipi pisang goreng bersama Maudy Ayunda, sebagai perwakilan mahasiswi Indonesia yang berkuliah di Inggris.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus