Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Dalam Naungan Sirkadian

Pengobatan kanker makin efektif bila disesuaikan dengan ritme sirkadian tubuh. Kemungkinan kematian sel kanker akan lebih besar.

27 Juli 2019 | 00.00 WIB

Pasien penderita penyakit kanker menjalani pengobatan radiasi di Ruang Radioterapi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Mei 2016./TEMPO/Imam S.
Perbesar
Pasien penderita penyakit kanker menjalani pengobatan radiasi di Ruang Radioterapi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Mei 2016./TEMPO/Imam S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ritme sirkadian umumnya dihubungkan dengan jam bio-lo-gis manusia, terutama yang berkaitan dengan waktu tidur dan terjaga. Namun, dalam kesehatan, efeknya lebih dari itu. Dokter spesialis onkologi radiasi, Irwan Ramli, menemukan ritme sirkadian juga bisa dimanfaatkan untuk mengefektifkan radioterapi pada kanker serviks uteri. Hasil penelitian ini ia beberkan dalam sidang promosi doktornya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Rabu, 26 Juni lalu.

Ritme sirkadian adalah proses biologis yang berpatokan pada siklus 24 jam atau siklus pagi-malam yang mempengaruhi sistem fungsional tubuh manusia. Jam sir-ka-dian otak mengatur tidur, pola makan, suhu tubuh, dan produksi hormon biologis lain.

Adapun kanker serviks uteri alias kanker leher rahim menyerang serviks, yakni ba--gian dari rahim wanita yang menonjol dalam vagina. Penyakit ini menduduki peringkat kedua sebagai kanker terbanyak yang diderita perempuan setelah kanker payudara. Kementerian Kesehatan men-catat prevalensinya mencapai 23,4 per 100 ribu penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100 ribu penduduk. Salah satu penderitanya adalah artis Julia Perez, yang meninggal pada 10 Juni 2017.

Irwan meneliti pemberian radioterapi pada 69 pasien kanker leher rahim stadium IIB dan IIIB yang ukuran kankernya kurang dari 40 sentimeter dan memiliki kadar hemoglobin normal. Ia membaginya ke dalam dua kelompok. Grup pertama di--radiasi pada pagi hari (pukul 06.00-08.00) dan kelompok kedua diradiasi sore (pukul 16.00-18.00). Lalu hasilnya dibandingkan.

Hasil radiasi pasien yang diterapi pagi hari lebih baik ketimbang yang diradiasi sore. “Respons radiasi pada pagi hari ber-peluang enam kali lebih baik dibanding respons radiasi pada sore hari,” ujarnya.

Siklus sel, kata Irwan, terjadi di bawah kontrol sirkadian. Proses pembelahan diri sel yang sehat terjadi pada sore sampai ma-lam. Sel-sel mukosa atau sel kulit manusia, misalnya, membelah pada pukul 18.00-00.00.

Sedangkan pembiakan sel kanker terjadi pada waktu berbeda. Sel kanker diduga bermitosis alias berkembang biak pada pagi hari, pukul 06.00-12.00. Maka, ketika radiasi ditembakkan pada waktu itu, ke-mungkinan kematian sel ganas tersebut akan makin besar.

Efek sirkadian terhadap kesehatan su-dah lama diamati. Adalah Jeffrey C. Hall dan Michael Rosbash dari Brandeis University di Boston serta Michael W. Young dari Rocke-feller University di New York, Amerika Serikat, yang menemukan pola sirkadian pada 1984. Mereka mengamati ritme biologis lalat buah dan memeriksa gennya. Rupanya, ada gen yang meningkat pada malam hari dan menurun saat siang. Gen tersebut mengatur ritme tubuh. Penemuan tersebut membuat mereka diganjar Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran pada 2017.

Sejak temuan tersebut, ritme sirkadian banyak diteliti orang. Salah satunya oleh Rebecca Richmond, peneliti dari Cancer Research UK Integrative Cancer Epidemiology Program di University of Bristol, Britania Raya. Ia dan timnya mengumpulkan data 180 ribu perempuan. Mereka menanyakan kebiasaan bangun, juga menganalisis variasi genetik yang ber-hubungan dengan kebiasaan tidur. Hasil-nya, risiko menderita kanker payudara turun sampai 48 persen pada mereka yang bangun pagi.

Terganggunya ritme sirkadian tu-buh, seperti akibat kerja shift malam, juga terbukti membuat tubuh rentan terha-dap banyak kanker lain. Amita Sehgal, pro-fesor neurosains dan Direktur Program Kronobiologi dari University of Pennsylvania, Amerika, seperti diku-tip dari Oncology Times, mengatakan ritme sirkadian tubuh yang berantakan mening-kat-kan risiko kanker paru-paru, kulit, oral, juga prostat.

Menurut guru besar tetap onkologi ra-diasi FKUI, Susworo, penelitian peng-obat-an kanker yang dihubungkan dengan ritme sirkadian seperti yang dilakukan Irwan tergolong baru. Namun hasil penelitian ini mungkin akan susah dikerjakan lantaran pengobatan kanker di Indonesia biasanya dimulai pada pukul 08.00. Itu baru pen-daf-taran antrean pengobatan, belum di-tam-bah waktu pemeriksaan penunjang sebelum pasien mendapatkan terapi radia-si. Maka pasien baru diterapi pada siang sampai sore hari.

Studi ini mesti dilanjutkan untuk mem-perkuat pembuktian pengaruh sirkadian, juga untuk mengetahui pengaruh faktor lain. “Misalnya kadar hemoglobin dalam darah pasien, ini juga berpengaruh,” ujar Susworo.

NUR ALFIYAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Nur Alfiyah

Nur Alfiyah

Bergabung dengan Tempo sejak Desember 2011. Kini menjadi redaktur untuk Desk Gaya Hidup dan Tokoh majalah Tempo. Lulusan terbaik Health and Nutrition Academy 2018 dan juara kompetisi jurnalistik Kementerian Kesehatan 2019. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus