Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Diagnosa juliati

Disertasi juliati hood alsagaff berjudul "pendekatan baru dari diagnosa dan klasifikasi kanker paru" diajukan pada universitas airlangga surabaya. cara baru pemeriksaan kanker paru yang lebih akurat.

2 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROMOVENDA yang berkebaya dan berselendang panjang itu menunduk, matanya berkaca-kaca. Ia, Juliati Hood Alsagaff, 45 tahun, baru saja dinyatakan lulus dengan predikat cum laude oleh Rektor Unair, Prof. Soedarso Djojonegoro. Peristiwa ini terjadi Sabtu pekan lalu, di aula Pascasarjana Unair Surabaya. Disertasi Juliati, yang berjudul "Pendekatan Baru dari Diagnosa dan Klasifikasi Kanker Paru", dipuji banyak ahli, sebagai terobosan dalam penelitian terhadap penyakit ganas itu. "Dia begitu kreatif dan berani," kata Prof. dr. Sitiawan Kartosoedirdjo, 77 tahun, ahli paru-paru yang ikut menguji. Juliati memang paham betul seluk-beluk kanker paru. Ia meraih gelar Magister Sains pada 1980, juga dengan tesis mengenai kanker paru. Juliati sudah lama prihatin melihat angka-angka penderita kanker paru yang makin meningkat. Di AS penyakit ini adalah pembunuh nomor satu kaum pria. Bahkan "Tahun 1990 akan terjadi kenaikan drastis di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia," kata Juliati. Inilah yang mendorongnya mengadakan penelitian, yang makan waktu tidak kurang dari lima tahun itu. Dalam penelitiannya, Juliati menggunakan 170 sampel berupa semua bahan kanker paru primer yang dioperasi Sampel itu diperolehnya dari Laboratonum Patologi FK-Unair sejak 1984 sampai September 1987. Ia juga mendapat bantuan sampel dari RS St. Antonius, Utrecht, Belanda, hasil operasi tahun 1984 dan 1985. Juliati sendiri sampai dua kali datang ke Belanda, untuk penelitian ini. Ia menggunakan metode yang disebut eksperimental komparatif murni (EKM). Atas 170 sampel tadi, Juliati menerapkan tiga "pendekatan baru" untuk pemeriksaan kanker paru: Pertama, sitologi imprin yaitu memeriksa sel-sel yang lepas dari bahan kanker. Kedua, pemeriksaan histopatologi dengan bahan plastik. Dan yang ketiga adalah imunohistokemistri dengan memakai tissue marker (petanda jaringan) atau tumor marker (petanda tumor). Menurut Juliati, dengan metode EKM lewat serangkaian tes statistik - diperoleh ketelitian dan ketepatan lebih tinggi, dibanding cara konvensional yang menggunakan histopatologi dengan bahan parafin. Hasil penelitian Juliati memang pantas mendapat acungan jempol. Akurasi diagnosanya sampai 92%. Padahal, dengan cara konvensional, "Lebih dari 60% diagnosanya tidak akurat. Saya sudah membuktikannya dengan uji statistik," kata Juliati yakin. Akuratnya diagnosa sangat penting, karena "Waktu tahan hidup penderita (survival ) dapat dinaikkan. Dan tindakan prevensi akan lebih mengena," kata lulusan FK Unair tahun 1965 ini. Penderita kanker paru jenis sel kecil misalnya. Bila tanpa terapi, penderita paling lama bertahan delapan bulan. Tapi dengan terapi radiasi dan kemoterapi, usia pasien bisa "dilonggarkan" sampai tiga tahun. Yang lebih menarik, Juliati ternyata menemukan klasifikasi baru jenis-jenis kanker paru. Adapun standar internasional WHO (Organisasi Kesehatan Sedunia) menetapkan enam Jenis kanker paru: karsmoma sel skwamus, sel kecil, kelenjar, sel besar, kelenjar skwamus, dan tumor karsinoid. Hasil penelitian Juliati menunjukkan, karsinoma sel besar sebenarnya dapat dipilah-pilah menjadi subjenis skwamus, kelenjar, sel kecil, dan skwamus kelenjar. Jadi, "Otomatis ini akan mengubah klasifikasi standar WHO 1981. Perlu ada revisi," tutur Juliati, ibu empat anak ini, dengan tandas. Dalam waktu dekat ia bermaksud mengirim disertasinya ke WHO. Bisakah klasifikasi WHO diubah? "Tak semudah itu. Kita masih harus berhadapan dengan ahli berbagai negara untuk merevisinya," ujar Dr. Wagenaar, 50 tahun, dari Universitas Utrecht, Belanda, yang datang ke Surabaya sebagai penyanggah disertasi Juliati. Wagenaar yang ahli patologi itu mengakui bahwa pendekatan Juliati sangat akurat. Berkat ketekunan dan dedikasinya Juliati - yang siang itu didampingi suaminya dr. Hood Alsagaff, seorang ahli penyakit paru FK Unair - telah meletakkan tonggak baru, bagi sejarah penelitian kanker paru di Indonesia. Wahyu MUryadi dan Toriq Hadad (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus