Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI sebuah ruangan di Rumah Sakit Jiwa Pekanbaru, Rusli Zainal terpekur menatap sebuah naskah. Ia seorang bupati, tepatnya Bupati Indragiri Hilir, tapi baru kali ini ia menjalani hal seperti itu. Sejak pukul 9 pagi, ia harus berada di ruang tes dan menjawab semua soal yang tertera di atas kertas tes. Semuanya mesti selesai dalam satu setengah jam. Dari situ dokter jiwa akan menyimpulkan sehat-tidaknya kondisi kejiwaan calon gubernur itu.
Calon gubernur dan kesehatan jiwa? Dua hal yang hampir tak pernah bertautan itu kini berhubungan erat. Panitia Pemilihan Gubernur Riau memutuskan, calon Gubernur Riau bukan orang yang terganggu mentalnya. Fachrudin, salah seorang anggota panitia, menyebut sebuah pasal dalam Tata Tertib Pemilihan Gubernur Riau. Dan Rusli beserta 14 calon gubernur lainnya tunduk pada aturan baru itu. "Setiap calon gubernur harus mendapatkan surat keterangan dari psikiater bahwa yang bersangkutan tidak terganggu jiwa atau ingatannya," ucapnya tenang.
Dunia berubah. Dulu surat keterangan sehat seorang dokter sudah cukup, tapi kini setiap peserta harus datang langsung dan ikut ujian. Jika hasilnya buruk, cita-cita menjadi gubernur berakhir di situ. Tes kejiwaan ini merupakan tes awal—dari sekian tes—bagi para calon.
Sehat jiwa ini dibuktikan lewat tes yang menggunakan metode Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI). Dengan model ini, peserta ujian diwajibkan menjawab 566 butir soal. Materinya berkisar tentang kegiatan sehari-hari. Soal yang diujikan juga mudah saja, misalnya "Aku ingin jadi penari," "Kadang-kadang aku merasa ingin mengumpat caci," "Aku sekarang ingin jadi wanita," dan "Tidurku sering terganggu dan terjaga." Setiap soal cukup dijawab dengan memilih kata "ya" atau "tidak."
Dari serangkaian materi sepele ini akan muncul kesimpulan tentang sepuluh kondisi jiwa si calon: hypochondriasis (keluhan fisik), depression, schizophrenic (mengalami halusinasi dan kekacauan proses pikir), paranoia (kecurigaan berlebihan), conversion hysteria (sakit jasmani karena pengaruh psikologis), psychopathic deviate (antisosial), masculinity-femininity (mengukur seberapa maskulin dan femininnya seseorang lewat kegiatan yang dilakukan), social introvert (kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain), psychasthenia (ketelitian), dan hypomania (reaksi ketika berhadapan dengan orang banyak).
Menurut ahli jiwa dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Danardi Sosrosumihardjo, biasanya nilai tes orang yang normal 50 sampai 70. Jika nilainya di atas kisaran itu, diperkirakan kondisi jiwa orang tersebut terganggu.
Untuk menjaga validitasnya, metode yang sudah digunakan di Indonesia sejak 1980-an ini dilengkapi juga dengan skor kebohongan (lie score). Bila nilainya jauh di atas angka 70, bisa dipastikan si peserta memanipulasi jawaban dan tes harus diulang. Selain itu, untuk melihat konsistensinya, ada beberapa soal yang selalu diulang-ulang. Menurut Direktur Rumah Sakit Jiwa Pekanbaru, Ekmal Rusdy, hasil tes yang telah dianalisis oleh psikiater lantas dikirim ke para peserta.
Bagaimanapun, tes itu sekadar usaha manusia untuk melihat kepribadian seseorang lewat selembar soal: egoiskah dia? Bagaimana kerja sama timnya? Kecenderungan penyimpangan seksual? Masih banyak lagi yang diharapkan bisa terungkap. Simplistis, tapi diyakini kemampuannya oleh banyak ahli jiwa. Sekalipun begitu, Ekmal mengakui ancaman ketidakakuratan. "Bisa saja peserta sedang kelelahan atau emosinya sedang tidak stabil, sehingga mempengaruhi pula hasil tes," katanya.
Agar lebih akurat, Danardi Sosrosumihardjo menganjurkan wawancara klinis dengan para calon. Di sini si psikiater akan memburu si calon lebih jauh dengan pertanyaan-pertanyaannya.
Tes semacam ini sebetulnya bukan baru dilakukan terhadap calon Gubernur Riau saja. Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia, Pandu Setyawan, hampir setiap daerah mengirimkan para kandidatnya untuk ikut ujian. Meski begitu, uji mental lewat MMPI bukan cuma ditujukan bagi para calon pemimpin, tapi juga bisa untuk setiap orang. Mungkin masih banyak kekhawatiran tentang akurasi tes itu. Tapi keberanian untuk menguji kesehatan mental calon orang nomor satu di daerah itu perlu dipuji.
Dewi Rina Cahyani, Jupernalis Samosir (Pekanbaru)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo