Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Aliansi Orang Sadik

21 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arif Zulkifli*

HARAPAN kerap datang dari tempat tak terduga, dan hari itu saya menemukannya pada Paul Christian Radu. Ia orang Rumania. Usia belum 40 tahun, tubuhnya tinggi lancir. Rambutnya pirang setengkuk, yang pada sisi pipi ia selipkan di belakang telinga. Dengan jenggot yang kasar, sepintas ia tampak seperti penyanyi Kurt Cobain.

Paul malang-melintang di dunia jurnalistik. Ia wartawan investigasi lepas pada koran ternama Rumania, Evenimentul Zile. Pada 2003, ia mendirikan Romanian Center for Investigative Journalism. Biodatanya dipenuhi pelbagai penghargaan dan anugerah. Hari itu ia tampak sederhana dengan baju hangat warna gelap.

Paul adalah satu dari 42 wartawan, akademikus, dan perwakilan penegak hukum dari pelbagai pelosok dunia yang berkumpul di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina, Austria, dua pekan lalu. Pertemuan itu digagas United Nations Office on Drugs and Crime, badan PBB yang membawahkan urusan korupsi.

Menyepakati konvensi melawan korupsi (UNCAC) pada 2003, melalui pertemuan itu PBB mengelaborasi artikel 13, yang menyebutkan pentingnya peran masyarakat sipil dan media massa dalam memerangi korupsi. Rapat menggali pengalaman para partisipan dalam menerapkan jurnalisme investigasi di negara masing-masing.

Paul berbicara pada hari kedua. Kepada hadirin ia menjelaskan pekerjaannya dalam Organized Crime and Corruption Reporting Project, lembaga investigasi lintas negara di kawasan Balkan yang ia pimpin. Melalui proyek itu, Paul cs mengembangkan sebuah jaringan informasi bisnis kotor lintas negara. Idenya: setiap orang yang memiliki informasi tentang jaringan bisnis tertentu di negara masing-masing diminta mengisi formulir melalui situs Internet.

Misalnya, politikus A memiliki 50 persen saham di perusahaan X. Ia juga memiliki saham di perusahaan Y di negara tetangga. Mitranya di negara sebelah memiliki perusahaan Z, dan dalam bisnis itu sang partner tercatat menunggak pajak. Jaringan itu lalu divisualisasikan dalam grafik jala laba-laba.

Proyek ini mengasumsikan tak ada bisnis kotor yang bergerak sendirian. Yang satu dipastikan punya kaitan dengan yang lain. Semakin banyak data yang diunggah, semakin tampak tali-temali hubungan mereka.

Untuk menjaga otentisitas informasi, Paul memastikan setiap data diambil dari dokumen publik. Kasak-kusuk dan cerita warung kopi tak boleh masuk, meski mungkin sensasional. Dokumen perbankan yang membuktikan pemilikan beberapa perusahaan, sekadar contoh, diunggah Paul berdasarkan sahifah pengadilan atas sengketa bisnis dua perusahaan di kawasan Balkan.

Berbeda dengan di Wikipedia, pengunggah jaringan Paul bukan sembarang orang. Hanya anggota yang memiliki "­akreditasi" yang ia izinkan membagi data. Paul optimistis, proyek yang akan diluncurkan beberapa bulan ke depan ini dapat membantu membongkar bisnis kotor lintas negara. Mengantisipasi kemungkinan jaringannya dituntut oleh pelaku kejahatan yang "belangnya" terbongkar, Paul mengasuransikan situsnya itu. "Untuk membayar pengacara yang membela di pengadilan," katanya.

Di Indonesia, jaringan Paul bisa dipakai untuk mengidentifikasi pebisnis yang menyimpan uang di negara tetangga. Juga mengungkap pengusaha baru yang sesungguhnya cuma fronting pengusaha lama. Proyek ini juga bisa mengungkap jaringan narkoba atau bisnis perdagangan manusia lintas negara.

Kata kuncinya adalah persekutuan. Korupsi diyakini tak lagi disekat oleh batas negara, dan karena itu pengungkapannya juga harus melintas batas. Persekutuan juga mengeliminasi problem klise dalam jurnalisme investigasi: ketakutan dan risiko. Semakin banyak jurnalis investigasi terlibat dalam sebuah proyek, semakin sulit bagi si pengancam membuktikan gertaknya.

Di banyak daerah di Indonesia, sering wartawan punya informasi penting tentang suatu kasus korupsi tapi tidak menelusurinya. Bukan sekadar karena masalah teknis jurnalistik, melainkan juga oleh kecemasan terhadap risiko. Persoalan ini sebetulnya bisa diatasi jika investigasi menjadi proyek bersama. Dalam aliansi ini, eksklusivitas media jadi nomor dua. Tujuan besarnya adalah mengungkap skandal. Liputan bisa disiarkan bersama di semua media anggota jaringan selain outlet lain yang dianggap efektif. Saya percaya keberanian—sebagaimana ketakutan—bisa ditularkan.

Dalam pertemuan Wina, saya menyebut perlunya aliansi orang sadik (alliance of the good men). Istilah ini tak sekadar merujuk pada orang baik dalam pengertian saleh, tapi juga jujur dan lurus. Dengan kata lain, pada mereka ada kesamaan motif dan niat baik. Aliansi para sadik diharapkan melahirkan sesuatu yang kerap raib: keberanian. Takut merupakan sifat alamiah manusia, tapi takut yang dipelihara akan mudah tergelincir menjadi takluk. Pada yang terakhir, kita sulit menemukan harapan.

Persekutuan orang sadik bisa dikembangkan tidak cuma antarjurnalis, tapi juga antara jurnalis dan narasumber. Asumsi dasarnya: orang sadik itu ada, bahkan di tempat terburuk sekalipun. Kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman—­untuk menyebut beberapa lembaga penegak hukum yang citranya tak cemerlang—diyakini menyimpan kaum yang sadik, intan permata yang terbenam. Tugas jurnalislah menemukan mereka, membangkitkan keberanian melawan risiko, dan mengajak mereka menjadi bagian dari kerja jurnalisme investigasi (deep throat). Patut ditegaskan, tujuan akhir persekutuan ini bukanlah sekadar keuntungan media, melainkan pengungkapan skandal korupsi.

Dalam ranah berbeda, kisah penangkapan terpidana korupsi cek pelawat Nunun Nurbaetie bisa dijadikan contoh ­aliansi itu. Pada Desember 2011, Nunun ditangkap ­Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia di Bangkok, Thailand. ­Terbang meninggalkan Indonesia hampir dua tahun sebelumnya, ia dinyatakan buron. Belakangan Nunun divonis bersalah karena menjadi bagian dari rasuah pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia Miranda Goeltom.

Berbilang tahun KPK menguntitnya ke pelbagai negara. Luas dipercaya orang, Nunun dijaga jaringan internasional. Kepolisian Thailand diyakini juga ogah mencokok Nunun karena punya hubungan erat dengan anggota keluarga sang buron. Akhirnya, Nunun tertangkap.

Seperti diungkap majalah Tempo edisi 19-25 Desember 2011, penangkapan itu terjadi berkat kerja sama penyidik KPK dengan sejumlah anggota kepolisian Thailand dalam sebuah operasi tertutup. Bantuan polisi muda Negeri Gajah Putih diyakini tak diketahui institusi kepolisian di sana. Dengan asumsi bahwa polisi-polisi muda Thailand itu tak mendapat keuntungan apa pun dari operasi ini—bahkan mungkin justru dihukum karena bekerja di luar perintah—dapat disimpulkan Nunun dicokok karena aliansi para sadik.

Jika aliansi para sadik didasarkan pada kesamaan ­motif dan cita-cita, di mana peran para pembocor yang punya ­motif sendiri—kontraktor yang kalah tender, politikus yang tak kebagian jatah rasuah, pejabat yang tersingkir dalam intrik birokrasi? Menurut saya, di sini diperlukan aliansi lapis kedua: para pembocor.

Dalam jurnalisme, motif narasumber bisa diabaikan. Sepanjang informasi terjaga otentisitasnya melalui proses verifikasi yang ketat, motif narasumber bisa diabaikan. Jurnalis akan terhindar dari tudingan menjadi corong si pembocor jika menjaga dua hal. Pertama, melakukan verifikasi habis-habisan terhadap info si narasumber, dan kedua, melakukan hal yang sama jika suatu ketika keburukan si narasumber justru yang dibongkar.

Ikatan dalam aliansi lapis kedua akan lebih longgar daripada lapis pertama. Mereka yang hari ini menjadi bagian dari aliansi besok lusa justru menjadi orang yang skandalnya dibongkar.

Dengan dua lapis aliansi inilah jurnalisme investigasi bergerak. Melalui disiplin yang ketat dan kerja yang persisten, jaringan para sadik dapat terus diluaskan. Modus korupsi mungkin bermutasi dari waktu ke waktu. Tapi aliansi orang sadik akan mendeteksi mutasi itu—selain menyempitkan ­ruang gerak mereka yang lancung.

Saya percaya ini bukan utopia.

*Wartawan Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus