Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Efek Merokok 10 Akan Terasa Tahun Lagi, Ini yang Bikin Ketergantungan

Merokok semakin umum dilakukan masyarakat di Indonesia. Waspada, dampak buruk kesehatan bagi perokok akan dirasakan 10-20 tahun lagi.

31 Mei 2023 | 16.01 WIB

ILustrasi larangan merokok. REUTERS/Eric Gaillard
Perbesar
ILustrasi larangan merokok. REUTERS/Eric Gaillard

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kebiasaan merokok menjadi kegiatan yang sangat mudah terlihat di Indonesia. Baik pria maupun wanita, kerap melakukannya saat sedang istirahat, atau bahkan ketika ingin mendapatkan inspirasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dokter Spesialis Paru dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-RSUP Persahabatan Sita Laksmi Andarini menjelaskan, tembakau yang ada dalam rokok berbahaya. Alasannya rokok mengandung nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik atau memicu kanker.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Nikotin masuk (ke tubuh), dihisap, masuk ke dalam peredaran darah dan masuk ke otak, di situ, ada reseptor, kemudian meningkatkan dopamin. Kalau dopamin naik, orang yang merokok merasa enak, nyaman, bisa tidur. Begitu dopamin turun, langsung dia gelisah, marah-marah," kata Sita yang merupakan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu saat bertemu media di Jakarta, Rabu 31 Mei 2023 bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia.

"Makanya orang merokok itu susah berhenti karena ketergantungan nikotin," kata dia.

Saat ini mungkin merokok membuat tenang pikiran dan nyaman. Namun sayang, efek kesehatan yang akan dirasakan para perokok akan dirasakan pada 10-20 tahun ke depan. "Efeknya tidak dirasakan sekarang, tapi dirasakan 10 hingga 20 tahun ke depan," kata Sita. 

Sita juga mengatakan, asap rokok mengandung 4 ribu zat kimia, dengan 60 di antaranya merupakan karsinogenik. Oleh karena itu, orang yang merokok memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker paru atau meninggalkan akibat kanker tersebut, dibandingkan orang yang tidak merokok.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) tahun 2021, kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak ketiga dan penyebab nomor satu kematian akibat kanker.

Selain membahayakan perokok aktif, Sita mengingatkan asap rokok juga berbahaya bagi orang lain, baik yang sengaja maupun tidak sengaja menghirupnya. Asap rokok tersebut dikenal dengan istilah secondhand smoke (SHS).

Lebih lanjut, kata Sita, residu asap rokok yang menempel di permukaan seperti baju, sofa, dan benda-benda lainnya alias third-hand smoke juga berbahaya. "Risiko perokok aktif mengalami kanker paru adalah 13,6 kali lipat dibandingkan yang tidak merokok, sedangkan perokok pasif risikonya adalah empat kali lipat," kata Sita.

Untuk itu, Sita pun menganjurkan agar menghentikan kebiasaan merokok sebagai salah satu upaya pencegahan kanker paru. "Memang ini adalah masalah yang sangat berat. Ada klinik berhenti merokok, tapi tetap susah. Sehingga memang motivasinya harus dari diri sendiri, karena buktinya, saat puasa saja bisa berhenti merokok selama 12 jam," ujar Sita.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus