Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih dari satu dekade Stefer Rahardian menggeluti dunia -mixed martial arts alias bela diri campuran profesional. Tiga tahun terakhir, dia bergabung dengan ONE Championship alias ONE FC— turnamen mixed martial arts (MMA) terbesar di Asia. Toh, perasaan gugup masih menderanya tiap kali bersiap masuk ke ring. Alih-alih membuatnya ciut, perasaan gugup itu justru memacu semangatnya untuk bertanding.
Begitu dia di atas ring, menurut Stefer, rasa gugup itu berubah menjadi energi baru. Pikiran dan tubuhnya seperti otomatis bereaksi merespons gerakan lawan. Dia bisa melontarkan pukulan dan tendangan tanpa ragu. Ketika dalam posisi terjepit, seperti dipiting dalam kondisi rebah di atas kanvas atau terpojok di sudut arena, Stefer bisa menemukan jalan keluar. “Biasa berlatih dengan beragam skenario,” katanya, akhir Januari lalu.
Stefer menjadi salah satu petarung MMA Indonesia yang namanya melejit di arena ONE FC. Karier Stefer sebagai petarung profesional diawali dengan pertandingan di arena Xtreme Cage Championships pada 2015. Setahun kemudian, ia menjejakkan kaki di arena ONE FC. Hingga saat ini, petarung 32 tahun itu sudah mengumpulkan tujuh kemenangan dari sepuluh kali bertanding.
Menjalani profesi sebagai petarung MMA mengubah jalan hidup Stefer. Dia bahkan nyaris kapok ikut pertandingan lagi. “Sempat berpikir saya enggak cocok dengan olahraga ini. Biaya latihan mahal, badan sakit dipukulin, dan kalah terus,” ucap Stefer, yang berkenalan dengan dunia MMA setelah menekuni jujitsu Brasil berkat bantuan kawan dekatnya pada 2008.
Stefer Rahardian./TEMPO/M Taufan Rengganis
Cedera lutut parah saat berlatih pada 2012 membawa Stefer bolak-balik ke meja operasi. Lebih dari dua tahun dia absen bertanding. Dukungan dari kawan-kawannya di Jakarta MMA dan Bali MMA Club membuat Stefer turun gunung. Dia tak khawatir bekas cederanya diincar lawan karena dia sudah berlatih mengatasinya. “Ini jadi kesempatan kedua saya untuk berkarier- profesional,” ujarnya.
Eko Aprilianto juga merasakan perubahan besar setelah menjadi petarung MMA profesional empat tahun lalu. Pria 30 tahun itu awalnya menggeluti olahraga tinju amatir. Namun minimnya turnamen tinju dan kesulitan mendapat promotor menjadi pertimbangan Eko untuk beralih ring. “Saya pindah di saat tepat, tren MMA sedang meledak,” tutur atlet yang dikenal dengan nama tanding Egi Rozten itu, Senin pekan lalu.
Awal Januari tahun lalu, Egi berhasil mendapat kontrak dari ONE FC hingga akhir 2020. Dia pun harus siap bertanding sesuai dengan jadwal yang ditentukan manajemen ONE FC. Meski mengincar pertandingan di luar negeri demi pengalaman dan lawan yang lebih bervariasi, Egi tetap merasa tampil di Indonesia lebih seru. “Banyak kawan menonton, jadi makin semangat,” kata Egi, yang bernaung di bawah bendera manajemen IndoGym.
Egi menjadi wakil tunggal Indonesia dalam turnamen ONE FC bertajuk “Hero’s -Ascent” yang digelar di Manila, Filipina, pada 25 Januari lalu. Namun dia tumbang di tangan petarung India, Himanshu Kaushik. Dari empat pertandingan yang sudah dilakoninya, Egi menang dua kali. Dia yakin masih bisa memperbaiki rekor tandingnya. “Di ONE FC bisa bertanding tiga-empat kali dalam setahun, jadi kesempatan masih besar,” ujarnya.
ONE FC dirilis delapan tahun lalu oleh pengusaha Thailand, Chatri Sityodtong, dan bekas petinggi ESPN Star Sports, Victor Cui. Pamor turnamen terus meningkat dan menarik banyak investor, antara lain Sequioa—perusahaan yang juga menyokong Apple, Google, dan WhatsApp—serta Mission Holdings milik miliarder India, Saurabh Mittal.
Sityodtong yakin bisnis ONE FC bisa lebih besar ketimbang turnamen MMA Amerika Serikat, Ultimate Fighting Championship, yang beroperasi sejak 25 tahun silam. Pasar Asia dengan populasi lebih dari 4 miliar jiwa menjadi sandaran utama ONE FC. “Kami membawa budaya bela diri Asia yang autentik dan menarik,” tuturnya seperti dilaporkan Forbes.
Laporan dari perusahaan riset media Nielsen menyebutkan pertandingan ONE FC disiarkan di 136 negara dengan potensi penonton lebih dari 1,7 miliar orang. Valuasi ONE FC saat ini diperkirakan melebihi US$ 1 miliar (sekitar Rp 14,15 triliun) dengan pendapatan per tahun sekitar US$ 100 juta (sekitar Rp 1,41 triliun).
ONE FC tak segan menggelontorkan uang untuk mendatangkan petarung elite seperti Demetrious Johnson dan Eddie Alvarez, yang namanya bersinar di UFC. Keduanya dikenal sebagai petarung dengan bayaran ratusan ribu dolar untuk sekali bertanding. Petarung wanita pun mendapat bayaran tinggi. Angela Lee asal Singapura menjadi salah satu atlet dengan upah tertinggi di ONE FC. Perempuan berusia 22 tahun itu menerima bayaran lebih dari US$ 100 ribu (sekitar Rp 1,41 miliar) sekali bertanding.
Pendapatan atlet MMA di Indonesia saat ini, kata Stefer Rahardian, jauh lebih baik ketimbang saat dia memulai kariernya satu dekade lalu. Banyak atlet yang bertanding tak mendapat bayaran. “Saya pernah dibayar cuma Rp 250 ribu. Itu buat bayar latihan di gym saja enggak cukup,” katanya.
Meski menolak menyebutkan nilai kontrak dan pendapatannya sekarang, Stefer memastikan jumlahnya lebih dari cukup untuk membiayai hidup atlet MMA, termasuk ongkos latihan. “Sekarang atlet MMA lebih populer dan makin gampang menarik sponsor,” ucap Stefer, yang memilih bertahan di Bali MMA Club.
Egi mengatakan para atlet dibayar bertahap sesuai dengan perjalanan kariernya di ONE FC. Para petarung yang baru masuk biasanya menerima sekitar US$ 2.000 atau Rp 28 juta untuk sekali bertanding. “Jumlahnya berlipat ganda jika mereka bisa menang,” katanya. “Di laga berikutnya, bayaran pasti naik.”
ONE FC tak cuma memberikan bayaran bagus. Urusan keselamatan petarung yang punya periode tanding sekitar tiga bulan itu menjadi prioritas utama. Manajemen ONE Championship menerapkan prosedur tes kesehatan ketat setiap tahun untuk memastikan para atlet benar-benar fit sebelum bertanding. “Dua bulan sebelum tanding, kami diberi formulir kesehatan yang harus diisi,” Stefer menjelaskan.
Pemeriksaan kesehatan tersebut meliputi tes urine dan darah lengkap, uji penglihatan, juga pemindaian kondisi tengkorak dan otak. Pemeriksaan kesehatan akan diulang lagi seminggu dan satu-dua hari sebelum pertandingan. “Syaratnya banyak, tapi membuat atlet lebih sehat. Mereka harus menjaga betul tubuhnya,” ucap Stefer.
Ada juga tes dehidrasi untuk memastikan bobot petarung sebanding dengan kondisi kadar cairan di tubuhnya. Dengan tes ini, para atlet yang sengaja menurunkan atau menaikkan bobot tubuhnya dengan cara instan dipastikan tak akan lolos. “Jika timbangan badan cocok tapi tes dehidrasi enggak lolos, petarung bisa tak diizinkan bertanding,” ujar Stefer.
Menurut Stefer, urusan pemeriksaan kesehatan ONE FC memang kompleks. Namun para petarung mendapat pelayanan yang sangat baik. Biaya pemeriksaan kesehatan, termasuk pengobatan jika cedera saat bertanding, dijamin manajemen ONE FC. “Kita juga bisa enjoy,” katanya.
Egi mengatakan MMA lebih aman dibanding tinju karena aturan pertandingan yang ketat. Dalam tinju, jika ada petarung roboh, wasit menunggunya bangkit hingga hitungan ke-8. “Bisa bangun dan bilang kuat, ya lanjut,” tuturnya. Dalam MMA, begitu atlet roboh kena tinju atau tendangan lawan, wasit langsung menghentikan laga. “Begitu dia jatuh kena pukul, apalagi kalau dagunya yang dihantam, selesai sudah,” ucap Egi.
Gara-gara aturan ketat itu, Egi melanjutkan, banyak atlet MMA yang menyesal karena kalah akibat pertandingan keburu disetop wasit. Namun hal itu juga yang membuat pertandingan MMA menjadi lebih menarik karena sulit diprediksi hasilnya. “Bisa jadi petarung jago kalah cuma karena kecolongan kena tinju lawan, roboh, dan pertandingan dihentikan,” tuturnya.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo