Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Gerakan Sekolah Menyenangkan, Belajar yang Bikin Siswa Betah

Gerakan Sekolah Menyenangkan, model pembelajaran alternatif yang bisa membuat siswa betah belajar

6 Agustus 2019 | 07.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
(Foto ilustrasi)Purwakarta Tampung Semua Siswa Baru di Sekolah NegeriPada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2015- 2016, ada pemberian jaminan oleh Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, kepada calon siswa baru yang akan masuk sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama negeri. [TEMPO/STR/Budi Purwanto; BPW2014120108] (Komunika Online)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Provinsi Jawa Tengah bakal segera menerapkan model pembelajaran alternatif, Gerakan Sekolah Menyenangkan, untuk jenjang Sekolah Menengah Atas seperti yang telah dirintis sejumlah sekolah pinggiran di Kabupaten Sleman Yogyakarta selama beberapa tahun terahir. Perwakilan guru SMA dan SMK beserta Dinas Pendidikan Jawa Tengah pada 13-15 Agustus 2019 mulai mendapat pembekalan untuk persiapan pelaksanaan sistem pembelajaran itu melalui workshop serentak di Yogyakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekan lalu, sejumlah guru setingkat SMA di Jawa Tengah lebih dulu diajak menengok dua sekolah model Gerakan Sekolah Menyenangkan di Sleman seperti SMP Negeri 2 Sleman dan SD Negeri Rejodani. "Model pembelajaran alternatif dari gerakan sekolah ini akan meningkatkan mutu dan kualitas SMA/SMK pinggiran," ujar Hari Wuljanto, Kepala Bidang Pembinaan SMK Dinas Pendidikan Jawa Tengah dalam keterangannya usai menyambangai sekolah yang menerapkan model pembelajaran alternatif itu di Sleman 2 Agustus 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gerakan model sekolah di Jawa Tengah ini, akan lebih diterima sebagai upaya meningkatkan kualitas sekolah pinggiran. Karena memusatkan pembelajarannya pada perubahan paradigma guru yang selama ini menjadi hal dasar pendidikan namun kerap dilupakan melalui sistem yang dianut. “Seumpama pohon, kita selalu mengevaluasi buah-buahan buruk yang muncul, tapi melupakan bahwa masalahnya ada di akar yang tidak tumbuh subur," ujarnya.

Perumpamaan itu, kata dia, relevan untuk situasi pendidikan saat ini. Sekolah lebih menjadi ruang untuk ajang penilaian guru terhadap murid. Bukan ruang untuk menumbuhkan semangat belajar yang berpijak pada potensi peserta didik sebagai subyek utama. "Gerakan sekolah menyenangkan sudah bergerak mengisi kekosongan ini, dengan cara menggemburkan tanah untuk menguatkan akarnya, sehingga diperoleh hasil optimal,” ujarnya .

Dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, yang juga perintis gerakan sekolah menyenangkan itu, Muhammad Nur Rizal, menuturkan perjuangan untuk mengubah paradigma pendidikan memang tak gampang. “Guru memang seharusnya tak sekadar transfer pengetahuan. Apa yang diberikan bukan cuma materi dan nalarnya bukan standardisasi, tetapi lebih kepada bagaimana mengasah daya imajinasi dan kolaborasi siswa," ujarnya.

Untuk mencapai tujuan itu, ujar Rizal, yang dilakukan pihaknya melalui model pembelajaran alternatif di Sleman yang juga sudah diadopsi di Tangerang ini membangun platform. Bagaimana membuat atmosfer pembelajaran du sekolah membuat betah siswa. "Gerakan ini tak menentang kurikulum, tapi menawarkan atmosfer pembelajaran yang lebih memanusiakan siswa," ujar Rizal.

Sebagai sebuah platform, Rizal mengibaratkan gerakan non profit itu seperti mesin pencari, yang kontennya diisi oleh para guru sendiri. "Jadi ini bukan seperti memberi modul baku lalu pihak guru atau sekolah tinggal menjalankannya," ujarnya.

Rizal menyebut gerakan yang berangkat dari pemikiran akar rumput ini menjadi model relevan untuk membekali siswa menyongsong era industri 4.0. Di mana kebijakan tidak lagi bermula dari pemegang kekuasaan, namun dari aspirasi masyarakat. "Sudah waktunya rakyat menyuarakan kebutuhannya secara massif, baru kemudian kebijakan yang dibuat sesuai dengan apa yang dibutuhkan," ujarnya.

Sri Wantini, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, mengatakan pihaknya mengadopsi pembelajaran alternatif ini karena adanya kebutuhan mendasar yang dihadapi sekolah sekolah pinggiran yang selama ini kerap dicap kurang berkualitas dan bukan unggulan.



Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus