Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Butuh waktu satu bulan untuk mengembangkan sel punca, sementara pasien Covid-19 memburuk sangat cepat.
Sel punca bisa menenangkan badai sitokin yang menyebabkan gagal napas.
Direncanakan diberikan kepada pasien Covid-19 dengan kondisi sedang dan berat.
ISABELLA Kurnia Liem lebih sibuk sejak Mei lalu. Ia dan timnya mendapat tugas tambahan, antara lain memantau perkembangan sel punca yang akan digelontorkan untuk pasien Covid-19. Mereka menumbuhkan sel punca tersebut di Laboratorium Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca RSCM-FKUI-KF. "Kami harus menyiapkan, paling tidak saat ada pasien yang kritis, sudah bisa dipakai," kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, Jumat, 28 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Butuh waktu satu bulan untuk mengembangkan sel punca tersebut, sementara kondisi pasien bisa memburuk dalam hitungan jam. Karena itu, ia dan timnya harus bersiap bahkan sebelum pasien datang. "Kalaupun nanti setelah telanjur dipanen tak jadi dipakai untuk pasien Covid-19, kami gunakan untuk penelitian lain agar tak terbuang, karena harganya mahal,” ujar Isabella. Untuk memproses satu sel punca, dibutuhkan biaya sekitar Rp 2,2. Penelitian ini didanai oleh Universitas Indonesia serta Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional-Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak Mei lalu, tim dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Pusat Umum Nasional Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, dan Rumah Sakit Universitas Indonesia meneliti efek sel punca terhadap pasien yang diserang oleh virus corona baru itu. Tak semua pasien Covid-19 yang masuk ke empat rumah sakit itu diberi sel tersebut. Hanya pasien yang sesuai dengan kriteria yang diberi sel punca.
Sel punca (stem cell) adalah sel induk yang menjadi asal dari segala jenis sel di tubuh manusia. Karena sifat tersebut, sel ini diyakini dapat digunakan untuk mengisi dan memperbarui jaringan yang rusak akibat berbagai penyakit. Para peneliti sudah mengujinya antara lain pada penderita penyakit jantung, stroke, dan paru kronis, juga untuk anti-penuaan. Khasiat ini pula yang mendorong gabungan peneliti dari empat rumah sakit dan satu universitas tadi menjajalnya kepada pasien Covid-19. Sampai kini belum ditemukan obat untuk mengatasi penyakit tersebut. “Padahal Covid-19 membuat kerusakan sangat cepat pada tubuh,” ucap dokter spesialis penyakit dalam konsultan pulmonologi, Telly Kamelia.
Dalam penelitian awal, mereka memberikan sel punca kepada pasien dengan kondisi kritis yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Para pasien sudah mengalami gagal napas sehingga disokong dengan mesin ventilator. Biasanya, hanya dua dari sepuluh pasien kritis Covid-19 yang berhasil selamat. Sel punca diharapkan bisa menambah jumlah pasien yang sembuh itu.
Tim peneliti memberikan infus berisi sel punca dengan dosis 1 juta sel per 1 kilogram berat badan kepada 16 pasien kritis. Pasien yang berat badannya 60 kilogram membutuhkan 60 juta sel punca. Sebanyak 16 pasien lain diberi infus biasa yang berisi NaCl sebagai kelompok pembanding. Selain diberi sel punca dan infus biasa, mereka tetap mendapat obat oseltamivir dan antibiotik azitromisin sesuai dengan prosedur.
Sel punca yang diberikan kepada pasien tersebut berasal dari tali pusat bayi. Para peneliti memutuskan menggunakan sel punca yang bersumber bukan dari tubuh pasien sendiri karena, selain pemrosesannya butuh waktu lama, kondisi pasien sendiri sudah kritis.
Sel punca yang berasal dari tali pusat bayi memiliki keunggulan dibanding sel punca dari sumber lain. Menurut Isabella, sel yang berasal dari usus yang menghubungkan tembuni dengan perut pada pusar bayi tersebut antara lain punya kandungan sel lebih banyak. Sumbernya pun mudah didapatkan. Selain itu, pengambilannya tak invasif dan penolakan tubuh penerima relatif lebih rendah dibanding menggunakan sel yang berasal dari sumber lain. “Sumbernya juga berasal dari manusia muda, jadi kondisinya lebih baik dibanding dari manusia yang sudah dewasa,” ucapnya.
Percobaan mereka dilakukan terhadap pasien pertama pada 20 Mei lalu. Pasien perempuan 38 tahun tersebut masuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam kondisi kritis. Virus corona tak hanya menyerang parunya, tapi juga membuat lambungnya bocor berulang kali. “Sudah dioperasi, bocor lagi, operasi lagi, bocor lagi,” tutur peneliti utama RSCM, Ismail Hadisoebroto Dilogo.
Pemberian sel punca melalui infus untuk pasien Covid-19./Dokumentasi Pribadi
Tim peneliti akhirnya memutuskan memberi pasien itu 65 juta sel punca. Pelan-pelan kondisinya membaik. Pada hari ke-13 setelah transfusi, sang pasien sudah tidak memerlukan alat bantu napas. Sampai akhirnya, pada hari ke-23, ia bisa pulang karena sudah negatif corona.
Menurut Ismail, dari hasil analisis sementara mereka, proses penyembuhan ini sangat bergantung pada kondisi pasien, terutama ada-tidaknya penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, obesitas, penyakit jantung, stroke, dan penyakit ginjal. Semua pasien yang datang tanpa penyakit penyerta yang diberi sel punca bisa sembuh. Sedangkan di antara mereka yang diberi infus biasa ada yang sembuh, tapi ada juga yang meninggal.
Pasien yang memiliki lebih dari dua penyakit penyerta, khususnya penyakit ginjal atau jantung, baik yang diberi sel punca maupun infus biasa sama-sama meninggal. “Tapi, kalau penyakit penyertanya hanya satu atau tak ada penyakit sama sekali, mereka yang diberi stem cell lebih banyak yang sembuh,” kata Ismail, yang juga guru besar ilmu ortopedi FKUI.
Menurut Telly Kamelia, saat dimasukkan ke pembuluh darah, untuk mengatasi penyakit apa pun, sebagian besar sel punca akan masuk ke paru-paru. Sisanya baru menyebar ke organ tubuh lain. Untuk kasus Covid-19, ini sangat menguntungkan karena paru-paru adalah organ tubuh yang paling sering diserang penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 tersebut.
Sel punca akan menenangkan badai sitokin yang menyebabkan pasien mengalami gagal napas. Sel induk tersebut juga bisa mengusir kuman yang ada di dalam paru dan mencegah munculnya jaringan parut pada paru. Kalau jaringan ini muncul dan tak diperbaiki, pasien akan tetap merasakan sesak napas meski sudah sembuh dari Covid-19.
Terdapat 67 penelitian sel punca untuk pasien Covid-19 di seluruh dunia sampai akhir Agustus 2020 yang didaftarkan di database uji klinis ClinicalTrials.gov, termasuk yang dilakukan oleh tim dari empat rumah sakit di Jakarta ini. Rumah sakit yang sudah melapor telah menyelesaikan uji klinis antara lain Pusat Sel Punca Abu Dhabi (ADSCC), Uni Emirat Arab, yang menguji sel punca terhadap 73 pasien.
Menurut laporan The Arab Weekly, keberhasilan dalam uji klinis tersebut membuat 1.200 dari 2.000 pasien Covid-19 yang dirawat sudah pulih. Sel punca membuat durasi perawatan pasien menjadi kurang dari seminggu, lebih singkat dibanding terapi standar yang biasanya membutuhkan waktu 22 hari. Namun tak dijelaskan bagaimana kondisi pasien yang mendapat perawatan tersebut.
Menurut Ismail Dilogo, timnya kini masih melanjutkan studi sel punca itu. Karena hasil sementara menunjukkan penggunaan sel punca tak semua berhasil pada pasien kritis, mereka berencana memberikannya kepada pasien dengan kondisi sedang dan berat tapi belum masuk fase kritis dengan harapan sel punca mampu menolong lebih banyak pasien. “Kami selesaikan dulu penelitian yang pertama, baru lanjut yang kedua,” ujarnya.
NUR ALFIYAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo