Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kecurangan Ujian sebagai Thriller

Film laris Thailand tentang aktivitas kecurangan ujian di antara pelajar sekolah menengah, Bad Genius, kini hadir dalam versi serial televisi. Aksi menyontek dibuat menegangkan.

29 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
June Plearnpichaya Komalarajun (kiri) dalam Serial TV Bad Genius. imdb

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH diterima di sekolah elite dengan beasiswa, Rinrada (Plearnpichaya Komalarajun) lekas belajar bahwa otak brilian saja tak cukup untuk membuat terang masa depannya. Misalnya, dia harus menerima bahwa kerabat kepala sekolah bisa mendapat peluang lebih untuk dinominasikan sebagai penerima beasiswa kuliah ke luar negeri dibanding dirinya yang peringkat pertama. Lynn—panggilan akrabnya—juga melihat bagaimana sekolah senang membenturkan siswa-siswa pintar, miskin, dan lurus, tapi membiarkan saja mereka yang mampu membayar. Maka kecemerlangan otaknya digunakan Lynn untuk mencurangi sistem korup itu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejeniusan Lynn memang berada di level berbeda. Dalam satu adegan, belum sampai setengah waktu ujian berjalan, dia sudah menyelesaikan semua butir soal. Saat teman-temannya masih sibuk berkutat dengan kertas ujian, Lynn bangkit dari kursi, mengumpulkan lembar jawaban, dan melenggang ke luar kelas. Dengan tenang dia berjalan ke ruang siaran, diam-diam menghidupkan pengeras suara, lantas menyiarkan kode ketukan ke semua penjuru sekolah. Bagi siswa yang mengerti, yakni yang sudah membayar Lynn untuk membantu mereka lulus ujian, kode yang terdengar tak beraturan itu adalah kunci jawaban untuk semua soal ujian yang sedang mereka hadapi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

June Plearnpichaya Komalarajun (tengah) saat berperan menjadi Lynn dalam Serial Bad Genius yang ditayangkan Iflix. Youtube/Iflix

Begitulah Lynn memanfaatkan kejeniusannya untuk meraup puluhan ribu baht dari para siswa banyak duit tapi kurang encer belajar. Uang itu ia yakini dapat membuat impas ratusan ribu “tea money” yang harus dibayarkan ayahnya kepada sekolah meski di atas kertas Lynn disebut sebagai penerima beasiswa. Lynn lekas menemukan macam-macam celah untuk mencurangi sistem ujian di sekolah. Skema sontek-menyontek itu pun membesar, melibatkan makin banyak pelanggan, dan menjadi sumber pemasukan basah untuk Lynn. 

Mudahnya mencurangi sistem tes terstandar dapat juga dilihat sebagai kritik terhadap metode pendidikan yang mendewakan nilai ujian dibanding proses belajar. Beberapa pelanggan Lynn adalah siswa yang berbakat di bidang lain, seperti teater, renang, dan berbicara di depan umum. Namun sistem menghendaki mereka untuk juga mendapatkan nilai tinggi dalam mata pelajaran matematika dan lainnya.  

Adegan berlatih menjelang ujian yang diperankan Jinjett Wattanasin dan June Plearnpichaya Komalarajun. Youtube/GDH

Diunggah sejak awal Agustus 2020 di layanan tayangan digital Iflix, serial Bad Genius dari Thailand ini bermain aman. Sejauh delapan episode yang telah tayang hingga tulisan ini dibuat, plot cerita tak melenceng jauh dari versi film yang dirilis tiga tahun lalu oleh perusahaan yang sama, GDH 559. Karakter yang muncul dan periode waktu pun tak berbeda. Dibanding menyebutnya sekuel atau spinoff yang menawarkan cabang cerita baru, serial ini lebih tepat disebut buat ulang film yang agak dipanjang-panjangkan. 

Film Bad Genius (2017) arahan sutradara Nattawut Poonpiriya adalah ledakan dalam persinemaan Thailand. Menawarkan kisah remaja yang dikemas dengan aksi memacu jantung yang menyamai kelas trilogi Danny Ocean dan geng perampoknya, Bad Genius menjadi film terlaris Thailand dengan pendapatan lebih dari Rp 616 miliar. Film ini juga terpilih sebagai yang terbaik dalam New York Asian Film Festival 2017 serta mampu menembus pasar Asia Tenggara, Cina, dan Amerika Serikat. Dapat dimengerti bila raihan sebesar itu menjadi godaan untuk melanjutkan film. Salah satunya lewat serial televisi. 

Jinjett Wattanasin dalam Bad Genius The Series. Iflix

Seperti dalam film, adegan yang membuat napas tertahan masih menjadi andalan sutradara serial Pat Boonnitipat. Situasi ujian selalu dihadirkan di sebuah ruangan luas tanpa sekat dengan dinding terang tanpa hiasan yang memberi kesan tak mungkin ada sedikit pun gerakan dapat luput dari pengawasan. Setiap lirikan mata, kibasan kertas, dan ketukan jari dibuat begitu kentara. Dalam tempo yang ketat, selalu muncul gelagat bahwa kegiatan menyontek yang dirancang Lynn akan terbongkar. Adegan ujian muncul di setiap episode dengan intensitas yang terus meningkat dan teknik yang makin canggih. Lynn hampir selalu berhasil lolos dari lubang jarum.  

Pat mengemas serial yang tiap episodenya berdurasi hampir 60 menit ini dengan penyuntingan yang tajam sehingga mampu menjaga ritme agar episode berikutnya terus dinanti-nanti. Namun, lebih dari adegan demi adegan menegangkan itu, serial ini juga tak kendur dalam menarik perhatian kita pada masalah mengakar dalam institusi pendidikan atau institusi sosial mana pun, yang cenderung memuluskan mereka yang menghuni kelas sosial lebih tinggi.  

Bad Genius

Misalnya, ketika bisnis menyontek hampir terbongkar, Lynn menjadi penerima konsekuensi paling besar. Karakter lain, Bank (Jaonaay Jinjett Wattanasin), yang sama pintar dan lebih miskin dari Lynn, juga terus menghadapi situasi yang memiuhkan hati karena ketidakadilan perlakuan. Namun Grace; Pat (Paris Intarakomalyasut), yang memasarkan jasa Lynn; ataupun siswa-siswa lain yang membayar untuk mendapat jawaban gampang selalu dapat melenggang ringan dan terus menikmati hak-hak istimewa mereka sebagai remaja kaya. “Sekalipun kita tidak curang, hidup yang akan mencurangi kita,” kata Pat suatu waktu. 

Lynn dan Bank punya kecerdasan serta ketekunan yang seharusnya cukup untuk mengangkat diri dari kemiskinan. Namun garis tebal yang memisahkan mereka dengan para pemegang privilese terus memupuskan harapan itu. Hampir mirip dengan situasi keluarga Kim dalam Parasite, yang punya keahlian tapi harus memalsukan identitas agar dapat diterima bekerja di keluarga kaya. Hal itu pun tak berakhir dengan baik.  

Di film, cerita juga tak berakhir menggembirakan bagi Lynn dan Bank. Sementara pengguna jasa Lynn berhasil melalui ujian STIC (semacam SAT) untuk lulus ke kampus-kampus idaman di Amerika Serikat, Lynn dan Bank terus terpuruk dalam lingkaran setan. Semoga saja, dalam serial ini, kesimpulan cerita dapat lebih berpihak kepada mereka.

MOYANG KASIH DEWIMERDEKA


Bad Genius

Sutradara: Pat Boonnitipat
Skenario: Pat Boonnitipat
Produksi: GDH 559 Thailand
Pemain: Plearnpichaya Komalarajun, Sawanya Paisarnpayak, Jaonaay Jinjett Wattanasin, Paris Intarakomalyasut

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Moyang Kasih Dewi Merdeka

Moyang Kasih Dewi Merdeka

Bergabung dengan Tempo pada 2014, ia mulai berfokus menulis ulasan seni dan sinema setahun kemudian. Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ini pernah belajar tentang demokrasi dan pluralisme agama di Temple University, Philadelphia, pada 2013. Menerima beasiswa Chevening 2018 untuk belajar program master Social History of Art di University of Leeds, Inggris. Aktif di komunitas Indonesian Data Journalism Network.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus