Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Hari DBD ASEAN, Beda Demam Dengue dengan Tipes

Pakar mengatakan demam dengue berbeda dengan demam tifoid atau yang dikenal dengan penyakit tipes. Simak perbedaan dan gejalanya.

16 Juni 2023 | 10.52 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hari Demam Berdarah Dengue ASEAN (ASEAN Dengue Day) diperingati seitap 15 Juni dalam rangka menyerukan kepada semua untuk memerangi demam berdarah. Ketua Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)-FKUI Jakarta, Mulya Rahma Karyanti, mengatakan demam dengue berbeda dengan demam tifoid atau yang dikenal dengan penyakit tipes.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Itu adalah dua hal yang berbeda. Infeksi dengue itu penyebabnya virus dengue sedangkan demam tifoid itu berasal dari bakteri salmonella thyphi,” jelasnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karyanti menjelaskan demam yang timbul karena virus dengue biasanya terjadi secara mendadak dalam tingkat suhu yang langsung tinggi. Durasinya pun secara terus menerus selama satu minggu. Pada anak-anak, demam dengue membuat wajah berubah menjadi merah merekah secara mendadak. 

Demam disebabkan gigitan nyamuk jenis Aedes Aegypti yang membawa virus dengue. Penularannya bisa terjadi dari penderita ke orang sehat dalam jarak sekitar 100 meter saja. Sedangkan pada demam tifoid, suhu tubuh akan naik atau secara bertahap layaknya anak tangga sejak awal kemunculan dengan penularan berasal dari bakteri makanan atau minuman.

Bakteri yang mendominasi makanan itu masuk melalui mulut ke saluran cerna. Akibatnya, sering muncul keluhan berupa mual, muntah, mencret. Adapun keluhan pada dewasa seperti sembelit. Bila pada minggu ketiga demam tidak kunjung turun dan tidak mendapatkan penanganan medis, demam tifoid bisa menyebabkan komplikasi seperti peradangan usus atau kebocoran usus berat.

“Ini juga beda sekali kalau penyakitnya akut. Tapi kalau bakteri itu lebih dari seminggu, virus itu sebenarnya bisa sembuh dengan sendirinya. Tapi kalau tidak tertangani, fase kritis ini bisa mengancam nyawa,” ujarnya.

Bedakan gejala keduanya
Karena adanya perbedaan tersebut, Karyanti meminta masyarakat bisa membedakan gejala kedua penyakit tersebut, terlebih dengue yang saat ini menurut Kementerian Kesehatan kasusnya semakin meningkat. Ia menyebutkan orang yang terkena demam dengue harus segera dibawa ke rumah sakit ketika terlihat lemas dan tidur terus, muntah terus menerus, sakit perut hebat, ada pendarahan, merasa gelisah, dan kulit tangan maupun kaki menjadi dingin dan lembab. Kemudian tidak ada aktivitas Buang Air Besar (BAB) kurang dari 4-6 jam dan mengalami kejang.

Ia juga mengimbau untuk memahami tiga fase demam dengue yang terdiri dari fase demam, kritis, dan pemulihan. Ia menambahkan kedua penyakit dapat membuat tubuh anak sangat lemas dan mengalami dehidrasi sehingga dalam penanganannya ia meminta orang tua untuk tetap memperhatikan kadar cairan tubuh anak agar terus terjaga, baik melalui ASI, susu, jus buah, agar-agar, atau minuman elektrolit yang disukai anak.

“Orang tua kadang suka salah persepsi. Mereka bilang anak kondisinya sudah baik tapi tidur terus dan muntah darah, itu sudah tidak baik. Begitu kita periksa nadinya tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, artinya dia sudah jatuh ke sindrom syok dengue atau mengalami kolaps dari pembuluh darahnya,” tandasnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus