Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Satuan Tugas Gerakan Literasi Sekolah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pangesti Wiedarti sudah terlibat dalam lomba kognitif dan keterampilan anak berkebutuhan khusus selama empat tahun terakhir. Dalam rangka peringatan Hari Disabilitas Internasional yang jatuh pada 3 Desember ia pun membagikan salah satu pengalamannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu lomba untuk anak berkebutuhan khusus yang dinilainya bisa dikembangkan masyarakat bernama lomba ABK Berseri. Lomba ABK Berseri adalah singkat dari Lomba Anak Berkebutuhan Khusus Bersih Sehat, Ramah dan Inklusif. Pada lomba ini, terjadi kolaborasi antara guru dan dua siswanya. "Lomba ini membangun literasi kesehatan siswa anak berkebutuhan khusus (ABK)," katanya dalam keterangan tertulis kepada Tempo pada 29 November 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Pangesti, lomba ABK Berseri tidak hanya mengajak ABK untuk tingkatkan pemahaman tentang kesehatan diri, namun juga mencakup lingkungan sekolahnya serta mempromosikan ihwal sehat. Ada dokter kecil yang disiapkan di Unit Kesehatan Sekolah dengan beragam kegiatan membiasakan hidup sehat dan menulis rekaman kesehatan masyarakat. Anak-anak ini pun diajarkan menumbuhkan tanaman obat, serta membiasakan memilah sampah dan menjaga kebersihan lingkungan.
Dalam lomba itu, anak-anak juga diminta untuk mengolah limbah menjadi kerajinan dan alat pendidikan, serta promosi kesehatan melalui poster, cerita narasi atau komik. "Ada pula tentang pengolahan kerajinan bagi industri misalnya batik dan beternak ikan lele dan nila," katanya.
Menurut Pangesti, ada tiga tahap penilaian masing-masing sekolah. Salah satu bentuk penilaiannya adalah kedatangan para juri yang mendadak untuk melihat kesiapan sekolah itu dalam mempraktikkan gaya hidup sehat. "Persaingan ketat terjadi di antara peserta dari tahun ke tahun. Kualitas pun umumnya meningkat," katanya.