Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Libur panjang dari agenda cuti bersama Lebaran 2025 telah berlangsung selama sepuluh hari. Selama libur Lebaran ini, anak-anak menikmati waktu santai tanpa tugas sekolah, bebas bermain dan berkumpul dengan keluarga. Namun, setelah waktu libur usai, transisi kembali ke aktivitas rutin tak selalu berjalan mulus, terutama bagi anak-anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sejumlah orang tua mulai mengeluhkan perubahan suasana hati anak usai libur panjang. Anak tampak murung, sulit tidur, atau enggan kembali ke sekolah. Fenomena ini dikenal sebagai post holiday blues atau sindrom liburan panjang yang menggambarkan kondisi emosional dengan merasa sedih, cemas, atau sulit berkonsentrasi usai liburan usai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dilansir dari Antara, menurut psikolog dari Ohana Space, Husnul Muasyaroh, sindrom ini bukan hanya dialami orang dewasa. Anak-anak pun bisa merasakannya, hanya saja mereka kerap belum bisa mengekspresikan perasaan itu secara verbal. Gejala yang muncul bisa berupa sulit tidur, nafsu makan menurun, hingga ketakutan atau kecemasan saat kembali ke sekolah.
Psikolog klinis dewasa dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Teresa Indira Andani, juga menyebutkan sindrom pascaliburan ini umumnya dialami anak-anak usia 6 hingga 12 tahun. Menurut dia, pada rentang usia ini anak mulai belajar mandiri dan ingin menunjukkan kemampuan diri. Namun, perubahan suasana yang drastis dari masa santai saat liburan ke rutinitas sekolah kerap membuat mereka enggan kembali.
Tips Mencegah Anak dari Sindrom Liburan Panjang
Orang tua memiliki peranan besar bagi anak untuk membangkitkan kembali semangat beraktivitas. Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan orang tua untuk anak dalam menghadapi masa transisi ini, sebagaimana dilaporkan Antara.
1. Beri Waktu dan Ruang untuk Beradaptasi
Anak-anak butuh waktu untuk kembali terbiasa dengan pola sebelum liburan untuk ke sekolah. Orang tua disarankan tidak langsung menuntut anak tampil optimal sejak hari pertama masuk. Biarkan mereka membangun kembali rutinitas secara perlahan, mulai dari jam tidur, waktu bangun, hingga kegiatan belajar di rumah.
2. Ajak Anak Mengungkapkan Perasaan
Komunikasi terbuka jadi kunci. Bantu anak mengenali dan mengungkapkan perasaannya, terutama bila mereka merasa cemas atau sedih. Dikutip dari laporan ANTARA, psikolog Saskhya Aulia Prima dalam diskusi 'Bye Bye Post Holiday Blues' yang digelar di Jakarta pada 2024 lalu menyarankan agar orang tua mengajak anak membicarakan hal-hal menyenangkan yang akan mereka temui di sekolah, seperti bertemu teman-teman, kegiatan favorit, atau pelajaran menarik.
3. Orang Tua sebagai Contoh
Sikap orang tua terhadap rutinitas bisa memengaruhi anak. Tunjukkan antusiasme saat kembali bekerja atau menjalani aktivitas harian agar anak melihat bahwa kembali ke rutinitas bukan hal yang menakutkan. Semangat dari orang tua ini dapat menular ke anak.
4. Buat Rencana Liburan Berikutnya
Memberi anak sesuatu untuk ditunggu bisa membantu mengalihkan rasa kecewa karena liburan telah usai. Meskipun masih lama, namun dengan merencanakan liburan berikutnya, dapat membantu anak tidak terpaku pada perasaan tertekan saat harus kembali ke sekolah serta memberikan mereka harapan dan semangat baru.
5. Bangun Kembali Rutinitas Secara Bertahap
Psikolog Teresa Indira Andani menyarankan strategi T.E.R.A.T.U.R (Terapkan jadwal, Evaluasi kebiasaan belajar, Rangsang interaksi, Aktifkan minat, Tumbuhkan perasaan positif, Ulangi rutinitas pagi, Ringankan kecemasan) untuk membantu anak kembali ke pola hidup sekolah. Rutinitas pagi dan persiapan sekolah bisa dimulai dua-tiga hari sebelum hari pertama masuk.
“Memberikan pujian atau hadiah kecil saat anak menunjukkan semangat kembali ke sekolah dapat menjadi dorongan positif. Selain itu, orang tua dapat membicarakan hal-hal menyenangkan di sekolah, melibatkan anak dalam persiapan perlengkapan sekolah, dan menunjukkan sikap positif terhadap aktivitas setelah liburan agar anak ikut termotivasi,” katanya dinukil dari laporan ANTARA.
6. Perhatikan Pola Tidur dan Asupan Nutrisi
Anak yang cukup istirahat dan mendapat gizi seimbang lebih siap menghadapi hari-harinya. Pola tidur yang kacau saat liburan sebaiknya mulai dinormalkan sebelum sekolah dimulai.
7. Libatkan Anak dalam Persiapan Sekolah
Belanja keperluan sekolah bersama bisa menjadi quality time yang menyenangkan sekaligus membangun semangat anak. Kegiatan ini juga bisa menjadi ajang belajar tanggung jawab dan pengambilan keputusan karena melibatkan anak dalam perencanaan kebutuhan diri mereka sendiri.
- Pilihan editor: Tingkatan Sanksi Bagi ASN yang Bolos Usai Libur