Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Ia Menggenggam Angkasa

Pengalaman petugas menara pelabuhan udara, sebagai penaggung jawab atas yang akan berangkat dan mendarat. juga terhadap pesawat yang mempunyai ketinggian tertentu.

8 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU burung boleh terbang liar di angkasa, pesawat terbang tidak. Setiap pesawat harus menghiraukan apa kata petugas Air Traffic Controller (ATC) -- yang bertanggung jawab atas lalu-lintas di angkasa. Sedikit keteledoran bisa berakibat fatal. Tubrukan di udara atau jotosan pesawat di landasan -- ini bisa menelan banyak nyawa. Di tahun 1950-an ada istilah "adu jangkrik" di kalangan petugas ATC Kemayoran, Jakarta. "Itu kalau kita bisa mendaratkan dua pesawat dalam tempo satu menit, atau tiga pesawat dalam dua menit," kata Hadi Utoro (48 tahun) yang kini menjadi Kepala Lapangan Udara Polonia Medan. Ini tentu berbahaya. "Terlalu riskan, tetapi adu jangkrik ketika itu jadi kebanggan petugas ATC di situ. Makin banyak pesawat mau mendarat, kita makin senang, karena bisa menunjukkan kelihaian," tutur Hadi Utoro mengenangkan masa-masa dinasnya di Kemayoran. Tapi tentunya tidak lagi terjadi sekarang, karena lalu lintas sudah lebih sibuk dan dengan pesawat-pesawat besar. ATC terbagi atas Menara Pengawas, Approach Control Centre (APP) dan Air Control Center (ACC). Yang pertama, bertanggungjawab atas pesawat yang akan berangkat dan akan mendarat sebatas pandangan mata. APP bertanggungjawab terhadap pesawat yang tidak dapat ditangkap oleh mata, sampai ketinggian 15.000 kaki. Lebih tinggi dari itu menjadi urusan ACC -- yang juga bertanggungjawab terhadap setiap pesawat yang memasuki daerah Indonesia. Di daerah-daerah nama jabatan itu berbeda-beda. Di Lapangan Udara Juanda (Surabaya) disebut Aerodiom Control Service, di Denpasar Air Traffic Control. Petugas (ATC) membutuhkan konsentrasi penuh yang cukup melelahkan. Karena alasan itu barangkali mereka hanya bertugas selama 6 jam satu hari. Diadakan pengaturan sedemikian rupa sehingga kalau seorang petugas telah dinas pagi, esoknya ia dapat giliran siang. Kalau dapat tugas malam, esoknya memperoleh libur 2 hari istirahat. Sering diadakan fam-flight yaitu penerbangan bersama ACC, APP dan pilot, supaya ada saling pengertian. "Pilot, bila telah melihat kesibukan ACC maupun APP, akan maklum bila terjadi kesalahan," kata Alex Kismoyo salah seorang petugas ACC di Lapangan Terbang Kemayoran, Jakarta. Kantor ACC Kemayoran cukup luas, berisi 3 meja lengkap dengan radar, peralatan pengawas yang cukup modern dan beberapa telepon yang dapat berhubungan langsung dengan pelabuhan Singapura, Palembang, Semarang, Ujung Pandang dan beberapa pelabuhan lain. Telepon itu juga berhubungan langsung dengan pilot dalam pesawat. Ada 4 telex penerima dan sebuah telex pengirim. Ruangan disejuki oleh AC dan nyaman. Di ACC Kemayoran itu, meja yang dilengkapi radar masing-masing mengawasi satu area yaitu sektor barat, sektor selatan dan sektor terminal. Sektor terminallah yang paling sibuk. Karena konsentrasi diperlukan secara maksimal untuk mengendalikan pesawat-pesawat yang ada di arealnya. Kadang-kadang dalam waktu yang sama seorang petugas harus dapat mengendalikan lebih dari 20 pesawat. Si petugas dapat pula terlibat sedemikian rupa sehingga tak mengetahui apa yang terjadi di belakangnya. "Dalam keadaan tersebut jangan heran bila telepon dibanting habis dipakai," kata Ratri Purnomo (28 tahun), seorang petugas ACC Kemayoran. Ratri telah menjalankan tugasnya selama 6 tahun. Ia membanggakan tugasnya itu sebagai kerja yang menuntut kemampuan untuk mengolah masalah secara cepat dan menyimpulkannya dengan jitu -- untuk kepentingan para pilot. "Pekerjaan ini penuh ketegangan, seni improvisasi, karena itu sangat mengasyikkan. Tidak semua orang bisa melakukan pekerjaan semacam ini," ujarnya dengan bangga. Selama bertugas, lelaki kelahiran Yogya yang kini masih kuliah di Fakultas Psikologi UI ini, pernah membuat kesalahan. Waktu itu seorang rekannya tidak hadir, sehingga ia harus mengawasi radar terminal maupun radar selatan. Karena perhatiannya pecah, hampir saja terjadi tabrakan. Untung pada saat yang tepat seorang senior lainnya muncul, menghindarkan malapetaka tersebut. Yang berhak mempergunakan radar adalah petugas senior yang telah memiliki radar lisence. "Setelah kejadian itu selesai rasanya lemas dan badan penuh keringat. Tetapi petugas ACC tidak ada yang tidak pernah melakukan kesalahan," kata Ratri. Meskipun bangga pada pekerjaannya, Ratri masih kecewa pada gajinya. Gaji pokoknya sebagai pegawai negeri golongan B sebesar Rp 30 ribu. Ditambah berbagai tunjangan dan setelah dikurangi dengan pajak dan asuransi, ia terima bersih Rp 60 ribu setiap bulan. "Kita belum puas, sebab tidak sesuai dengan tanggung jawab yang kita pikul," katanya menjelaskan. Tetapi ia menyadari rupanya sistem gaji di Indonesia memang hanya memperhatikan tingkatan pendidikan saja bukan tanggungjawab. Alex Kismoyo (26 tahun) rekan Ratri juga mengeluh. "Penghasilan yang kita peroleh, belum sesuai dengan tanggungjawab kita, kadang-kadang gaji kita sama dengan gaji tukang sapu Kemayoran yang telah bekerja bertahun-tahun. Jadi keahlian kita belum dihargai," ujarnya. Ia melukiskan bahwa pekerjaannya seringkali diganggu oleh hal itu. Sekali peristiwa, sebuah pesawat memasuki wilayah udara Indonesia tanpa melapor lebih dahulu. Alex yang sedang sibuk memperhatikan kedatangan sebuah pesawat tiba-tiba tercengang melihat kedua pesawat telah bertemu di atas radar. Ia jadi panik, tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berteriak-teriak: "Bagaimana nih, saya tidak sanggup!" Untung ada senior yang sedang istirahat dan kemudian mengambil alih, sehingga tabrakan bisa dihindarkan. Padahal beberapa menit saja terlambat tubrukan di udara pasti terjadi. Approacb Control Center (APP) ada di tingkat 3 menara pengawas Lapangan Udara Internasional Halim Perdanakusuma. Dalam ruangan itu bertugas 5 karyawan. Dalam keadaan cuaca buruk, APP menggantikan kedudukan menara pengawas dan memimpin pesawat untuk landing atau take off: "Pada saat-saat ramai kita berhati-hati, bila hanya 2 atau 3 pesawat justru kadang-kadang meleng," kata seorang petugas yang bernama Bambang kepada TEMPO. Soal gaji nampaknya juga menjadi persoalan petugas APP. "Pokoknya gaji kita hanya cukup untuk makan saja," kata Gino Purwanto, yang telah bekerja 9 tahun. Namun menurut Bambang, tugasnya cukup mengasyikkan. "Enaknya bila pulang tidak ada pikiran tentang pekerjaan, karena tidak perlu membuat tugas atau menyiapkan bahan untuk keesokan harinya. Pekerjaan ini tidak mungkin membuat kita berdosa, karena tidak mungkin melakukan korupsi," katanya sambil tertawa lebar. "Kadangkala terjadi pertengkaran antara petugas APP dengan petugas menara, karena APP ingin agar pesawat yang satu mendarat lebih dulu dan kami ingin pesawat yang lain take off," kata Tadius, di menara pengawas di Halim. Tetapi itu soal biasa. Di musim haji, ia harus kerja keras sebab pesawat setiap waktu mendarat atau tinggal landas. Untunglah kamar kerjanya yang berbentuk lingkaran setinggi sekitar 35 meter dengan 3 "meja" (satu untuk senior dan 2 junior) tidak membosankan. Cukup waktu untuk ngobrol atau menyanyi-nyanyi kecil. Kesempatan di masa depan pun lumayan, karena setelah beberapa tahun menjadi senior ia akan dididik lagi untuk menjadi pengawas APP. "Kami sangat senang pada pekerjaan ADC (menara pengawas), sebab kami adalah sutradara di belakang layar," kata Bambang Purwono (33 tahun), senior ADC (Aerodrom Control Service) di Lapangan Udara AL Juanda (Surabaya). Ia sudah bertugas selama 14 tahun. Di tahun 1968, lelaki kelahiran Wonosobo yang sudah berputra dua ini mengalami peristiwa yang mendebarkan. Saat itu sudah sekitar pukul 19.00 WIB. Petugas menara sudah pulang semua, karena jadwal penerbangan sudah habis. Tiba-tiba ia mendengar deru pesawat dan lampu kelap-kelip di atas Kota Surabaya. Menjauh mendekat selama 3 kali. Bambang tergugah, ia lari ke menara pengawas. Ia memperoleh keterangan bahwa AL dan AU tidak sedang mengadakan latihan. Lalu ia mencoba menyalakan lampu hijau dan kuning, sebagai tanda bahwa di tempat itu ada lapangan udara. Tidak diduga kemudian pesawat itu mengharnpiri, berputar-putar, dan akhirnya mendarat atas bimbingannya. Ternyata pesawat tersebut adalah Beecheraft King Air N 890 K, milik Amerika Serikat dalam perjalahan Jakarta-Denpasar. Rupanya Lapangan Ngurah Rai sudah tutup. Ia bermaksud kembali ke Jakarta, tetapi lampu-lampu di Taman Hiburan Rakyat (THR) telah disangkanya -- lapangan udara. Sementara bahan bakar sudah menipis, tidak mungkin lagi ke Jakarta. Kalau tidak ada Bambang, sudah pasti akan mengadakan pendaratan darurat. "Kejadian itulah yang paling berkesan dalam karier saya sebagai petugas kontrol," kata lelaki itu mengenangkan. Pahlawan Tak Dikenal Pengalaman yang menjengkelkan juga banyak. Terutama kalau ada pilot yang bandel, jadwal jadi rusak. Diakuinya yang kadang-kadang suka bandel adalah pilot ABRI. Bayangkan, sudah diatur secermat mungkin, tahu-tahu nyelonong mendarat atau berangkat tanpa menghiraukan instruksi. Kemacetan sarana penghubung juga mendongkolkan. Juga kalau AC di ruangan kontrol mati, para petugas akan merasa seperti dipanggang. Gaji Dengan pangkat pegawai sipil golongan IIC ia hanya mendapat Rp 40 ribu plus insentif Rp 5 ribu setiap bulan. Toh ia mencintai pekerjaan, terutama karena ada rasa kebanggaan. Seperti kata Tuti Murseni (36 tahun) Pelda Kowal yang menjabat Kepala Urusan ADC selama 15 tahun. "Dari 20 orang yang dites waktu masuk dulu, yang diterima hanya 10 orang, itu merupakan prestasi bagi saya," kata Tuti. Cholid (35 tahun), petugas Air Traffic Control di Lapangan Udara Ngurah Rai, Denpasar, mengatakan bahwa tugasnya lebih penting dari tugas pilot. Pendidikan pun sama dengan pendidikan pilot. Kalau pilot Garuda mogok, orang-orang masih bisa bepergian dengan pesawat lain. Tapi kalau polisi lalu-lintas udara mogok, penerbangan akan macet, tidak satu pesawat pun yang bisa tinggal landas atau berlabuh. Maka ia berani mengibaratkan pekerjaannya sebagai "pahlawan tak dikenal". Paling Aman Justru karena tanggung jawabnya itu ia menjadi betah. "Polisi udara swasta kan tidak ada," ujarnya. Ia bangga apabila petunjuk yang diberikannya dituruti oleh pilot. Selama 12 tahun bekerja ia jarang berhadapan dengan cuaca buruk di Lapangan Ngurah Rai. Kalaupun terjadi, tidak berlangsung lama. Apalagi peralatan di Ngurah Rai terbilang lengkap. Terutama yang bernama Instrumen Landing System. Ia berani mengatakan bahwa Pelabuhan Ngurah Rai paling aman dibanding pelabuhan-pelabuhan udara lainnya. Made Gargita (32 tahun) yang sudah 8 tahun menjadi petugas Air Traffic Control di Ngurah Rai menceritakan bagaimana kecelakaan pesawat di Gunung Lingkar (dekat Surabaya) baru-baru ini terjadi. Hal itu karena pilot tidak melaporkan posisinya di atas laut. Menara di Ngurah Rai sebenarnya bisa menuntun sesuai dengan informasi yang diberikan pilot. Tapi rupanya informasi pilot itu salah. Posisi sebenarnya ada di atas gunung. Semua percakapan pilot dengan petugas pengawas di bawah direkam oleh Black Box. Seandainya terjadi kecelakaan dapat diteliti siapa sebenarnya yang salah. Sujito (39 tahun), juga seorang petugas di Ngurah Rai, mengatakan sejak alat pengaman di Surabaya dipindahkan ke Ngurah Rai, pekerjaan jadi bertumpuk. Sebab dengan begitu semua pesawat dari dan ke Surabaya harus diatur dari Ngurah Rai. Belum lagi mengatur pesawat yang numpang lewat di kota buaya itu. Tapi ini memang sudah merupakan tugas dari seorang "pahlawan tak dikenal". Ia hanya menyayangkan, setelah tugas berat, masih ada tugas lain lagi -- yakni harus mengurus kenaikan pangkat sendiri. Ia mengeluh bahwa gaji kecil, tugas berat, tanggungj awab paling besar. "Bayangkan berapa nyawa harus diselamatkan," ujarnya. Sujito mengatakan bahwa perbandingan gaji antara petugas ATC dengan pilot adalah 1 : 15. Padahal tanggungjawab sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus