Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Jalur Darah yang Lebih Murah

Tim dokter jantung di Surabaya bekerja sama dengan dokter Korea Selatan mengoperasi enam anak dengan kelainan jantung. Biaya jauh lebih murah daripada operasi konvensional.

29 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

QOIF Hanifatun Naziha, 2 tahun 6 bulan, adalah anak yang lincah. Tentu saja, seperti umumnya anak-anak di bawah umur lima tahun, ia kerap menangis. Tapi tangisannya yang kencang kali ini justru membuat orang tuanya, Anita Fitri Yuliana dan Sugiyanto, bisa tersenyum. Tangisannya yang panjang adalah pertanda bahwa penyakit jantung yang pernah dideritanya sudah hilang. "Pesan dokter cuma jangan sampai aktivitas atau makannya berlebihan," ujar Sugiyanto, warga Desa Kincang Wetan, Jiwan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Sebuah operasi yang dilakukan tim dokter dari Korea Selatan dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo, Surabaya, awal November lalu, berhasil membuat Qoif bernapas lebih lega. Padahal, pada bulan-bulan pertama umurnya, napas Qoif selalu tersengal. Tarikan napasnya berat. Batuknya keras dan sering. Sugiyanto tak mengerti kenapa anaknya begitu. "Yang saya tahu hanya, pada waktu hamil Qoif, air ketuban istri saya berlebih. Jadi, sejak di dalam kandungan, Qoif diduga sudah kurang sehat," ucapnya.

Qoif lahir normal pada Sabtu, 30 Juni 2012, sekitar pukul 01.30 di RSUD Kota Madiun. Begitu Qoif lahir, para dokter mencurigai ada masalah karena napasnya yang bising itu. Setelah Qoif difoto roentgen, Sugiyanto diberi tahu bahwa putrinya mengalami pembesaran pembuluh jantung. Cepat-cepat ia dirujuk ke RSUD dr Soedono, Madiun, untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. "Setelah 12 hari dirawat, ditemukan bahwa anak saya menderita kelainan jantung," ujarnya. Dokter mengatakan Qoif menderita truncus arteriosus tipe 1.

Ini artinya dia cuma punya satu pembuluh arteri utama (aorta dan arteri pulmonalis menjadi satu) dan satu katup (truncus arteriosus). Normalnya, jantung memiliki dua bilik, yakni bilik kanan, yang memompa darah kotor ke paru melalui arteri pulmonalis, dan bilik kiri, yang memompa darah bersih melalui pembuluh aorta. "Qoif hanya memiliki satu pembuluh arteri utama dan satu katup. Akhirnya darah kotor dan darah bersih bercampur," ucap ketua tim sekaligus Kepala Divisi SMF Bedah Toraks Kardiovaskular RSUD Dr Soetomo, Profesor Paul Tahalele, saat ditemui Tempo di kantornya, pekan lalu.

Qoif sebenarnya sudah dibawa ke Rumah Sakit Dr Soetomo sejak berumur tiga bulan. Selama hampir dua tahun, Sugiyanto dan Anita bolak-balik Madiun-Surabaya mengantarkan Qoif kontrol demi memantau kondisi kesehatannya. "Sempat saya dianjurkan berobat ke Jakarta, tapi saya tak punya biaya," kata Sugiyanto. Ia yakin para dokter di rumah sakit umum daerah terbesar di kawasan Indonesia timur itu mampu membantu kesembuhan putrinya. Maka ia tak terpikir mencari pengobatan alternatif.

Harapan muncul saat tim dokter bedah jantung RS Dr Soetomo bekerja sama dengan Seoul National University, Bundang Hospital, Korea Selatan, untuk mengoperasi enam pasien jantung kompleks anak pada 4-7 November lalu. Qoif masuk daftar dan dioperasi pada hari terakhir. Diagnosis keenam pasien itu beragam. Dari jantung bocor, jantung biru (TOF), double outlet right ventricle (DORV), hingga kelainan jantung langka, yaitu truncus arteriosus tipe 1. Kasus terumit pertama di rumah sakit rujukan utama kawasan Indonesia timur itu diderita oleh Qoif.

Guna memisahkan pembuluh darah yang seharusnya terpisah, dibutuhkan operasi yang tak hanya memberikan sekat agar aliran darah tidak bercampur. "Karena pembuluh darah pulmonalnya menyempit, butuh sambungan conduit (selongsong pembuluh darah sintetis) yang ukurannya seperti pembuluh darah normal," tutur Profesor Tahalele, yang juga Ketua Umum PP Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Untuk melakukan hal itu, kedua tim dokter sepakat menggunakan metode Rastelli.

Metode untuk memisahkan pembuluh darah yang menyatu itu telah mengalami penyempurnaan dari masa ke masa. Profesor Tahalele menjelaskan, pada 1940-an telah ditemukan metode Blalock-Taussig Shunt atau BT Shunt. BT Shunt ialah pemasangan pembuluh darah tambahan untuk mengalirkan darah yang terhambat ke paru-paru. "Tapi tingkat mortalitasnya lebih tinggi," katanya.

Baru pada 1969, peneliti dan ahli bedah asal Italia, dr Giancarlo Rastelli, berhasil melakukan metode operasi rekonstruksi right ventricular outflow, yang dikenal dengan nama operasi Rastelli. Operasi Rastelli ialah upaya mengalirkan darah kotor dari bilik kanan yang seharusnya menuju paru-paru. Caranya dengan menggantikan pembuluh darah pulmonal dengan selongsong pembuluh darah sintetis (conduit). Awalnya dr Rastelli memakai selaput jantung (pericard) yang digulung sehingga membentuk silinder menyerupai pembuluh darah tanpa katup.

Seiring dengan waktu, metode Rastelli pun terus disempurnakan, termasuk terhadap bahan-bahan conduit-nya. Salah satu inovasi teknologi bahan conduit paling sukses ialah bovine jugular vein conduit (BJVC), yang ditemukan pada 1999. Sesuai dengan namanya, BJVC ialah pembuluh darah vena di leher sapi ­(bovine) yang diimplan ke manusia. Ukurannya yang mendekati pembuluh darah pulmonal asli menjadikan BJVC yang memiliki merek dagang Contegra itu merupakan alternatif terbaik. Pembuluh vena itu memiliki katup sehingga jauh lebih sempurna dibanding saat Rastelli buat dulu.

Masalahnya, penerapan teknologi BJVC masih terhitung mahal, sekitar Rp 40 juta. Itu baru harga conduit-nya. "Biaya operasinya bisa mencapai Rp 80 juta, di luar fee dokter," ucap Profesor Tahalele. Itulah mengapa, meski sudah dikenalkan di Indonesia pada 2009, alat ini tidak terlalu populer. "Tidak bisa langsung diterapkan di sini karena belum ditanggung Askes," ujarnya.

Kabar gembira datang saat ahli dari Korea Selatan pada 2012 memiliki pembuluh darah arteri pulmonal sintetis yang jauh lebih murah. Harganya hanya sepertiga harga BJVC, yaitu Rp 12-15 juta. Di Korea Selatan, conduit buatan tangan itu telah diujicobakan selama tiga tahun dan berhasil tanpa kendala. Dalam jurnal yang dirilis pada 2013, tim dokter Korea Selatan menggunakan conduit temuannya kepada 19 pasien sejak September 2009 hingga Agustus 2012. Inilah yang bulan lalu dikenalkan di RS Dr Soetomo. Tim dokter Korea sendiri dipimpin langsung oleh pionir bedah jantung anak terkemuka, Profesor Kim Yong-jin, MD, dan anak didiknya, Profesor Cheong Lim, MD.

"Kami termasuk beruntung menjadi yang pertama mendapatkan transfer ilmu langsung dari tim dokter Korea untuk membuat conduit handmade itu," kata anggota staf medis Divisi SMF Bedah Thoraks Kardiovaskular RSUD Dr Soetomo, dr Oky Revianto, SpBTKV. Ia menjadi asisten operasi Rastelli pada November lalu tersebut.

Keistimewaan conduit handmade tersebut terletak pada bahannya yang terbuat dari expanded polytetrafluorethylene (ePTFE) atau populer disebut dacron. Dacron tergolong bahan yang sudah jamak digunakan, sehingga bisa menekan biaya produksinya sepertiga harga BJVC.

Selain lebih murah, conduit handmade pertama bisa dibuat mendekati fungsi dan bentuk asli pembuluh darah pulmonal, yang terdiri atas tiga katup. "Saat katup itu terbuka, pembuluh darah menjadi lebih besar. Begitu darah kotor sudah melewati arteri pulmonal, katup segera menutup sehingga darah tidak kembali," ujar Oky. Ini berbeda dengan BJVC, yang hanya memiliki dua katup (bicuspid). "Ini tentu memperkecil angka kegagalan jantung kanan," ucapnya.

Meski tingkat keberhasilannya tinggi, pasien anak perlu menjalani operasi Rastelli ulang di kemudian hari. Pada umur 12-15 tahun, si pasien harus menjalani operasi untuk mengoreksi ukuran conduit-nya. "Karena orangnya kan tambah besar. Begitu pula ukuran pembuluh darahnya," kata Profesor Tahalele. Umumnya ukuran pembuluh darah pulmonal berkisar 15-20 milimeter. Sugiyanto mengaku sudah siap dengan operasi lanjutan Qoif. Melihat anaknya tumbuh dengan jantung yang sehat adalah kebahagiaan untuk mereka.

Artika Rachmi Farmita (Surabaya)


Operasi Rastelli

Operasi Rastelli ialah upaya mengalirkan darah kotor dari bilik kanan yang seharusnya menuju paru-paru. Caranya dengan menggantikan pembuluh darah pulmonal dengan selongsong pembuluh darah sintetis (conduit).

1999 (vena leher sapi)
Salah satu inovasi teknologi bahan conduit paling sukses ialah bovine jugular vein conduit (BJVC), yang ditemukan pada 1999. Sesuai dengan namanya, BJVC ialah pembuluh darah vena di leher sapi (bovine) yang diimplan ke manusia.

2012 (dacron)
Kabar gembira datang saat ahli dari Korea Selatan pada 2012 memiliki pembuluh darah arteri pulmonal sintetis yang jauh lebih murah. Selain lebih murah, conduit handmade pertama bisa dibuat mendekati fungsi dan bentuk asli pembuluh darah pulmonal, yang terdiri atas tiga katup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus