Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hipertiroid kongenital atau gangguan fungsi kelenjar tiroid menjadi salah satu penyakit terbesar yang menyerang anak-anak. Setidaknya 1 dibanding 700 anak terlahir dengan hipertiroid.
Hipertiroid terjadi ketika kelenjar tiroid terlalu aktif memproduksi hormon. Kelenjar ini berfungsi mengatur kecepatan tubuh membakar energi. Kondisi ini menyebabkan gangguan pada metabolisme tubuh.
Hipertiroid kongenital secara garis besar disebabkan oleh faktor keturunan di mana sang ibu yang mengandung telah terlebih dahulu mengidap hipertiroid. Meski demikian, bukan berarti anak yang terlahir dari ibu hipertiroid pasti akan menderita hal serupa.
Dalam acara Waspada Gangguan Tiroid: Kenali dan Pahami untuk Hidup Lebih Baik, dokter ahli endokrin anak, Andi Nanis Sacharina, menjabarkan cara mudah mencegah hipertiroid kongenital agar tidak menyerang anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama menurutnya, melakukan pemeriksaan saat kehamilan adalah hal yang penting. Sebab dengan deteksi sedini mungkin, penyakit tersebut pun bisa segera diatasi. Saran dari Andi sebaiknya diterapkan pada trimester pertama, yakni minggu pertama kehamilan dan diulangi pada trimester ketiga, yakni minggu ke-32.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Untuk trimester awal, kita ingin tahu apakah sudah ada bibit. Nanti di trimester ketiga baru dipertegas seiring dengan perkembangan bayi,” katanya di Jakarta pada Rabu, 17 Juli 2019.
Apabila sudah mendapatkan indikasi bahwa anak mungkin menderita hipertiroid kongenital, orang tua dapat meminta skrining hipertiroid kongenital (SHK) saat dilahirkan. Disarankan untuk tidak menunggu terlalu lama, yakni 48 hingga 72 jam setelah kelahiran.
“Kenapa tidak boleh di atas waktu yang disarankan? Karena hitungannya sudah terlambat. Nanti anaknya bertumbuh dengan muka sembab, kulit kering, dan IQ-nya berada dibawah 80,” katanya.
Pemeriksaan ini tidak membutuhkan banyak biaya. Menurut Andi Nanis, hampir semua rumah sakit memberlakukan tarif yang sama, yaitu sekitar Rp 45 ribu. Pemeriksaan ini juga ditanggung pemerintah.
“Bisa pakai BPJS juga kok. Lebih baik diketahui sedini mungkin dengan biaya yang sedikit daripada terlambat dan memakan pengeluaran yang jauh lebih mahal kan?” katanya.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA