Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perhatikan sirkulasi udara dan paparan sinar matahari di rumah. Jangan sampai ada area lembap yang memungkinkan jamur berkembang biak. Jika ada area lembap, maka jamur akan bermunculan. Dan tim peneliti baru-baru ini menemukan jenis jamur yang merusak daya tahan tubuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim peneliti yang dipimpin Oliver Werz dari Universitas Friedrich Schiller, Jerman, menyatakan jamur bernama Aspergillus fumigatus umumnya hidup di dalam area rumah yang lembap. Jamur ini berbahaya, terutama bagi orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Jamur Aspergillus fumigatus umumnya bercokol pada noda gelap di dinding lembap atau sebagai spora kecil mikroskopis di udara yang melekat pada dinding, kasur, dan lantai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aspergillus fumigatus adalah spesies jamur dalam genus Aspergillus. Ini merupakan salah satu spesies Aspergillus paling umum yang menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Aspergillus fumigatus merupakan pemicu infeksi paru-paru serta penyebab utama morbiditas dan mortalitas, serta dapat menyebabkan infeksi paru kronis, aspergillosis alergi bronkopulmoner, atau penyakit alergi pada imunokompeten.
Bagi orang sehat, tak masalah. Sebab, jika spora itu masuk tubuh, sistem pertahanan kekebalan akan melindunginya. Tapi jamur ini dapat mengancam jiwa orang dengan daya tahan tubuh buruk. Oliver Werz dan tim menemukan cara bagaimana Aspergillus fumigatus mengacaukan pertahanan kekebalan tubuh dan memungkinkan berkembangnya infeksi jamur yang fatal. Hasil temuan tersebut diterbitkan dalam jurnal spesialis Cell Chemical Biology.
Menurut Oliver Werz, gliotoxin -mikotoksin yang kuat- bertanggung jawab atas sifat patogen Aspergillus fumigatus. "Zat ini memiliki efek mengacaukan imunitas tubuh serta melemahkan aktivitas sel sistem pertahanan kekebalan tubuh," kata dia.
Oliver Werz dan tim mempelajari secara rinci serta mengklarifikasi mekanisme molekuler pada jamur dan pengaruhnya terhadap imunitas tubuh. Tim Oliver Werz berkolaborasi dengan para peneliti dari Institut Leibniz untuk Penelitian Produk Alami dan Biologi Infeksi (Hans Knöll Institute) yang dipimpin oleh Axcel Brakhage serta Christian Hertweck, ahli mikologi dan sistesis produk alami.
Dalam penelitian tersebut, para peneliti memasukkan sel kekebalan ke kontak dengan gliotoxin yang diproduksi secara sintetis. Sel-sel ini, yang disebut dengan neutrofil granulosit, mewakili garis pertama sistem pertahanan kekebalan tubuh. "Tugasnya mendeteksi patogen dan menghilangkannya," ujar Oliver Werz.
Begitu sel tersebut bersentuhan dengan patogen, misalnya jamur, dia akan melepaskan zat pengantar khusus (leukotriene) ke dalam darah yang menarik sel kekebalan lainnya. Setelah sejumlah besar sel kekebalan berkumpul, mereka dapat membuat pengganggu tak berbahaya lagi. Namun proses ini tidak terjadi jika patogen Aspergillus fumigatus terlibat.
Musababnya, seperti yang ditunjukkan oleh para ilmuwan Universitas Friedrich Schiller, gliotoxin memastikan bahwa produksi zat pengantar leukotriene B4 dalam neutrofil granulosit terhambat, sehingga mereka tidak dapat mengirim sinyal ke sel-sel kekebalan lain. Ini disebabkan oleh enzim spesifik (LTA4 hidrolase) yang dimatikan oleh mikotoksin.
"Akibatnya, terjadi gangguan komunikasi di antara sel-sel kekebalan tubuh dan menghancurkan mekanisme pertahanan," kata Oliver Werz. "Dengan begitu, mudah bagi spora -dalam hal ini jamur, memasuki organisme untuk menyusup ke jaringan atau organ."
SCIENCE DAILY | PHYS | CLINICAL MICROBIOLOGY REVIEW | FIRMAN ATMAKUSUMA