Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Janggal, tapi dilakukan juga

Kanwil Depkes Ja-Teng menegur RS Telogorejo & RS Elizabeth. keduanya dianggap tidak etis dan melanggar kesepakatan persi, memasang iklan alat penghancur batu ginjal.

29 Juli 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH iklan yang lain dari biasa muncul di Suara Merdeka, Semarang, 26 Juni lalu. "Kami hadirkan untuk masyarakat, alat penghancur batu ginjal, saluran kencing, kandung kencing, dan kandung empedu generasi kedua EDAP LT 01 dari Prancis," bunyi iklan itu. Dan masih dilanjutkan dengan kalimat, "Alat tersebut telah digunakan di seluruh dunia .... Daftarkan segera, kepada 300 pendaftar pertama diberikan paket khusus dengan harga istimewa." Pemasang iklan ini RS Telogorejo, Semarang, yang sejak 10 Juli mengoperasikan peralatan penghancur batu ginjal, seperti yang diiklankan itu. Empat hari kemudian, 30 Juni, muncul iklan lain yang mempromosikan peralatan sama, tapi dengan merk lain. Pemasang iklan itu CV Schmidt Mitra Indonesia, Jakarta. Isinya, "Wolf Piezolith 2300, buatan Jerman Barat, merupakan generasi terakhir yang canggih, sebagai pemecah batu ginjal dan batu empedu. Alat ini memiliki keuntungan: tanpa pembiusan, tanpa menimbulkan rasa sakit ..., tanpa mempengaruhi fungsi kerja jantung, dan tanpa pengaruh akumulasi sinar X karena penggunaan ultrasound." Kesannya seperti menjajakan barang saja. Namun, di bagian bawah iklan itu tercantum, "Untuk pertama kali akan diinstalasikan dan difungsikan pada Juli 1989 di RS Elizabeth, Semarang." Kedua iklan itu mengundang persoalan. Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Deparemen Kesehatan Jawa Tengah, dr. M. Hariadi, 6 Juli lalu mengirimkan surat peringatan keras kepada RS Telogorejo dan RS Elizabeth. Media massa ramai memberitakan bahwa kedua rumah sakit ditegur karena memasang iklan hal yang dianggap melanggar kode etik. Namun, kedua rumah sakit menolak telah melanggar kode etik. Klausul kode etik yang melarang rumah sakit memasang iklan memang tidak jelas. Dalam lampiran keterangannya, Kanwil Depkes tidak menyebutkan pemasangan iklan itu sebagai alasan untuk peringatan keras. Kepala Hubungan Masyarakat Kanwil Depkes Ja-Teng, drg. Indrie Subagio, mengemukakan bahwa kedua rumah sakit tersebut dianggap telah melanggar kesepakatan Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia). Khususnya pasal 17 Anggaran Dasar, yang mengharuskan semua rumah sakit meningkatkan kerja sama dan menjaga keterbukaan komunikasi. Dalam pasal itu tercantum, "Persaingan yang tidak sehat antar-rumah sakit dalam bentuk apa pun harus dihindari." "Pemberitahuan adanya peralatan baru itu sebaiknya di kalangan dokter saja, jadi bukan dengan iklan atau neon sign," kata drg. Indrie. Soalnya, yang memutuskan penggunaan peralatan batu ginjal itu dokter, bukan pasien atau masyarakat. "Dari sisi ini saja, iklan-iklan itu kan rasanya janggal." Indrie juga mengemukakan, Kakanwil menurunkan peringatan itu dalam kapasitasnya sebagai pembina rumah sakit. Seharusnya peringatan Kakanwil dikirimkan ke pengurusan Persi, dan perhimpunan inilah yang kemudian menegur anggotanya. Namun, menurut Indrie, kepengurusan Persi sekarang ini masih berada dalam masa transisi. Masa tugas pengurus lama sudah berakhir, sementara pengurus terpilih yang baru masih menunggu pengukuhan. "Karena itu, Kakanwil mengambil prakasa mengeluarkan peringatan itu," kata Indrie. Menurut Indrie, kedua rumah sakit itu Telogorejo dan Elizabeth sudah menyatakan penyesalannya, Senin pekan lalu. Keduanya bersedia untuk tidak mengulangi perbuatannya. Kepada Aries Margono dari TEMPO, Direktur RS Telogorejo dr. Hariyanto Prayogo menjelaskan bahwa persoalan itu sudah dianggap selesai. "Tidak perlu diperpanjang lagi," tuturnya. Namun, ia menyangkal kalau dikatakan bahwa pemasangan iklan di Suara Merdeka itu bertujuan bisnis dengan latar belakanpersainan. "Iklan itu punya misi sosial, agar masyarakat mendapat informasi mengenai alat canggih itu," begitu kilahnya. Prayogo berpendapat, dengan adanya peralatan itu, masyarakat tidak lagi perlu berobat ke luar negeri. Informasi lewat iklan memang mampu menyedot peminat. Sejak alat itu dioperasikanlOJulilalu,sudahl7penderitamenjalani penghancuran batu ginjal, dan sekitar 50 lagi masih menunggu giliran. Sementara itu, telepon di RS Telogorejo berdering terus-menerus. Mencari informasi atau malah mendaftar. Untuk 300 pasien pertama, Telogorejo memasang tarif perkenalan, Rp 1,8-2 juta. Sesudah itu tarifnya belum ditentukan. Sebaliknya di RS Elizabeth, rencana pemasangan penghancur batu ginjal belum jelas. Menurut sebuah sumber TEMPO, tadinya rumahsakit ini memang punya rencana memasang alat pemecah batu ginjal. Tapi, setelah ribut-ribut, rencana itu ditinjau kembali. Penundaan ini barangkali ada hubungannya dengan rasa kesal di pihak rumah sakit, karena kelancangan CV Schmidt Mitra Indonesia, yang memasang nama RS Elizabeth dalam iklan. Tapi sulit juga untuk membuktikan bahwa rumah sakit itu tidak terlibat. Ketika dihubungi, Direktur RS Elizabeth dr. A.G. Soewito tegas menyatakan, "Kami sebetulnya tidak merasa memasang iklan di Suara Merdeka itu. Yang memasang? penyalur alat itu." Kata Soewito, ia sebenarnya sudah mengirim tanggapan terhadap peringatan Kanwil. Namun, ia juga dapat memaklumi persoalan. "Masalahnya sekarang sudah selesai, tidak usah diperpanjang lagi," lanjutnya. Toh ia sempat menegaskan, tidak ada persaingan antara RS Elizabeth dan RS Telogorejo. Prayogo juga menyatakan hal serupa. "Telogorejo cuma berusaha meningkatkan pelayanannya," kata direktur itu. Belakangan ini RS Telogorejo memang berbenah. Sarana fisik rumah sakit ini ditingkatkan dari bangunan biasa ke bangunan 4 tingkat, yang dilengkapi lift dan eskalator. Di lantai bawah terdapat restoran dan beberapa toko. Sementara di lantai teratas terdapat kamar tamu (untuk keluarga yang menginap), dengan harga sewa Rp 70.000 semalam. Tidak kalah dengan tarif hotel. Kemajuan rumah sakit ini tampak nyata setelah dikelola oleh yayasan yang kini dipimpin Jaya Suprana, humoris terkenal yang juga direktur perusahaan Jamu Jago. Di bidang medis, nama rumah sakit ini juga meroket. Dalam dua tahun terakhir, RS Telogorejo menarik perhatian, karena mengetengahkan bebeberapa permasalahan transplantasi ginjal. Antara lain kesulitan mendapat donor. Sesudah itu, diberitakan melakukan eksperimentasi pencangkokan sumsum tulang. Terakhir ada rencana mengembangkan eksperimentasi bayi tabung. Sangat masuk akal apabila RS Telogorejo yang sedang berkembang ini akhirnya melakukan investasi di bidang pemecahan batu ginjal. Telogorejo adalah rumah sakit ke-4 yang membeli pemecah batu ginjal EDAP LT 11. Tiga lainnya adalah: RS Pusat Pertamina dan RS Cikini (keduanya di Jakarta), serta RS Permata Bunda di Medan. Harganya seperangkat Rp 1 miiyar. Penjualannya dilakukan dengan sistem leasing, alias beli-cicil. Pembayaran dilakukan dengan pemotongan langsung pada setiap pemakalan. Dalam kontrak leasing ini, tawar-menawar terjadi pada perkiraan frekuensi pemakaian. Pihak penjual biasanya menghendaki frekuensi pemanfaatan yang sesering mungkin, agar harganya bisa cepat lunas. Namun, pihak rumah sakit biasanya Lidak mau mengikuti frekuensi itu, karena tidak mungkin memaksakan pemakaian perangkat, apabila tidak sesungguhnya diperlukan. Inilah dilema yang dikenal di seluruh dunia dalam menerapkan teknologi canggih di bidang kedokteram Pihak rumah sakit sering tidak memiliki statistik penderita, agar bisa memperkirakan frekuensi pemakaian suatu perangkat canggih. Karena itu, dalam tawar-menawar, rumah sakit akhirnya terpaksa mengikuti frekuensi pemakaian yang disodorkan penjual. Bila ternyata perkiraan frekuensi terlampau tinggi, sering rumah sakit tidak bisa berbuat apa-apa. Kondisi ini dikenal potensial untuk memperbanyak penggunaan perangkat mahal itu. Bahkan sampai dipaksakan, padahal tidak perlu betul. Dalam hubungan ini, "memburu setoran" dengan iklan akhirnya menjadi hal yang tidak terlalu tabu.Jim Supangkat, Aries Margono (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum