SEMULA Arief Setiawan berkeras tak mau berobat ke dokter. Perut kembung, mual, dan muntah-muntah yang sering dialaminya sejak Juli lalu dia anggap hanya gejala flu biasa. Ternyata, pelajar kelas tiga di SMU Swadaya, Bekasi, Jawa Barat itu tengah diteror virus hepatitis B—virus perusak hati yang menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyerang 350 juta warga dunia, dan 11,6 juta di antaranya adalah penduduk Indonesia. Bobot pemuda 18 tahun yang gemar bermain basket dan sepak bola itu pun melorot drastis: dari 52 kilogram menjadi hanya 36 kilogram.
Setelah sejak tiga pekan lalu dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), kondisi Arief berangsur membaik. Bobotnya kini telah mencapai 41 kilogram. "Dia boleh makan apa saja, termasuk daging sapi, ayam, dan ikan," tutur Narti, ibu Arief.
Boleh makan makanan berlemak seperti daging ayam dan sapi? Pengalaman Arief, menurut Daldiyono, ahli penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), boleh jadi tak dialami semua pasien hepatitis. Sampai kini, sebagian dokter masih mengharuskan pasien hepatitis berpantang gorengan dan makanan berlemak. Alasannya, hati pasien yang terganggu virus tak sanggup mencerna lemak dengan baik. Makanan berlemak dikhawatirkan membuat cairan asam empedu—yang mencerna lemak—tertahan di hati hingga si pasien jadi mual. Nah, ketimbang mual dan nafsu makan rusak, pasien pun dijauhkan dari makanan berlemak.
Padahal, sesungguhnya jurus tersebut tidak terlalu tepat. Berpenyakit hepatitis semestinya tak harus membuat orang menghapus lemak dari menunya. Bagaimanapun, lemak tetap selalu dibutuhkan tubuh sebagai cadangan energi dan penghantar vitamin A, D, E, dan K.
"Orang sehat saja butuh nutrisi seimbang, apalagi orang sakit," kata Daldiyono, yang menyampaikan pendapatnya pada Kongres Internasional Penyakit Hati, pertengahan September lalu, di Jakarta. Berpantang makanan, menurut Daldiyono, justru menurunkan kualitas organ hati. Bila berlanjut, pasien justru bisa menderita gagal hati. Pada kondisi itu, hati tak sanggup lagi melakukan fungsi mencerna lemak dan menetralkan racun.
Pendapat itu didukung oleh riset yang di-lakukan Daldiyono pada 1998 terhadap 24 pasien hepatitis di RSCM. Sejumlah 12 responden mendapat diet standar yang rendah lemak dan protein. Sementara itu, 12 pasien lainnya diberi tambahan suplemen asam amino falkamin dan lemak yang banyak terdapat pada daging sapi, daging ayam, telur, dan ikan. Setelah enam bulan terapi, pasien yang mendapat suplemen protein dan lemak menunjukkan kemajuan kesehatan yang pesat. Kemajuan serupa tidak terjadi pada asien yang hanya mendapat diet standar.
Berdasar riset tersebut, Daldiyono yakin bahwa jurus pantang lemak tak cocok bagi pasien hepatitis. Sepanjang pasien punya nafsu makan bagus dan siklus buang airnya normal, makanan bergizi jenis apa pun boleh disantap. Tentu saja, komposisi makanan harus seimbang: 60 persen karbohidrat, 25 persen protein, dan 15 persen lemak. Hanya, daging kambing dan daging olahan kornet sebaiknya tidak dipilih karena susah dicerna.
Jurus menu seimbang juga disampaikan oleh Nurul Akbar, ahli penyakit hati dari FKUI RSCM. Menu seimbang berfungsi menggenjot daya tahan tubuh untuk melawan aksi virus. Namun, Nurul mengingatkan, ada juga pasien yang memang perlu berpantang lemak untuk sementara waktu. Pada pasien hepatitis akut, Nurul menyarankan untuk sementara mengganti pasokan protein hewani dengan protein nabati. Alasannya, protein hewani kaya asam amino aromatik yang susah dicerna. Sedangkan protein nabati, seperti kedelai dan kacang hijau, mengandung asam amino yang gampang terurai.
Selain menganjurkan resep menu seimbang, baik Daldiyono maupun Nurul sepakat bahwa pengobatan sedini mungkin sangat menentukan kesembuhan. Semakin dini pengobatan, kian besar kemungkinan sembuh total dari hepatitis. Pengobatan yang telat berisiko mengundang radang hati kronis dan kanker hati yang fatal. Karena itu, Nurul menganjurkan supaya mewaspadai gejala penyakit yang menular melalui hubungan seksual, air liur, air seni, atau tinja ini. Masuk angin, perut kembung, mual, dan muntah yang berlarut-larut tanpa pilek atau pusing layak dicurigai sebagai tanda hepatitis. Bila gejala ini muncul, segeralah periksa ke dokter, supaya aksi teror virus hepatitis bisa segera disetop.
Mardiyah Chamim dan Iwan Setiawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini