Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kecewa Di Apotek

Sarjana farmasi sebagian besar adalah pegawai apotek sehingga tidak dapat mengawasi penyediaan dan penyimpanan obat. Izin membuka apotek bukan kepada pengusaha. (ksh)

20 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJADI sarjana farmasi tidaklah selalu bisa memiliki apotek. Sebagian besar apoteker hanya sekedar pegawai. Kenyataan ini rupanya mengecewakan Himpunan Mahasiswa Farmasi Ars Praeparandi, Institut Teknologi Bandung. Himpunan itu membuka forum diskusi di Bandung akhir Desember. Para pesertanya menyuarakan supaya fungsi apoteker diluruskan, terutama di apotek. Di apotek kita umumnya sekarang, demikian dosen farmasi ITB, Dr Guswin Agus, "kedudukan pengusaha menjadi dominan. " Kaum pengusaha di situ dipandang merobah apotek menjadi tempat mengejar keuntungan, bukan unit kerja profesi. Oleh karena apoteker hanya sekedar pegawai, mereka tak begitu berdaya untuk mengawasi obat dan harganya. Penyediaan dan penyimpanan obat selalu ditangani pengusaha. Dalam keadaan begitu, akan sulit bagi apoteker mempertahankan kode etik. Suara dari diskusi itu bergema juga pekan lalu ke luar. Umpamanya, kalangan pengurus Ikatan Sarjana Farmas: Indonesia cabang Yogyakarta menyinggung soal izin membuka apotek. "Sebaiknya izin itu diberi kepada apoteker," kata dra. Ny. Sri Sulihtyowati dari Yogya itu. Berdasar peraturan yang berlaku, seseorang memperoleh izin itu asalkan menyediakan apoteker. Adalah apoteker yang dianggap bertanggungjawab dalam teknis farmasi. "Yang ideal ialah sarjana farmasi bertanggungjawab secara keseluruhan, buhan hanya teknis," ulas drs L.P. Mangunsong, sekretaris umum ISFI Pusat di Jakarta. "Apotek cenderung bersikap mencari keuntungan sebesar-besarnya karena tanggungjawab menyeluruh dipegang pengusaha." Drs Achmad Basori, anggota ISFI dari Surabaya, melihat rekannya di apotek "sebagai sapi perahan. Kerjanya hanya tinggal tandatangan. Penyediaan obat untuk konsumen praktis di tangan pengusaha. " Jumlah apoteker di Indonesia sekarang sekitar 2000. Penghasilannya sebagai pegawai apotek di bawah Rp 100.000 umumnya. "Bila dihitung per resep, hanya Rp 16. Nilai tanggungjawabna terendah di dunia," sambung Basori. Mungkin karena itu pula, animo menjadi sarjana farmasi menurun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus