Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Apakah Kasus Arisan Ini...

Ny. Emma Hilma Turino terlibat dalam arisan call. Sebagai bandar dia harus mempertanggungjawabkan uang para anggotanya. Lenny Marlina ikut sebagai peserta. (krim)

20 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TURINO Junaedy berkata: "Kami sedang diterpedo! " Sutradara dan produser PT Sarinande ini tidak sedang membuat film. Namanya banyak disebut orang belakangan ini untuk suatu "musibah ' katanya, yang tampaknya sulit dijelaskannya sendiri: Isterinya, Nyonya Emma Hilma Turino, dituduh membuat hutang di sana-sini dalam jumlah yang bukan mainannya. Bahkan, tak luput pula dari dakwaan menggelapkan atau menipu, yang meliputi jumlah milyaran rupiah. "Untuk menjaga martabat keluarga," kata Turino, "apapun akan saya lakukan. " Dia tidak menjelaskan apa yang telah dilakukannya. Hanya keadaannya memang sudah runyam. Sejak 30 Nopember lalu, katanya, angin jelek mulai bertiup. Teman-teman searisan isterinya bermunculan menuntut pembayaran uang arisan yang macet. Tak dapat memenuhi tagihan, Turino dan isterinya membiarkan saja para penagih menguras isi Dinas Corner - butik di pojok rumah mereka yang megah di Jalan Radio Dalam. Bahkan, menurut Turino, rumah mereka yang di komplek perumahan Pondok Indah juga -- rela tak rela -- telah diserahkan kepada salah serang penagih. Mobil mewah mereka, Mercy Tiger, juga sudah tidak tampak diparkir di halaman rumah. Kegiatan arisankah yang menggulung keluarga Turino Junaedy ini Memang arisan yang bukan main. "Kalau tahu dari dulu pasti saya larang isteri saya ikut arisan." Aturan Sendiri Bentuk arisan itu gede-gedean. Tidak dikenal dan dapat dimasuki oleh sembarang orang. Di samping menuntut persaratanya menyetorkan sejumlah uang yang tidak kecil, dari mulai Rp 25 ribu sampai Rp 500 ribu, arisan kalangan ini juga punya aturan main tersendiri. Di sini tidak berlaku aturan arisan biasa: setor sejumlah uang setiap bulan dan menunggu giliran menarik yang ditentukan dengan undian. Di sini dipakai cara yang disebut call. Contohnya begini. 10 orang peserta mengikuti arisan, masing-masing Rp 100 ribu tiap bulan. Dalam arisan biasa, peserta --secara bergiliran, menurut undian yang ditarik masing-masing pasti akan menerima penuh Rp 1 juta. Dalam arisan call giliran menarik ditentukan menurut keberanian. Penarik ialah peserta yang bersedia menerima paling kurang dari Rp 1 juta di antara penawaran peserta lain. Misalnya yang berani menerima cuma Rp 750 ribu. Jika itulah penawaran yang terendah, peserta lain hanya berkewajiban membayar masing-masing Rp 75 ribu. Bagi ibu-ibu yang berkemampuan di bawah Rp 500 ribu/bulan, misalnya tapi ingin juga masuk ke dalam kalangan ini, tak tertutup jalan. Mereka yang tergolong 'ekonomi lemah' ini boleh merger'. Dengan bergabung 7-10 orang, misalnya, grup mereka ini bisa ikut arisan dua sampai tiap porsi lebih. Call bisa dilakukan dengan semacam lelang terbuka atau tertutup dalam amplop. Keberanian peserta menawar tentu disesuaikan menurut kebutuhan. Yang lebih teliti lagi memperhitungkannya dengan tingkat bunga pinjaman di luaran. Hotel Dan Restoran Mewah Namun tak jarang pula orang memilih menarik belakangan. Sebab. mereka pasti akan menarik arisan itu secara penuh, lebih dari apa yang pernah disetorkan tiap-tiap bulan. Hitung-hitung kelebihan itu sebagai bunganya. Acara penarikan, biasanya awal bulan, dilakukan di restoran di hotel-hotel mewah. Penanggungjawabnya salah seorang dari mereka yang disebut 'bandar'. Dia seperti menjadi penjamin seluruh peserta bagi peserta yang menang. Maka tugasnya juga menagih setoran yang seret. Itulah sebabnya seorang bandar mendapat perangsang dia boleh menarik duluan, dengan jumlah penuh, tanpa call. Nah, Nyonya Emma Turino itulah salah satu aktivis arisan call, baik sebagai bandar maupun peserta biasa. Harian Sinar llarapar yang mengungkapkan kehebohan yang terjadi menyebut namanya dalam singkatan. Tapi majalah Aktual menyebutnya terang-terangan. Akhirnya orang pun tahu. Nyonya Emma memang bandar besar, yang membawahi sekitar 27 grup. Anggota masing kelompok sampai belasan orang. Setoran masing-masing grup antara Rp 100 ribu sampai Rp 1 juta tiap-tiap bulan. Langkah pertama, sebagai bandar, Nyonya Turino tentu sudah mendapat tarikan pertama dari seluruh arisan yang dibandarinya. Tapi, setelah menarik sesuai dengan haknya sebagai bandar, ia tidak dapat memenuhi tanggungjawabnya. Banyak peserta kecewa: ada yang tak memperoleh haknya sama sekali. Untuk mengatasi kesulitannya, sementara, isteri produser film ini mendesak rekan-rekannya untuk menerima surat pernyataan hutang. Sebagai peserta Nyonya Turino paling berani. Sampai-sampai ia berani call untuk menarik hanya 25% dari semustinya. Namun, setelah menarik ia seret membayarnya kembali. Peserta yang lain jadi gigit jari. Pengalaman seorang nyonya, LH, cukup pahit. Dia memimpin salah sebuah grup arisan. Kewajiban Nyonya Turino pada grup ini, katanya membayar Rp 7 juta tiap bulan sampai entah berapa lama. Karena JnaCet, dan anggota grupnya tak mau tahu, sampai-sampai rumah nyonya LH ini "diduduki" anggotanya yang meminta pertanggunganjawabnya. Berapa yang menjadi tanggungjawab Nyonya Turino seluruhnya? "Sebenarnya meliputi Rp 7,5 milyar," begitu diungkapkan Sinar Harapan. Majalah Aktuil mengungkapkan cerita Nyonya CA. Isteri pegawai negeri ini adalah bandar arisan perorangan dan grup. Nyonya Emma Turino adalah anggotanya. Tapi untuk beberapa nomor Nyonya CA juga menjadi anggota yang dibandari oleh Emma. Jadi timbal-balik. Sebagai bandar, katanya, isteri Turino ini masih harus membayar kepadanya sekitar Rp 70 juta. Sedangkan sebagai anggota, lanjutnya, Nyonya Turino -- yang sudah menarik beberapa nomor -- dia punya kewajiban membayar kembali sampai Rp 288 juta. Sedangkan kepada grup lain, menurut Nyonya CA - "setelah ibu-ibu arisan berkumpul" katanya -- ia harus membayar sekitar 23 milyar rupiah. Dari Mana? "Bagaimana menghitungnya sampai memperoleh angka begitu?" kata Turino membela isterinya. "Kalau dihitung seluruh omset arisan, artinya yang akan ditarik tiap-tiap bulan, baru mungkin jumlahnya dapat sekian." Apalagi, lanjut Turino mewakili isterinya, di situ juga ada hak-hak isterinya yang masih belum ditarik. Malah, dikatakannya, macetnya uang arisan "tidak lepas dari tunggakan anggota yang tidak bisa ditagih oleh isteri saya." Katanya, ada anggota yang sampai setahun penuh b-lum pernah bayar setoran sepeser pun. "Mengapa yang dlberitakan hanya yang menjadi kewajihan isteri saya saja?" ujar Turino. Ia mcmbantah bahwa soal ketidakberesan dalam menunaikan hak dan kewajiban dalam arisan adalah perkara penipuan atau penggelapan. Singkatnya, bukan kriminil. Siapa yang nunggak kepada Nyonya Turino? Dan berapa yang jadi kewajibannya? Untuk yang pertama Turino tak mau menjelaskan. "Kami sedang menahan diri," katanya. Nyonya Emma Turino sendiri tak bersedia memberi keterangan. Di Hotel Sahid Jaya, di kamar 1014, minggu lalu mereka tengah menghitung-hitung apa yang menjadi tanggungjawabnya. "Tidak sampai milyaran, cuma sekitar Rp 300-an juta," kata Turino. Angka itu muncul, katanya, karena dalam bisnis arisan kali ini isterinya memang sedang rugi. "Ada kelemahan manejemen." Ditambah lagi, katanya, Kebijaksanaan Pemerintah 15 Nopember lalu juga ikut mendorong ibu-ibu arisan mengejar-ngejar isterinya. "Mereka tidak memahami betul arti kebijaksanaan pemerintah itu," ujar Turino.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus