Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Memilih mainan untuk anak sering kurang diperhatikan oleh orang tua. Padahal, ada hal-hal penting yang harus diperhatikan ketika memilih permainan untuk anak, mulai aman dari bahan berbahaya hingga jenis yang seharusnya bisa memicu perkembangan anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Psikolog klinis anak dari Tiga Generasi, Anastasia Satriyo, mengatakan orang tua perlu memperhatikan sejumlah hal sebelum memutuskan untuk memberikan mainan kepada buah hati. Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian mainan dengan usia anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Masih ada orang tua yang memberikan mainan yang tidak sesuai dengan usia anaknya. Padahal, memberikan anak mainan yang tidak sesuai umur bisa berakibat buruk, mulai dari kesulitan bermain hingga cedera,” katanya.
Selain itu, menurut Anastasia mainan anak tidak hanya digunakan untuk mengisi waktu atau menyenangkan si kecil semata. Mainan yang diberikan kepada anak bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengasah kreativitas, keterampilan, dan media belajar anak.
Dia menjelaskan untuk anak hingga usia 0-1 tahun, mainan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengasah kemampuan sensorik dan motorik. Oleh karena itu, mainan untuk kelompok usia ini dirancang khusus untuk menarik perhatian bayi dengan bahan-bahan seaman mungkin.
“Contohnya mainan yang mengeluarkan lagu atau suara untuk menarik perhatian yang digantung untuk untuk menstimulasi mata dan merangsang kepekaan. Kemudian, mainan-mainan seperti cincin susun untuk melatih motorik. Perlu diperhatikan bahannya karena anak akan sering memegang dan menggigitnya,” tuturnya.
Kemudian, untuk anak usia 1-3 tahun mainan yang diberikan harus bisa merangsang daya pikir, motorik halus, dan memperkuat otot. Selain itu, mainan yang diberikan juga sebaiknya mendukung proses anak mengenali lingkungan sekitar lantaran di usia tersebut anak mulai mencari tahu cara kerja benda-benda yang ditemuinya.
“Mainan yang diberikan juga sebaiknya mendukung perkembangan kecerdasan emosi, melatih keahlian bersosialisasi. Contohnya, mainan-mainan yang mana anak menirukan aktivitas-aktivitas tertentu dan berinteraksi dengan orang tua,” ungkapnya.
Untuk usia 3-5 tahun, mainan yang diberikan kepada anak pada dasarnya tak jauh berbeda dengan mainan yang diberikan untuk anak usia 1-3 tahun. Namun, kesulitannya sudah bisa ditingkatkan menyesuaikan kemampuan anak yang terus meningkat.
Usia 3 tahun biasanya menjadi batas umur minimal banyak mainan yang diperuntukkan untuk anak hingga usia sekolah. Namun, bukan berarti mainan yang mencantumkan usia minimal 3 tahun bisa diberikan begitu saja.
“Mainan yang diberikan kepada anak harus mempertimbangkan minat mereka. Selain itu, perlu diperhatikan juga apakah mainan yang diberikan berpotensi membahayakan atau melukai anak ketika dimainkan. Kemudian, untuk mainan tertentu, khususnya konsol gim dan sejenisnya, perlu pengawasan dan penggunaannya perlu dibatasi,” paparnya.
Terkait dengan mainan yang berpotensi membahayakan dan melukai anak, Kementerian Perindustrian telah mewajibkan seluruh mainan yang beredar di Tanah Air untuk memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI untuk mainan anak diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 55/M-Ind/PER/11/2013/ yang mulai diterapkan pada 2014.
Beleid tersebut menyatakan bahwa mainan adalah setiap produk atau material yang dirancang atau dengan jelas diperuntukkan penggunaannya oleh anak dengan usia 14 tahun ke bawah. Sebelum wajib SNI ditetapkan untuk mainan anak, tak dapat dipungkiri banyak beredar mainan-mainan yang membahayakan anak-anak. Tak terkecuali mainan edukasi yang diperuntukkan bagi anak-anak dibawah 5 tahun.