Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Ikhtiar Kreator Muda Mempromosikan Budaya Indonesia

Pandemi Covid-19 menjadi momentum para kreator konten muda mengangkat ragam budaya Indonesia.

18 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ikhtiar sejumlah kreator konten muda menjaga eksistensi seni budaya Indonesia lewat media sosial.

  • Konten video yang berisi tari tradisional, musik etnik, dan kehidupan masyarakat adat mendapat respons positif dari pengguna media sosial.

  • Optimisme menjaga eksistensi seni, budaya, dan adat Indonesia.

BERSAMA teman perempuannya, Muhammad Fahrul luwes menari di depan kamera gawainya. Mereka menari dengan tidak biasa. Dalam tempo kurang dari 30 detik, mereka membawakan sebuah tarian rumit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam waktu singkat itu, Fahrul mengkombinasikan enam gerak khas tarian berbeda. Pertama, gerak kaki seperti melangkah ala tarian Melayu. Dua detik kemudian, keduanya bergerak berputar sambil saling menatap. Seperti gerakan tarian Dayak, tangan mereka bergerak seperti gerakan sayap burung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga detik kemudian, gerakan mereka berubah lagi. Kedua tangan mereka bergerak menyentuh bahu yang identik dengan tari cokek Betawi. Gerakan seketika berubah lagi. Kini lebih halus semacam tari pakem Jawa Tengah.

Beberapa detik selanjutnya, gerakan Fahrul kembali melaju hingga berjingkrak seperti bagian tarian Papua yang terkenal itu. Gerakan tari mereka ditutup dengan gerakan mirip tari Cik Cik Periuk dari Kalimantan Barat.

Aksi tari itu diabadikan dalam sebuah video yang diunggah ke media sosial TikTok milik Muhammad Fahrul yang diberi nama Gulajawaofficial pada Maret 2021. Sudah lama memang, tapi unggahan video tersebut sudah ditonton 40,8 juta kali dan mendapat tombol suka sebanyak 2,4 juta.

Kesuksesan video tersebut melecut semangat Fahrul untuk semakin giat membuat konten video bertema tarian tradisional. Sebelumnya, pria asal Pontianak itu mulai membuat konten video tari sejak 2020 saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

Kala itu, pria yang masih berstatus mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Tari Universitas Tanjungpura ini merasa bosan karena tak banyak kegiatan yang bisa dilakukan karena pembatasan sosial. "Unggahan pertama disukai 500 ribu orang, akhirnya lanjut dengan memperkaya ide," tutur pria 26 tahun itu.

Fahrul semakin bersemangat berkarya karena beberapa video tari yang ia unggah rupanya dijadikan materi pelajaran dan contoh tugas anak-anak sekolah. Maklum, dalam kegiatan belajar daring, murid-murid mendapat beragam tugas dalam bentuk video.

Kini berkat konten-konten video tarinya, Fahrul semakin dikenal. Bahkan, ia kerap diminta tampil menari dalam berbagai kesempatan, termasuk pada perayaan Hari Pendidikan Nasional 2024 di Jakarta pada Mei lalu.

Tak sekadar mengejar popularitas, Fahrul berharap konten-konten videonya bisa mengapresiasi warganet, terlebih anak muda. Intinya, ia ingin anak-anak muda mengenal ragam tari tradisional. Ia sadar betul bahwa semakin berkembangnya teknologi dan budaya pop di Indonesia akan berdampak pada budaya tradisi asli dalam negeri.

"Saya khawatir anak muda lebih tertarik pada budaya pop dan budaya tradisi bisa hilang," kata guru SMA Pelita Cemerlang, Pontianak, itu.

Fahrul bersyukur kini di media sosial muncul banyak kreator konten yang ikut membuat video tari seperti dirinya. Lebih senang lagi ketika Fahrul melihat para pelaku kreator konten tari tradisi justru dari kalangan anak muda. "Bahkan ada yang mengajak anak didiknya bikin konten bareng. Saya harap tari tradisi bisa lebih dikenal lagi."

Konten kreator budaya dan pemain musik tradisional sape, Ayuan Prawida. Dok. TikTok Indonesia

Masih dari Pontianak, ada Ayuan Prawida, musikus gitar khas Dayak atau sape, yang tak kalah kondang di media sosial. Lagi-lagi pandemi Covid-19 menjadi momentum Ayuan berkreasi. Perempuan kelahiran Bengkayan, 13 Juni 1996, itu mengenal sape dari kawannya. Namun ia mendalami gitar berbentuk papan itu secara otodidaktik.

Bagi Ayuan, mempelajari gitar lebar itu sangat menantang. Sebab, selain bisa bermusik, ia bisa ikut melestarikan salah satu budaya asli Dayak. "Selain itu, perempuan jarang memainkan alat musik ini," ujar Ayuan dalam bincang daring TikTok "Serunya Agustusan", Rabu, 14 Agustus 2024.

Saat ini Ayuan sudah mengunggah puluhan konten video di beberapa platform digital. Hasilnya, ia mendapat jutaan tombol suka dari pengikut dan warganet. Meski memainkan alat musik tradisional, Ayuan menyuguhkan lagu-lagu modern yang sedang tren. Jurus inilah yang membuat konten-konten Ayuan laris manis.

Kembali ke Jakarta, ada nama Elsi Sastia yang juga menjadi kreator konten budaya. Sama seperti Muhammad Fahrul, Elsi membuat video tentang tari tradisi yang dibuat lebih kekinian dengan balutan musik modern. Di TikTok, misalnya, Elsi sudah mendapat 239 ribu pengikut dengan 9,1 juta tanda suka dari warganet.

Elsi mengaku sudah mengenal tari tradisional sejak usia 7 tahun atau saat masih duduk di bangku kelas II sekolah dasar. Adapun membuat konten video di media sosial sudah ia lakukan sejak beberapa tahun lalu. "Sebelum ada TikTok, saya sudah unggah konten di Instagram. Belum rutin, cuma seminggu sekali," kata perempuan yang kini berusia 28 tahun itu ketika dihubungi, Sabtu, 17 Agustus 2024.

Semenjak pandemi Covid-19, Elsi rajin membuat konten video dan mengunggahnya ke berbagai platform digital. Konsistensi merupakan kunci kesuksesan Elsi menjadi kreator konten spesialis tari dan budaya. Saat ini, ia bisa memproduksi dan mengunggah konten video setiap dua hari sekali.

Keputusan Elsi mengulas seni tari tradisi juga berangkat dari semakin masifnya selera anak muda terhadap budaya pop seperti K-Pop yang meledak di berbagai negara dalam lima tahun terakhir. Ia khawatir generasi muda akan semakin asing dengan seni tari tradisional Indonesia yang ragam dan keindahannya luar biasa.

"Saya ingin seni budaya Indonesia tetap terjaga, salah satunya dengan media sosial ini," kata perempuan asli Kalimantan Barat yang kini menetap di Jakarta itu.

Selain musik dan tari tradisional, ada pula kreator konten yang menyajikan isu kebudayaan yang tak kalah menarik. Ia adalah Kiki Nasution, sang kreator akun Sabda Bumi, yang mengambil tema alam dan kehidupan masyarakat adat. Lewat tiga platform digital, TikTok, Instagram, dan YouTube, Kiki menceritakan kehidupan masyarakat adat di Baduy, Mentawai, dan Dayak Iban.

Perkenalan Kiki dengan kehidupan masyarakat adat terjadi secara tak sengaja. Bermula dari perjalanan iseng Kiki ke Baduy pada awal 2021. Kala itu, ia hanya ingin memotret kehidupan masyarakat adat dan lingkungan hutan di Banten. Maklum, saat itu ia masih bekerja di bidang fotografi.

Kehidupan masyarakat Baduy nan sakral dan tenang berhasil mengusik rasa penasaran pria berkumis dan berjenggot itu. "Rasanya saya menemukan ketenangan dan kewenangan yang selama ini saya cari," ujar Kiki ketika ditemui Tempo, Kamis, 15 Agustus 2024.

Mulai dari situ, Kiki rajin menyambangi permukiman adat Baduy hampir saban bulan. Sembari berkenalan dengan masyarakat Baduy Dalam, ia berusaha menyelami makna kehidupan mereka, termasuk konsep alam dan roh leluhur.

Konten kreator budaya dan pemilik kanal YouTube Sabda Bumi, Kiki Nasution, di Jakarta, 15 Agustus 2024. TEMPO/ Nita Dian

Sejak saat itu, Kiki mulai tertarik mendalami kehidupan masyarakat adat lain. Pada Desember 2021, ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan tetapnya dan mengunjungi masyarakat adat Mentawai di Pulau Siberut.

Di sana, perjalanan batin Kiki semakin luas dan dalam. Ia menginap selama beberapa pekan di tempat tinggal suku Mentawai atau yang disebut rumah panjang uma. Kiki mengenal konsep roh leluhur serta kehidupan yang seimbang dan menghargai hutan. Pengalaman itu mengubah sudut pandangnya tentang keterikatan manusia dengan leluhurnya.

Salah satunya tentang kegiatan masyarakat Mentawai memanggil roh leluhur lewat bantuan sikerei atau tabib alias dukun. Alih-alih menyeramkan, kegiatan memanggil roh leluhur dilakukan dengan sakral dan menyenangkan.

"Roh itu dianggap sebagai energi positif yang melindungi mereka. Bukan roh yang selama ini digambarkan dalam film sebagai kekuatan jahat," Kiki menerangkan.

Dari interaksi dengan suku Mentawai di Pulau Siberut, Kiki mulai membuat konten video kehidupan masyarakat adat. Ia beralasan, foto saja tak akan cukup untuk menceritakan makna kehidupan masyarakat adat.

Menurut dia, kehidupan masyarakat adat yang mampu menjaga kelestarian lingkungan menjadi materi yang sangat layak ditularkan kepada semua orang. Terlebih kerusakan lingkungan dan iklim menjadi isu penting dalam beberapa tahun terakhir.

"Seharusnya dari kehidupan masyarakat adat bisa menginspirasi kita untuk lebih bijak menjaga alam."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus