Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu tradisi budaya Jepang yang menarik dipelajari adalah upacara minum teh. Tidak hanya menikmati teh semata, acara ini juga memiliki filosofi tersendiri, yaitu Wakeiseijaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nisa Savira, dari Nativa, menjelaskan arti filosofi Wakeiseijaku. Dalam huruf kaji Wa berarti harmonisasi dengan lingkungan sekitar. Kei, berarti rasa hormat, di mana saat melakukan upacara minum teh menunjukkan rasa hormat kepada benda yang digunakan dan orang yang ada di sekelingnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedangkan Sei berarti kemurnian secara fisik dan spiritual, dan Jaku berarti ketenangan. "Jadi pada saat melakukan upacara minum teh pelan-pelan tidak terburu-buru," ujarnya, saat mengenalkan budaya Jepang tersebut, di Jalan Jalan Jenius, di Jakarta, Sabtu, 23 November 2024.
Dalam membuat teh sendiri, menurut Nisa, terdapat tiga aliran San Senke. Pertama adalah Urasenke, yang bisa dipraktikkan oleh publik. Sedangkan dua aliran lainnya, Omotesenke dan Mushanokoki Senke, lebih tertutup, hanya golongan tertentu saja yang bisa mengikutinya.
Aliran Urasenke
Perbedaan lainnya juga terlihat dari peralatan yang digunakan. Urasenke menggunakan peralatan yang lebih berwarna, sedangkan Omotesenke dan Mushanokoji senke menggunakan peralatan berwanra gelap. Hal ini sesuai dengan prinsip yang dijunjung yaitu kemurnian asli. Selain itu, teh yang dibuat pun sedikit berbeda, Urasenke dibuat berbusa, sedangkan Omotesenke dan Mushanokoji senke tidak berbusa.
Cara memgaduk teh menggunakan chasen dan chawan. Tempo/Yunia Pratiwi
Aliran Urasenke memiliki lima pertunjukan teh, yaitu Chabako temae, yang biasanya digunakan saat traveling, Kinindate yang disajikan untuk bangsawan dan tamu terhormat, Hakobi temae dilakukan di sekolah khusus, Obon temae yang paling sederhana dan digunakan untuk menikmati dan berlatih mengaduk teh. Sedangkan yang terakhir adaah ryurei, yang biasanya dilakukan untuk pertunjukan besar di luar ruangan.
Terdapat dua cara menyajikan teh, yaitu Usucha dan Koicha. Usucha cenderung lebih encer, rasanya segar dan lebih ringan. Biasanya untuk menyajikan teh kepada individu. Sedangkan Koicha, lebih kental, rasanya pahit dan pekat, dan bisa disajikan untuk beberap orang.
Mencoba obon temae
Salah satu upacara minum teh yang sederhana adalah Obon temae. "Berlatih obon temae memerlukan tiga item saja," kata Nisa. Ketiga peralatan tersebut adalah chasen pengaduk teh, chawan wadah untuk mengaduk teh dan macha bubuk teh khusus untuk acara.
"Matcha yang digunakan tidak boleh sembarangan , harus yang ceremonial grade. Sebab kalau pakai matcha kuliner rasanya manis," ucap Nisa.
Langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan sekitar 1-2 gram bubuk matcha ke dalam chawan. Lalu tuangkan air panas sekitar 70 mililiter. Cara untuk mengaduk teh, posisi chasen diangkat sedikit agar tidak menyentuh bagian dasar chawan.
Posisikan tangan memegang chawan dengan baik agar tidak mudah jatuh. "Lalu aduk menggunakan chasen dengan posisi ke depan ke belakang dan cepat, dengan itu busanya akan muncul," ujar Nisa.
Biasanya saat minum teh didampingi dengan camilan atau kue manis untuk menetralkan rasa pahit. Jadi setelah tehnya berbusa, makan camilan manis terlebih dulu lalu minum tehnya.
Pilihan editor: Ramai Dikunjungi Wisatawan, Pajak Onsen di Jepang Naik